Wacana hadirnya moda transportasi berbasis rel, yakni Trem di Kota Bogor, rupanya terus dimatangkan. Dari hasil Feasibility Study (FS) atau Studi Kelayakan, adanya Trem di Kota Bogor yang dilakukan pihak ketiga hasilnya koridor pertama yang akan dilalui Trem yakni sepanjang 8 kilometer. HAL tersebut diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudy Mashudi. Dari hasil FS yang sudah dilakukan Colas Rail dan Iroda, koridor 1 akan menjadi koridor pertama yang akan dilalui Trem dengan panjang lintasan 8 kilometer. Ia menjelaskan, koridor 1 akan menghubungkan beberapa jalan utama di Kota Bogor. Yakni menghubungkan antara Terminal Baranangsiang, Jalan Pajajaran, Jalan Otto Iskandardinata (Otista), Jalan Ir H Juanda, Jalan Kapten Muslihat, Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Dewi Sartika, Jalan Sawojajar, Jalan Jenderal Sudirman, Sempur dan Jalan Pajajaran. Menurutnya, jalur tersebut dipilih di awal lantaran jalur tersebut merupakan jalur tengah di kota. Adanya Trem di wilayah tersebut, diharapkan bisa menjadi moda konektivitas antara Light Rail Transit (LRT) dengan kereta api. “Koridor 1 yang akan dikembangkan di sekitaran Kebun Raya Bogor (KRB) ini ditetapkan untuk konektivitas dua Program Strategis Nasional (PSN). Yaitu, LRT Jabodetabek Cibubur-Bogor yang akan berakhir di Terminal Baranangsiang serta proyek strategis kereta api (double track) yang menghubungkan Bogor, Sukabumi hingga Jogjakarta,” katanya kepada Metropolitan, belum lama ini. Ia menjelaskan, koridor 1 mempunyai jalur perulangan atau looping sepanjang 8 kilometer dengan 17 stasiun. Terdiri dari tujuh stasiun primer dan 10 stasiun secondary yang akan jadi bagian dalam pengembangan Trem. Disinggung soal pengadaan di koridor lain, kata dia, perlu terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan lanjutan agar tahapan-tahapan dalam proses perencanaan bisa dilakukan dengan terintegrasi. ”Kita juga sedang membicarakan tahapan dan studi teknis hingga operasional yang harus dipenuhi sebagai prasyarat pengembangan Trem di Kota Bogor dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Selain itu, PT KAI juga akan melanjutkan review atau penelaahan ulang dari FS yang sudah dilakukan,” jelas Rudy. Tujuannya, sambung Rudy, untuk menganalisis dari sisi kajian finansial dan bisnis, kajian risiko dan kajian kelembagaan. Tak hanya itu, harus juga ada tindak lanjut dengan Basic Enigeering Desain (BED) dan Detail Engineering Desain (DED). ”Tapi itu belum bisa (terlaksana) tahun ini,” imbuhnya. Sebelumnya, setelah melakukan studi kelayakan atau Feasibility Study (FS), Pemkot Bogor disebut sedang membahas teknis dan regulasi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Hal itu diungkapkan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim. “Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor sedang membahas teknisnya dengan PT KAI. Kami upayakan ada regulasi yang bisa mendukung rencana tersebut,” katanya. Sebab, sambung dia, harus ada regulasi pasti dalam rencana mewujudkan Trem di Kota Bogor. Apalagi, Trem merupakan transportasi berbasis rel yang berada di atas aspal dan berada sejajar dengan kendaraan-kendaraan lain. Selain itu, tambah Dedie, harus ada kepastian pula tentang bagaimana ketentuan-ketentuan operasional Trem. “Contohnya, kalau misalnya Trem nabrak angkot siapa yang salah? Kalau sepeda nabrak Trem siapa yang salah? Semua harus jelas. Nah ini disesuaikan dengan Undang-Undang Lalu Lintas,” kata Dedie. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Eka Wardhana, sempat menyebut terkait skema pembiayaan transportasi massal berbasis rel atau Trem memang disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2019-2024. Hanya saja, kata Eka, untuk teknis ke depan masih diupayakan bagaimana skema pembiayaan Trem. Anggaran untuk pengadaan Trem sendiri diperkirakan mencapai Rp1,8 triliun. “Memang belum sampai ke teknis. Tentunya untuk hal tersebut perlu kajian-kajian, diskusi panjang kaitan dengan apa yang menjadi rencana,” pungkas Eka. (ryn/mam/py)