METROPOLITAN - Revisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/ Light Rail Transit (LRT) Terintergrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi tinggal menunggu teken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam draft tersebut juga diusulkan besaran tarif LRT.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan,draft revisi Perpres LRT Jabodetabek akan segera dikirim ke presiden dan ditargetkan minggu depan sudah selesai.
Dalam perpres juga disebutkan tarif LRT yang diusulkan antara Rp12.000 atau Rp10.000.
“Sudah selesai, beres sudah ketemu formatnya tinggal lapor presiden. Apakah kita pakai opsi ongkos Rp12.000 atau ongkos Rp10.000 tarifnya” kata Luhut.
Ia menyatakan, draft revisi Perpres Nomor 65 tahun 2016 itu sudah mendapat persetujuan dari pemangku kepentingan terkait. Revisi itu juga menyangkut tambahan skema pendanaan. Kedua skema tersebut adalah melalui APBN ataupun pendanaan dari luar.
PT KAI (Persero) rencananya akan bertindak sebagai investor pada proyek ini melalui anggaran penyertaan modal negara. Hanya saja, Luhut belum dapat menjelaskan lebih detail mengenai nilai yang akan dikucurkan.
“Angkanya tadi berubah karena bergantung dari bunga bank, kemudian jumlah penumpang. Kemudian besaran subsidi,” jelasnya.
Penambahan skema pembiayaan dibutuhkan karena dana APBN untuk proyek ini tidak dapat terpenuhi seperti yang diamanatkan dalam perpres. Dengan suntikan pendanaan ini diharapkan proyek LRT dapat berjalan dan selesai dioperasikan sesuai target yakni pada 2019.
Sekadar catatan, kebutuhan dana untuk pembangunan proyek LRT ini mencapai Rp23 triliun. Saat ini PMN dari dua BUMN yakni Adi Karya dan PT KAI jumlahnya Rp3,4 triliun. Untuk dapat menjalankan proyek, dibutuhkan lagi setidaknya Rp5,6 triliun tambahan dana PMN untuk PT KAI. Untuk itu perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara itu, sisa pendanaan akan didapatkan melalui indikasi bank-bank BUMN yang dijamin PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Pengajuan PMN itu akan diusulkan dalam APBN-P atau APBN tahun 2018. “Prinsipnya tergantung keuangan negara. Kalau peluang keuangan ada kita berharap dari 2017,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemhub) Sugihardjo.
Sugihardjo mengatakan, walau terjadi revisi payung hukum namun Adhi Karya tetap bertugas sebagai kontraktor. Sebagai investor, PT KAI akan menyediakan dana dalam rangka pembangunan sarana dan prasarana untuk pengoperasiannya.
PT KAI akan diberikan masa konsesi dan pemberian subsidi selama 12 tahun. “Nah subsidi ini opsi sumber dananya bisa dari APBN atau APBD Pemprov DKI Jakarta,” tandasnya.
(kps/feb/dit)