METROPOLITAN.id - Pulau Gili Iyang terkenal sebagai pulau awet muda. Pulau yang berada di ujung Timur Madura, tepatnya di Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur itu banyak dihuni warga berusia seabad.
Tercatat, berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga sekitar, pada tahun 2018 saat merayakan Hari Lanjut Usia, ada 52 warga Pulau Gili Iyang yang berusia 125 tahun ke atas. Sedangkan, berusia 80-100 tahun, itu ada sebanyak 105 orang.
Lantas, bagaimana kondisi kesehatan mereka yang masih ada saat ini? Berikut rangkuman wartawan Metropolitan.id saat berkesempatan berkunjung hingga menyambangi kediaman mereka:
Pertama, kunjungan dilakukan ke kediaman wanita berusia 130 tahun bernama Ibu Milati. Wanita yang telah memiliki 5 generasi keturunan ini hidup di rumah berukuran tidak cukup besar dengan anaknya, Nadiyo yang diketahui berusia 100 tahun.
Tampak dari raut wajah, Ibu Milati memiliki kondisi yang sehat. Beliau juga masih bisa berdiri dan berjalan, namun kebanyakan menghabiskan waktu berdiam diri di kasurnya yang berukuran tidak cukup besar.
Baca Juga: Mengenal Gili Iyang, Pulau Oksigen Terbaik Kedua di Dunia yang Dihuni Warga Berusia Seabad
Sampai saat ini, pendengaran Ibu Milati masih baik, hanya orang yang ingin berkomunikasi dengannya harus menggunakan nada cukup tinggi, dan beliau berbicara hanya menggunakan bahasa Madura.
"Pendengaran masih bagus, penglihatan juga bagus, dan masih bisa jalan. Aktivitasnya seperti orang biasa, cuma lebih banyak di kamar atau kasur," kata Uwan (42), pria yang masih terikat keluarga dengan Ibu Milati.
"Ya ada sakit (faktor usia), agak lupa-lupa. Tapi masih ngenalin, ke saya juga masih kenal, saya ini yang menikah dengan cucunya," ucap Uwan usai berkomunikasi dengan Ibu Milati.
Kedua, kunjungan dilanjutkan ke kediaman Ibu Tami, wanita yang disebut berusia 150 tahun. Beliau merupakan seorang ibu dari 9 anak. Di mana, salah satu dari anaknya yang bernama Sahlan diketahui berusia diatas 100 tahun.
Tampak, kondisi Ibu Tami terlihat tengah duduk sambil makan-makanan kecil di dalam gubuk yang ada di samping rumahnya. Beliau juga diketahui menghabiskan aktivitas sehari-hari di dalam gubuk. Menariknya, gubuk ini dipasangi pembatas berupa pagar.
"Pembatas ini biar beliau gak kemana-mana. Soalnya kalau malam atau siang itu suka jalan merangkak katanya. Makanya dari pada khawatir kemana-mana akhirnya dipakai pembatas seperti ini," ucap Uwan seraya menerjemahkan perkataan dari menantu Ibu Tami.
"Makan, tidur dan sholat disini (di gubuk). Wudhu diambilin arinya. Kalau mau ke kamar mandi baru manggil cucu-cucunya. Cucu-cucunya ini kebanyakan (kerja) ngasih makan ternak," lanjut dia.