politik

Jembatan Selat Sunda Aantisipasi Kemacetan Akibat Pembangunan Tol Sumatera

Rabu, 1 Maret 2017 | 09:47 WIB

METROPOLITAN - Akibat pembangunan jalan Tol Sumatera di ruas wilayah Prov. Lampung yang kebagian sekitar 140 Km dari Pelabuhan Bakauheni, Kab. Lampung Selatan, Prov. Lampung hingga perbatasan Prov. Sumatera Selatan, diprediksi akan ada pertambahan volume lalulintas secara signifikan sehingga pasca pembangunan tol ini akan menyebabkan kemacetan luar biasa di pintu penyeberangan Pelabuhan Bakauheni.

Sementara saat ini, konektivitas Pulau Sumatera  dan Pulau Jawa hanya dilayani 5 (lima) dermaga penyeberangan di Pelabuhan Bakauheni dan Pelabuhan Merak, dari 10 (sepuluh) Pelabuhan Penyeberangan yang menjadi rencana dari Kementerian Bappenas.

"Saya sudah memprediksi hal tersebut, bayangkan saja berapa ribu kendaraan bertambah setiap hari berlalu-lalang melintasi penyeberangan Bakauheni - Merak sebagai akibat lancarnya moda tol darat Sumatera ini," kata Anggota DPD RI Perwakilan Prov.  Lampung kepada HARIAN METROPOLITAN,  Selasa,  28 Pebruari 2017.

Satu sisi Pemerintah dengan giat mengejar target pembangunan Tol Sumatera ini di tahun 2018 untuk menyambut pelaksanaan SEA GAMES 2018 di Palembang, Prov. Sumatera Selatan, di sisi lain Pemerintah belum memikirkan konsekwensi dari kehadiran tol ini di ujung Pulau Sumatera yang memungkinkan terjadinya 'BOTLLE NECK' berkilo-kilo meter nantinya.

"Ini merupakan ancaman dan malapetaka dalam sejarah perhubungan darat Indonesia, dua sisi wilayah yaitu Merak (Prov. Banten) dan Bakauheni (Prov. Lampung), akan menjadi neraka kemacetan terutama saat-saat menghadapi Hari Raya Idul Fitri dan Hari-hari besar lainnya," tegas Senator Andi Surya.

Senator Andi Surya menjelaskan bahwa dengan perkembangan signifikan sebagai imbas kehadiran Tol Sumatera mau tidak mau Pemerintah tidak cukup hanya mengandalkan 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) Pelabuhan Penyeberangan saja, karena jawaban yang paling memungkinkan adalah digagas kembali upaya untuk membangun Jembatan Selat Sunda (JSS).

Proyek JSS ini dulu pernah diajukan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kemudian,  dihentikan rencananya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Betul itu, Jokowi menghentikan JSS dengan alasan pemerataan pembangunan wilayah Barat dan Timur, dan digulirnya program Tol Laut, namun, menurut saya ini kekeliruan dalam mindset pembangunan nasional, karena untuk membangun wilayah timur 'kan tidak harus menghentikan dinamika pertumbuhan di wilayah Barat," tukasnya.

Anggota Komite IV DPD RI itu menuturkan bahwa sudah pernah menghitung biaya pembangunan JSS ini bersama Kementerian Bappenas, waktu itu dipimpin oleh Adrinov Chaniago. Biaya diprediksi sebesar Rp 200 Triliun, Pemerintah hanya mengeluarkan dana sebesar 10% saja, lainnya dibiaya oleh Konsorsium Swasta.

Saat itu Pro. Banten dan Prov. Lampung sudah menyetujui dan mengeluarkan rekomendasi, bahkan sudah dibentuk Perusahaan-perusahaan Daerah yang akan memback-up konsorsium ini.

Tokoh Pendidikan Prov.  Lampung itu menilai bahwa sepuluh persen dari APBN yang sebesar Rp 2000-an Triliun, kecil sekali sebetulnya, dan seharusnya Pemerintah Pusat bisa mewujudkan proyek ini, karena JSS ini bukan hanya menjadi impian masyarakat di Prov. Lampung dan Prov. Banten saja. Namun, merupakan aspirasi penduduk di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, yang notabene penghuni terbesar Republik ini, sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah arus lalu lintas pasca dibangunnya Tol Sumatera.

"Jika Jokowi dapat mereview ulang dan menetapkan kembali rencana mega proyek JSS ini tentu akan dicatat dalam sejarah bangsa ini sebagai sebuah mahakarya Pemerintahan Jokowi-JK," imbuh Senator Andi Surya

. (RYAN)

Tags

Terkini