DINGINNYA udara Puncak masih terasa menusuk kulit. Waktu masih menunjukkan pukul 00:30 WIB, sekelompok orang tiba-tiba menerobos ke salah satu vila yang telah disewa penghuninya di Puncak. Saat itulah petugas Imigrasi memergoki wanita berdarah Maroko tengah pesta seks bersama lelaki asal Arab. Keintiman acara pun mendadak bubar.
PRIA mana yang tak terpesona oleh wanita yang mempunyai tubuh aduhai, hidung mancung, mata cokelat serta wangi yang merebak di seluruh tubuhnya. Seperti itulah wanita-wanita Maroko atau biasa disebut Magribi yang digerebek anggota dari Kantor Imigrasi Kelas I Bogor. Mereka dibubarkan saat asyik menggelar pesta seks di tiga vila berbeda yang ada di Kecamatan Cisarua.
Sebagian dari mereka ada yang menutup wajahnya dengan jaket dan sisanya ada yang menggunakan selendang karena malu wajahnya disorot kemera. “Please don’t shoot. Kenapa kalian terus foto-foto kita, kita ini bukan penjahat atau model yang perlu kalian foto,” ujar Sarah (24), wanita Maroko yang sudah lancar bahasa Indonesia.
Sedikitnya ada empat Pekerja Seks Komersial (PSK) Maroko yang ditahan pihak Imigrasi. Mereka langsung digelandang ke Kantor Imigrasi Kelas I Bogor. Di ruang sel berukuran sempit itulah mereka sementara ditahan.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Bogor Herman Lukman mengaku sudah lama mengintai para PSK tersebut. Keempatnya digerebek di lokasi berbeda, di antaranya Vila Limo Kampung Tonjong, Desa Tugu Utara, Vila Renad Kampung Ciburial, Desa Tugu Selatan, dan Vila Panca Kampung Amper, Desa Tugu Utara. “Memang saat penggerebekan mereka sedang bedua-duaan. Ada juga di satu vila terdapat dua Warga Negara Asing (WNA) dan pasangannya,” katanya.
Adalah Farah (22), Hazrah (21), Sarah (24) dan Farah (23) yang kegep tengah berdua-duaan dengan lelaki hidung belang. “Ya, mereka sedang melakukan pesta-pesta. Karena itu kita lakukan tes urine kepada mereka ketika datang di Kantor Imigrasi ini,” jelasnya.
Karena tidak dapat menunjukkan dokumen, keempat WNA Maroko ini terancam dideportasi ke negara asalnya. Sedangkan para pasangan wanita-wanita ini, menurut Herman, dilepaskan karena mempunyai dokumen lengkap. “Kalau sampai mereka tidak bisa menunjukkan dokumen-dokumennya, mereka harus dideportasi dan itu memang aturannya. Kalau untuk prianya, mereka bisa menunjukkan dokumennya,” tuturnya.
Sementara dengan wajah memelas, PSK yang ditahan tersebut minta dibebaskan. Mereka beralasan mengantongi paspor dan visa. “Saya tidak tahu kenapa saya harus ditahan, padahal saya punya paspor. Tetapi paspornya ada di teman saya dan ada di vila tempat saya tinggal,” kata Sarah.
Ia beralasan bahwa lelaki yang kegep berduaan di kamar vila tersebut merupakan pacarnya. Terpisah, Kepala Divisi Keimigrasian Jawa Barat Sukma Murni Sinulingga mengungkapkan, penangkapan sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) karena yang bersangkutan tak dapat menunjukkan dokumen. Sukma mengatakan, Bogor menjadi wilayah paling banyak kasus imigran di Jawa Barat. Pengamanan WNA asal Maroko bukan kali pertama. “Bandung dan Sukabumi kurang, hanya di Bogor saja kita belum bisa menyimpulkan kenapa. Nggak hanya bisa duga-duga. Kalau dipikir-pikir, Maroko juga bukan negara miskin,” ungkapnya.
Selain di Bogor, Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengamankan 28 WNA dari sejumlah negara. Total ada 32 WNA yang ditahan, baik di Jakarta maupun Bogor. “Kita berhasil mengamankan 32 perempuan yang terdiri dari berbagai WNA,” ucap Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkumham Yurod Saleh.
Menurut Yurod, mereka diamankan dari sejumlah tempat hiburan di Jakarta maupun di Bogor. Mereka yang diamankan berusia 21 sampai 38 tahun. Diduga mereka merupakan PSK. “Dapat diduga mereka sebagai PSK,” ungkap dia.
Di antaranya lima orang dari Kazakhstan, lima orang dari Uzbekistan, sebelas orang dari Vietnam, lima orang dari Maroko, satu orang dari Rusia dan lima orang dari Tiongkok. “Dari penangkapan tersebut, petugas menyita barang bukti berupa 25 buah paspor, uang sebesar Rp5 juta, alat kontrasepsi, handphone, tas dan dompet berisi kuitansi bukti pembayaran,” tandasnya.
Ke-32 WNA itu diduga melakukan pelanggaran keimigrasian sebagaimana diatur Pasal 116 dan 122 huruf a Undang-Undang Keimigrasian.
(mam/c/feb/run)