Seminggu lagi, tepatnya 22 Mei 2019, Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) bakal mengumumkan hasil pemilihan umum (pemilu) serentak. Termasuk menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019. Jelang pengumuman itu, mencuat ajakan pengerahan massa people power hingga seruan tolak bayar pajak dari elite politik Partai Gerindra.
Usai calon presiden (capres) 02 Prabowo Subianto menolak hasil penghitungan KPU, kini mencuat ajakan untuk tidak membayar pajak dari Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono.
Seruan itu muncul terkait tudingan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu 2019 yang telah berlangsung pada 17 April lalu.
Menurut Poyuono, sikap tidak membayar pajak sebagai bentuk penolakan pengakuan terhadap hasil resmi pemilu yang ditetapkan KPU.
”Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil pilpres 2019,” ujar Arief Poyuono melalui siaran pers.
Selain itu, Arief pun meminta partisan kubu 02 melakukan gerakan diam seribu bahasa sebagai sindiran atas pilpres yang ia sebut sarat akan kecurangan.
”Melakukan gerakan diam seribu bahasa dan tidak perlu melakukan kritik-kritik apa pun terhadap pemerintahan yang tidak konstitusional, karena dihasilkan dari pilpres yang tidak legitimate,” ujarnya.
Arief Poyuono menyatakan gerakan boikot hasil pilpres 2019 meniru apa yang pernah dilakukan Megawati Sukarnoputri saat Orde Baru berkuasa. Saat itu, imbuhnya, Megawati melakukan boikot menentang kekuasaan Presiden kedua RI Soeharto.
”Kita lakukan gerakan boikot pemerintahan hasil pilpres 2019 seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Megawati ketika melawan rezim Soeharto yang mirip dengan rezim saat ini,” ucapnya.
Ia memandang anggota legislatif Partai Gerindra dan Partai Koalisi Indonesia Adil Makmur tidak perlu ikut andil dalam pembentukan DPR untuk lima tahun ke depan. Menurutnya, itu merupakan sebuah jalan untuk tidak mengakui pemerintahan hasil pilpres 2019.
”Dengan kita menolak bayar pajak dan tidak mengakui pemerintahan yang dihasilkan pilpres 2019, dan anggota DPR RI Gerindra dan partai koalisi tidak perlu ikut membentuk DPR RI 2019-2024 adalah jalan untuk tidak mengakui pemerintahan hasil pilpres 2019,” jelasnya.
”Ini penting agar sistem demokrasi yang jujur, bersih dan adil bisa kita pertahankan,” sambungnya. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKB Daniel Johan justru merasa kasihan dengan para pendukung Prabowo.
Menurut Daniel, seruan Poyuono itu sangat berbahaya lantaran bisa membuat para pendukungnya tersangkut hukum bila tidak membayar pajak negara.
“Kan kasihan nanti yang tidak bayar pajak justru kena pasal,” kata Daniel Johan.