Minggu, 21 Desember 2025

Ulama Bogor Tolak Sertifikasi

- Senin, 6 Februari 2017 | 09:32 WIB

METROPOLITAN – Wacana setiap ulama yang diharuskan mengikuti sertifikasi sebelum melakukan dakwah dan ceramah dihadapan umat, membuat sejumlah ulama di Bogor an­gkat bicara.

Humas DPD HTI Kota Bogor Ismail Azzam menyayangkan adanya wacana tersebut. Sebab, dianggap dapat menutup informasi yang akan diberikan kepada umat muslim melalui dakwah atau ceramah. Selain itu juga tidak semua ula­ma mendapatkan sertifikasi. “Memang wacana ini sudah dirapatkan dua hari lalu dan kita mengikutinya sejak rapat awal,” ujarnya saat dihubungi Metropolitan. Dengan wacana sertifikasi tersebut, menurutnya, seperti bagian rencana dari pemerintah yang tidak mau keburukannya diketahui masyarakat, sehingga pemerintah pusat pun melakukan hal tersebut. “Iya, seharusnya tidak seperti itu, malah seharusnya syiar Islam ini lebih dipermudah sehingga masyarakat pun lebih meyakini keyakinannya,” terangnya. Karena itu pihaknya akan melakukan langkah-langkah untuk menolak adanya sertifkasi ulama tersebut. Termasuk mengadukannya ke DPR RI. “Ini pasti ada dampak buruk, karena syiar Islamnya seperti dibatasi kementerian agama,” paparnya. Hal senada diungkapkan Wakil Ketua MUI Kota Bogor Ius Khaerunisa. Menurutnya sertifikasi ulama tersebut bisa dilakukan kepada ulama di bidang akademik. Namun, berbeda dengan ulama yang selalu syiar Islam dari masjid ke masjid. Sebab, ulama tersebut syiarnya menggunakan sosial dan budaya sehingga sulit dilakukan sertifikasi. “Kalau ulama yang biasa syiar ke masjid-masjid tidak bisa dilakukan sertifikasi, sebab cara yang digunakannya untuk berdakwah berbeda karena mereka menggunakan cara sosial dan budaya,” katanya. Jika sertifikasi ulama ini benar direalisasikan, dampaknya akan terkena langsung pada masyarakat. “Ya jelas jika ulama-ulama yang sering berdakwah dari masjid ke masjid belum tentu iya bisa melewatinya. Maka dari itu sertifikasi ulama hanya bisa dilakukan kepada ulama-ulama akademik,” jelasnya. Sementara itu, Ketua Muhammadiyah Kota Bogor Didin Saefudin Bukhori menjelaskan, dirinya kurang sepakat jika ada sertifikasi ulama yang biasa ceramah. Ia justru mempertanyakan lembaga apa yang nantinya akan melakukan sertifikasi ulama. Ia juga menanyakan apakah lembaga tersebut mempunyai hak dan kewenangan untuk melakukan sertifikasi ulama. “Lebih serahkan saja kepada MUI yang berkaitan dengan ulama dan DAI,” tegasnya. Menurutnya, pemerintah hanya bertugas mengayomi para ulama dan DAI yang berbuat baik pada masyarakat melalui kegiatan amar maruf, nahi mungkar. Sehingga, tidak perlu ada kecurigaan, apalagi tekanan. Pemerintah dengan para alim ulama tidak boleh diadu domba. “Dua-duanya ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi itu adalah tugas kita yang menjaganya,” katanya. Jika wacana tersebut direalisasikan, menurutnya jangan hanya dilakukan sertifikasinya saja, namun diberikan pembekalan kepada para ulama. Sehingga, para ulama pun kualitasnya meningkat dan dapat mencerdaskan masyarakat dengan ceramah atau dakwah yang diberikannya. “Seharusnya seperti itu, jangan hanya sertifikasinya saja,” jelasnya. Sementara itu, perwakilan DPRD Kabupaten Bogor Dedi Aroza mempertanyakan terkait wacana sertifikasi yang akan dilakukan kepada para ulama. Sebab jika wacana itu benar terjadi, siapa yang berhak disertifikasi dan maksud dari sertifikasi itu apa. “Siapa yang disertifikasi? Kalau khotib salat Jumat yang sudah tersertifikasi tidak bisa hadir lalu digantikan oleh orang lain apakah boleh?” kata Dedi. Menurut dia, wacana ini hanya sebatas mengada-ada. Sebab, selama ini tidak ada aturan para ulama memberikan ceramah harus tersertifikasi. “Ini ceramah yang tujuannya untuk kebaikan, masa harus diatur segala. Undang-undang sejauh ini belum mengatur hal tersebut. Saya sangat menyayangkan dengan wacana ini,” ucapnya. Dirinya menambahkan, setiap lembaga dakwah tentu sudah mempunyai standar tersendiri untuk para penceramah. Dengan dasar itu, ia meminta secepatnya persoalan ini diklarifikasi. Sebab, jangan sampai wacana ini dibuat karena berkaitan dengan persoalan yang sekarang tengah ramai diperbincangkan. “Harus ada klarifikasi. Lalu di mana khotbah yang menjelek-jelekan?” terangnya.

(rez/mam/c/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X