Sebab, tinggi hilal di atas dua derajat menurut semua sistem hisab. Baik tadqiqi, tahqiqi maupun hisab taqribi.
“Tahun ini awal puasa Muhammadiyah, NU dan pemerintah Kemenag RI serempak 27 Mei,” terangnya.
Tak cuma potensi puasa pertama, umat muslim di Indonesia kemungkinan besar juga akan Lebaran berbarengan. Hal itu dikatakan Kepala Lapan dan Peneliti Utama IVe (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika, Thomas Djamaluddin, melalui catatan di blog pribadinya, Senin 22 Mei 2017. Menurutnya, kriteria hisab (perhitungan astronomis) yang digunakan pemerintah dan dua ormas besar (NU dan Muhammadiyah) adalah imkan rukyat (kemungkinan teramatinya hilal) dua derajat dan wujudul hilal (tinggi hilal positif).
Analisis paling cepat awal bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah katanya, adalah dengan analisis garis tanggal berbasis kriteria tersebut. Garis tanggal Ramadan menunjukkan bahwa secara hisab awal Ramadan 1438 H akan seragam jatuh pada 27 Mei 2017.
Potensi seragam juga akan terjadi pada penentuan 1 Syawal (Idul Fitri) dan 10 Dzulhijjah (Idul Adha). Garis tanggal awal Syawal pada saat matahari terbenam 24 Juni 2017 menunjukkan bahwa Indonesia berada di sebelah barat (kiri) garis tanggal Wujudul Hilal dan imkan rukyat dua derajat. Jadi disimpulkan, secara hisab awal Syawal (Idul Fitri) jatuh pada 25 Juni 2017 menurut dua kriteria tersebut.
Keseragaman juga terjadi pada penentuan awal Dzulhijjah 1438 H. Awal Dzulhijjah jatuh pada 23 Agustus 2017, sehingga Idul Adha (10 Dzulhijjah) 1438 H jatuh pada 1 September 2017. “Keseragaman seperti itu untuk Ramadan akan terjadi sampai 1442 H atau 2021 Masehi. Demikian juga keseragaman Syawal dan Dzulhijjah akan terjadi sampai 1443H/2022M,” tulisnya.
Meski diprediksi serentak pada 27 Mei mendatang, penetapan awal Ramadan digelar setelah sidang isbat. Keputusan hari pertama puasa itu akan diumumkan Menteri Agama, Lukman Hakim, Jumat (26/5) hari ini.
Sesuai jadwal, pelaksanaannya akan dimulai pukul 17:00 WIB. Sidang ini tidak hanya dihadiri ahli falak ormas-ormas Islam, tetapi juga berbagai lembaga penelitian seperti BMKG dan Lapan.
Seperti sidang isbat menjelang Ramadan tahun-tahun sebelumnya, sidang kali ini akan digunakan untuk menentukan kapankah awal puasa, apakah jatuh pada Sabtu (27/5) atau sehari setelahnya. Penentuan didasarkan pada posisi bulan, sudah di atas ufuk sebagai tanda bulan baru, ataukah belum.
Dalam sidang isbat sendiri, akan ada banyak elemen yang hadir. Selain Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, juga ada ahli falak ormas-ormas Islam, duta besar negara-negara sahabat, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), hingga Ketua Komisi VIII DPR RI.
Plt Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menyebutkan, ada harapan besar bahwa hasil sidang isbat tahun ini dapat dilaksanakan bersama oleh seluruh umat Islam Indonesia dari berbagai organisasi. Adapun sidang isbat sendiri berjalan tertutup. Barulah hasilnya disampaikan secara terbuka via konferensi pers kala sidang berakhir.
“Sidang isbat merupakan wujud kebersamaan Kementerian Agama selaku pemerintah dengan Ormas Islam dan instansi terkait dalam mengambil keputusan, yang hasilnya diharapkan dapat dilaksanakan bersama,” tutur Kamaruddin.
(cr1/b/de/feb/dit)