Kebijakan pemerintah pusat yang menghapus status tenaga kerja honorer dan mengalihkannya menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), rupanya cukup memberatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Sebab, nantinya gaji PPPK harus ditanggung sepenuhnya Pemkab Bogor. KETUA Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Usep Supratman, mengatakan, pihaknya bersama Pemkab Bogor harus menyiapkan anggaran untuk membayar gaji PPPK. Karena aturan pengalihan tenaga kerja honorer menjadi PPPK akan dilaksanakan pada 2023. “Kita harus mengikuti kebijakan pemerintah pusat itu, sehingga kita di daerah harus melakukan persiapan. Salah satunya persiapan anggaran. Apalagi jika 2023 benar dilaksanakan, di mana tenaga kerja honorer dialihkan menjadi PPPK,” kata Usep. Selain itu, ia juga meminta seleksi yang dilakukan PPPK dilaksanakan di Kabupaten Bogor. Begitu juga dengan formasi sesuai yang dibutuhkan. Sebab, Usep mengaku khawatir jika formasi PPPK diberikan pemerintah pusat tidak sesuai kebutuhan di Kabupaten Bogor. “Formasi kebutuhan pegawai harus kita yang menentukan dan disesuaikan kebutuhan di Pemkab saat ini. Lalu, kita akan panggil BKPSDM agar nanti teknisnya seperti apa,” paparnya. Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) resmi menghapus tenaga kerja honorer di instansi atau lembaga pemerintahan mulai 28 November 2023. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bogor, Irwan Purnawan, menjelaskan, dalam Surat Edaran Kemenpan RB tersebut, Pemkab Bogor sudah tak boleh mengangkat tenaga kerja honorer. Bahkan nantinya pekerja honorer akan diikutsertakan dalam tes PPPK. “Tenaga kerja honor yang ada itu diusulkan menjadi PPPK untuk diberikan kesempatan, terkecuali tenaga sekuriti, sopir dan kebersihan harus melalui pihak ketiga,” paparnya. Sedangkan untuk tenaga kerja honorer atau outsorsing yang tidak lolos tes PPPK, pihaknya akan merumuskan kebijakan baru. “Kesempatan itu hanya sampai 2023, makanya nanti kita akan rumuskan kebijakannya untuk mengantisipasi tenaga kerja honorer yang tidak lolos tes,” katanya. Irwan tak memungkiri kebijakan penghapusan tenaga honorer tersebut memang dilematis di tengah jumlah ASN di Kabupaten Bogor yang terus berkurang setiap tahunnya. Meski begitu, pihaknya hanya bisa menjalankan kebijakan tersebut. “Di satu sisi kita harus patuh pada kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat. Dengan begitu kita harus mengoptimalkan ASN yang sudah ada. Apalagi di era transformasi digital seperti ini, ASN harus ikut serta,” pungkasnya. (mam/eka/py)