SABAR menurut dokter Ibrahim Anis dalam kamus Al-Wasit sebagai keteguhan hati dan ketegaran-ketegaran dalam menghadapi sesuatu. Wahbah Al-Zuhaili dalam kitabnya AI-fikhu AI-Islamiyu, Waadillatuhu, pada jilid dua mengungkapkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam saum di antaranya adalah kesabaran dalam mengendalikan hawa nafsu yang merupakan jihad akbar dan kesabaran ini pulalah yang menjadi ciri khas ibadah saum. Allah SWT berkenan melipatgandakan pahala bagi orang yang memiliki perilaku sabar, Allah SWT berfirman yang artinya;... orang yang bersabar itu akan dilipatgandakan pahalanya secara tak terhingga. ”(QS Azzumar : 10)
Kesabaran yang dihasilkan dari ibadah saum tersebut seharusnya dapat menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia, karena aktivitas yang dilakukannya memerlukan kesabaran. Di dalam Alquran banyak sekali terminalogi yang mengindikasikan makna kepada kesabaran atau dengan menggunakan ragam bahasa sabar, Allah menyebut dalam Alquran kata-kata tersebut sampai 90 kali. Ini menunjukkan betapa pentingnya arti sabar dalam menemani aktivitas hidup manusia.
Perintah sabar dalam Alquran dikaitkan dalam berbagai konteks di antaranya :
- dikaitkan dengan janji datangnya pertolongan Allah (QS : 8 : 5)
- dikaitkan dengan ujian/cobaan (QS : 25 : 30 : QS : 31 : 17)
- dikaitkan dengan upaya menegakkan ”kalimat Allah” (jihad) (QS : 16 : 110)
- dikaitkan di negara upaya meraih rida Allah dan kemampuan menegakkan kewajiban (QS : 13 : 22 )
- dikaitkan dengan janji kesejahteraan (QS : 13 : 24)
Kesabaran yang dibina dalam ibadah saum Ramadan juga terlihat dari perilaku Ramadan
Berbeda dengan ibadah yang lainnya, salat misalnya terlihat jelas gerakannya dari mulai takbir, ruku, i’tidal sampai salamnya, terlihat dan terdengar oleh yang lain.
Zakat, misalnya terlihat ketika muzaki menghitung uang yang dimilikinya, memberikannya kepada mustahiq dan lain sebagainya, ada benda yang dikeluarkan oleh muzaki tersebut. Haji, betapa ketika orang mau pergi haji, jangankan ketika pulangnya, sebelum berangkatpun ada syukuran terlebih dahulu, ketika berangkat diantar oleh sanak saudara bahkan tetangga, terlihat betul betapa ibadah haji, zakat dan shalat ini adalah ibadah yang sangat terbuka peluang pelakunya untuk berlaku ria, sum’ah (ingin di dengar orang lain), Uzub dan takabur (sombong).
Rasulullah SAW adalah hamba Allah yang sangat luar biasa kesabarannya, pernah ketika beliau hijrah ke thaif untuk menyelamatkan dakwah Islam, rasul tidak disambut dengan hiruk-pikuknya penerimaan, tidak disambut dengan tepuk tangan dan uluran tangan, tetapi, ketika Rasulullah sampai ke thaif justru disongsong dengan lemparan batu, apakah Rasul marah? Subhanallah, Rasul tidak mengeluarkan cacian, apalagi makian kepada orang thaif, sampai kepala Rasul berdarah terkena lemparan batu. Ketika malaikat jibril menawarkan bantuan untuk membalas sakitnya Rasulullah, Rasul hanya mengeluarkan hanya mengeluarkan utaian doa ” ... Allahumma Ihdi Qaumi Fainnahum laa Ya’lamun ” ( Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui ”... ).
Betapa Rasulullah sangat luar biasa kesabarannya dan ini adalah buah dari ibdaha yang dikerjakannya
Bisakah kita bersabar? Tentu kadang kesabaran itu berbeda-beda. Nampaknya untuk bisa bersabar perlu latihan dan perlu belajar dari pengalaman orang lain. Yang pasti Allah SWT tidak akan membebani manusia di luar kemampuannya untuk memikul beban itu.
Iman yang kokoh dan ketakwaan yang terbina adalah sarana bekal hidup menghadapi segala ujian yang terburuk sekalipun. Karena itu berpikir positif bisa dimulai dengan ”ketika Allah menguji sisi tertentu orang yang beriman, masih adakah nikmat Allah yang lain yang bisa kita rasakan?”
Semoga kita tidak keliru memahami arti sabar, hingga kita membiarkan yang malas, yang salah, yang menyimpang dan yang apatis terhadap kebenaran. Ini artinya kita berhak marah ketika menghadapi kemungkaran dan kebatilan, namun demikian menjadi orang yang pemaaf jauh lebih baik dan lebih terpuji.
(*)