METROPOLITAN - Pasca pemerintah pusat secara resmi menonaktifkan jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ternyata berdampak pada peserta PBI Kota dan Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Metropolitan dari Dinas Kesehatan (Dinkes), setidaknya ada 20.108 PBI Kota Bogor yang harus gigit jari. Sebab terhitung sejak Kamis (1/8), puluhan ribu peserta PBI sudah tidak bisa lagi menikmati bantuan kesehatan dari pemerintah.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan pada Dinkes Kota Bogor Yuniarto Budi Santosa membenarkan bahwa ada 20.108 warga Kota Bogor peserta PBI BPJS yang dipastikan menjadi korban kebijakan Kementerian Sosial. Hal itu lantaran adanya sejumlah data dan ketentuan yang dinilai tidak valid berdasarkan hasil dari verifikasi tim. “Kota Bogor ada 20.108 PBI BPJS yang tidak masuk Basis Data Terpadu (BDT),” katanya.
Pria yang akrab disapa Busan itu mengungkapkan, dari 1.029.184 jumlah penduduk Kota Bogor, ada sekitar 986.017 jiwa yang sudah terdaftar BPJS yang terbagi dalam lima jenis kategori (lihat grafis).
Busan menilai tidak sinkronnya data PBI BPJS pada BDT merupakan buah masa peralihan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ke BPJS. Lemahnya pendataan dan validasi peserta digadang-gadang menjadi sumber permasalahan. “Ini semua berawal dari proses peralihan dari Jamkesmas ke BPJS. Jadi dulu itu anggota Jamkesmas langsung dimasukkan ke peserta BPJS tanpa melalui pendataan yang valid,” cetusnya.
Pihaknya juga mengakui tidak menutup kemungkinan data yang ada pada Dinas Sosial (Dinsos), selaku pemegang kebijakan pendataan peserta PBI, dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) terjadi selisih angka. “Selisih data mungkin terjadi antara Dinsos dengan Disdukcapil. Karena dinas itu yang melakukan pendataan dan validasi. Intinya kita akan validasi kembali data tersebut bersama Dinsos dan Disdukcapil. Kita akan klasifikasikan semuanya,” ujarnya.
Hal berbeda justru dilontarkan Kepala Seksi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan pada Disdukcapil Kota Bogor Mugi Lastono. Menurutnya, dari data yang diberikan Dinsos kepadanya, dari 181.105 PBI sekitar 40.000 bermasalah dan mesti dilakukan verifikasi lanjutan dan mendalam. “Dari data yang kami terima dari Dinsos, ada sekitar 40.000 PBI yang tidak terdaftar pada sistem kami. Sehingga membutuhkan verifikasi lanjutan dan analisis data,” ucapnya.
Secara umum, perbedaan data biasanya terjadi pada Kartu Keluarga dan Nomor Induk Kependudukan. Kendati Disdukcapil memiliki basis seluruh masyarakat, namun hak pendataan ada pada Dinsos Kota Bogor. “Kami hanya bertugas mencocokkan datanya. Dinsos yang memiliki hak validasi terhadap penduduk yang memang dinilai masuk kategorinya, karena mereka yang melakukan pendataan,” tegasnya.
Mugi juga merasa heran dari mana Dinsos mengantongi data tersebut. Sebab, menurutnya, hal itu menjadi persoalaan. “Memang secara umum kami yang memegang data keseluruhan masyarakat, tapi kan data itu sifatnya umum tidak khusus. Jumlah data penduduk ada di kami, tapi kami tidak tahu ada berapa jumlah penduduk yang masuk kategori pantas menerima bantuan. Kira-kira seperti itu gambarannya,” gamblangnya.
Terpisah, Kepala BPJS Kota Bogor Yerri Gerson Rumawak enggan berkomentar banyak saat Metropolitan mencoba menggali informasi dan keterangan mengenai kasus tersebut. “Saya lagi ada kegiatan di luar kantor. Soal info yang ditanyakan, kami masih menunggu arahan dari kantor pusat. Mungkin lebih tepat yang bisa klarifikasi Dinsos sebagai pemilik data. Karena kami sifatnya given,” singkatnya.
Sementara di Kabupaten Bogor sendiri, dari 1.237.091 orang yang menerima bantuan PBI dari dana APBN ada sekitar 61.514 orang yang terdampak dari keluarnya SK Mensos. Dari data tersebut, orang-orang yang dihapus haknya untuk menerima bantuan adalah orang-orang yang di luar BDT, yang merupakan khusus orang-orang fakir miskin. “Yang dinonaktifkan ada 61.514 dari 1.237.091 dan mereka ini ada di luar BDT, dan kita baru menerima hari ini (kemarin, red),” kata Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Dinsos Kabupaten Bogor Djodi Anggoronadi.
Djodi melanjutkan, langkah Dinsos selanjutnya adalah akan menyortir data yang ada ke 40 kecamatan. Lalu nantinya akan disampaikan ke tingkat kecamatan untuk menginfokan kepada warganya. “Nanti juga kita akan memverifikasi ke Disdukcapil karena ini kan yang dihapuskan itu karena ada data yang tidak lengkap ya, seperti ada Nomor Induk Kependudukan dan nomor Kartu Keluarga,” terangnya.
Ia menambahkan, nantinya jika sudah diverifikasi dan terindikasi ada orang yang ternyata miskin, maka Dinsos akan memberikan waktu untuk melengkapi datanya. “Kalau ternyata memang menurut pihak kecamatan si orang tersebut miskin, maka nanti akan kita usulkan untuk dimasukkan ke PBI APBD,” jelasnya.
Begitu juga dengan Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Erwin Suriana yang mengaku pasrah atas kebijakan tersebut. Namun, Dinkes kabupaten akan tetap memperjuangkan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang kelas. “Kalau bagi kami, Dinkes itu adalah sebuah kewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk siapa pun itu, tanpa terkecuali. Prinsipnya sih dari kami menunggu kebijakan dari pusat seperti apa. Tapi nanti harus kita kaji di bawah. Jadi Dinkes sendiri menyikapi itu siap melakukan kajian bersama instansi terkait lainnya,” tuturnya.