Pagi itu sejumlah kernet sudah sibuk mencari penumpang di Terminal Baranangsiang. Terlihat antrean bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) berbagai jurusan memenuhi ruang terminal. Beberapa penumpang sudah bosan menunggu keberangkatan bus.
Usut punya usut, para pengelola bus rupanya sengaja mengetem lama karena ada uang pelicin alias setoran yang diberikan pada petugas dinas perhubungan (dishub).
Terik matahari tidak membuat orang lelah beraktivitas di Terminal Baranangsiang. Meskipun kondisinya kumuh, banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari terminal itu.
Nandi salah satunya. Kernet bus jurusan Bogor-Jakarta itu juga setiap harinya mengais rezeki di terminal. Mencari penumpang dan menunggunya sampai bus terisi penuh sudah jadi kerjaan sehari-hari. Bahkan, tiap bus juga harus mengantre dapat giliran mengambil penumpang.
“Ya kita mah begini saja dulu. Nunggu giliran sampai yang depan penuh,” ujar Nandi dalam bus yang posisinya ada di antrean kedua dari gerbang Terminal Baranangsiang.
Sambil menunggu, Nandi pun bercerita keluh kesahnya yang terpaksa harus berjam-jam di terminal. Rupanya banyak PO bus yang mengeluhkan soal jumlah penumpang yang makin sedikit.
Tak heran jika akhirnya sopir bus rela berlama-lama menunggu penumpang lainnya berdatangan. “Aturannya sih nggak boleh ngetem lama-lama, tetapi kalau nggak gitu mana dapat penumpang. Bisa rugi kita,” kata Nandi.
Karena itulah Nandi pun membeberkan bahwa banyak PO bus yang akhirnya merogoh koceknya agar bisa diizinkan mengetem lebih lama. Istilahnya uang rokok. Ya duit itu biasanya diberikan ke petugas yang berjaga di terminal.
“Ya itu mah uang rokok saja biar petugas dishub yang ngatur pemberangkatan nggak rewel,” kata dia.
Tak lama berbincang dengan Nandi, seorang kernet dan sopir bus yang baru masuk pun mendekati. Rasa lelah terpancar dari sopir yang sepertinya terlihat ngantuk. Ia pun langsung bersandar di bawah pohon.
“Nunggu dua bus lagi memang cukup lama, bisa tiduran dulu sampai maju busnya. Karena ngetem pun kita bisa lebih lama sambil nunggu bus penuh,” paparnya.
Informasi yang dihimpun Harian Metropolitan, setiap bus seharusnya diberi tenggat waktu mengetem sekitar 30 menit. Namun, kenyataannya bus-bus itu mengetem hingga menghabiskan waktu satu jam. Dua kali lipat dari waktu yang disepakati dengan dishub.
Soal itu, Nandi menjawab enteng. “Ya kita juga paham lah ngasih mereka untuk beli rokok, karena kita juga di sini cari rezeki,” katanya.
Biasanya duit yang diberikan berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Ini diberikan pada petugas dishub yang mengatur pemberangkatan. Bahkan pratik pungutan liar (pungli) tidak hanya dilakukan bus AKDP, Namun menurut Nandi, bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) pun melakukan hal sama.