METROPOLITAN - Pencurian tanaman obat-obatan di Kebun Raya Bogor (KRB) marak terjadi. Ini pula yang dikeluhkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pengelola tanaman.
Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) KRB Didik Widyatmoko mengatakan, keberadaan tanaman obat itu penting bagi LIPI untuk kepentingan penelitian. “Pencurian (tanaman obat, red) ini terjadi di semua kebun raya milik LIPI. Ya di (kebun raya) Bogor, Cibodas, Purwodadi dan Bali,” kata Didik.
Kebanyakan tanaman yang sering dicuri adalah yang sudah dikenali khasiatnya oleh masyarakat, seperti pasak bumi dan kumis kucing. Yakni tanaman perdu yang ukurannya kecil sehingga mudah dimasukkan ke tas.
Menurut Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI Enny Sudarmonowati, pemberian informasi tentang tanaman obat-obatan yang ditanam justru memicu pencurian. Padahal, tanaman-tanaman tersebut ada di KRB untuk keperluan penelitian.
“Kami mengalami dilema sebenarnya. Di satu sisi kebun raya itu harus dijalankan lima pilar yang salah satunya pendidikan lingkungan. Sengaja kita taruh informasi tanaman, khasiatnya apa, statusnya apa, tetapi itu malah diambil,” ujar Enny.
Kondisi ini, menurut dia, sangat berbeda dengan kebun raya-kebun raya di negara-negara maju, di mana pengunjungnya sudah paham tujuan dari kebun raya itu sendiri. Jadi, tidak ada pencurian seperti itu. “Kalau di Indonesia belum seperti itu,” tuturnya.
Pendidikan lingkungan bagi masyarakat, menurutnya, jadi satu-satunya kunci menyadarkan masyarakat untuk tidak lagi melakukan pencurian tanaman di area KRB.
Pencurian koleksi tanaman obat-obatan di KRB ini juga menjadi sorotan dari para anggota dewan yang melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kebun Raya Eka Karya di Bali, Jumat (18/2).
Mereka meminta LIPI meneliti lebih lanjut khasiat-khasiat tanaman obat yang sering dicuri tersebut serta membudidayakannya, sehingga masyarakat juga bisa memilikinya tanpa harus mencurinya lagi. “Lebih baik masyarakat menanamnya sendiri,” tandasnya.
(an/feb/run)