RAMADAN tiba. Kedipan lampu senter penjaga vila tak tampak seperti hari-hari biasa. Tidak ada aktivitas mencolok di lokalisasi Gang Semen, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung. Sudah dua hari ini aktivitas di Gang Semen meredup. Para Pekerja Seks Komersial (PSK) memilih pulang kampung di minggu pertama puasa.
RUMAH-rumah wisma yang berjajar di sepanjang Gang Semen terlihat sepi. Jika biasanya penjaga vila sudah siap-siap di depan gang menuju kawasan lokalisasi, lain halnya dengan pemandangan malam pertama di bulan puasa.
Salah seorang penjaga vila yang menyambi calo PSK, Jaka menuturkan, aktivitas di Gang Semen akan tutup satu minggu. Selanjutnya kegiatan di sana akan kembali normal. Bedanya, selama puasa ini setiap calo PSK akan menunggu di Gang Semen, bukan di depan pintu masuk lokalikasi. “Ini mah cuma tutup sementara saja. Bulan puasa juga masih buka, karena ada saja tamu yang datang. Biasanya sih yang sudah pelanggan tetap,” ungkap Jaka.
Meski begitu, jumlah pelanggan di Gang Semen tak sebanyak hari-hari biasa. Ini pula yang membuat banyak PSK memilih pulang kampung. Sebagian dari mereka ada yang beralih membuka usaha. “Macam-macam sih, ada yang jadi penjual online, penjual kue Lebaran, sama buka warung nasi di kampung,” kata lelaki yang juga pengawal PSK lebih dari 10 tahun.
Karena sepi pelanggan, Jaka pun mau tak mau terkena imbasnya hingga ia harus mencari tambahan penghasilan di luar jadi calo dan bodyguard PSK. “Ya duit yang ada buat modal usaha saja jualan nasi bareng istri,” terangnya.
Bukan cuma Jaka, nasib berkurangnya pelanggan juga dirasakan Henny (22), wanita asal Cianjur yang sehari-hari jadi si kupu-kupu malam menemani pria hidung belang. Bahkan, penurunan ini sudah dirasakannya sejak sepekan jelang puasa. Ini ditambah dengan adanya penutupan Gang Semen seminggu ke depan. “Biasanya sehari bisa temani lima sampai enam tamu. Tetapi seminggu ini paling banyak tiga atau dua orang saja,” kata Henny.
Dengan tarif Rp300 ribu sekali ‘main’, Henny mengaku uang tersebut harus dibagi tiga untuk ‘mami’ dan calo. Jadi masing-masing hanya mengantongi Rp100 ribu dari satu pelanggan. Jika puasa, kebanyakan ia melayani kalangan pekerja atau mahasiswa. “Kebanyakan dari luar Bogor yang datangnya dan ada juga yang datangnya di siang hari. Tetapi biasanya itu langganan tetap,” terangnya.
Untuk menutupi kebutuhannya selama bulan puasa, Henny juga mengaku ikut bisnis online. Hal serupa dilakukan teman-temannya yang lain yang memulai usaha dengan menjual kue-kue atau sepatu dan sandal.
Henny berharap seminggu setelah puasa aktivitas di Gang Semen kembali normal seperti biasanya. Sehingga, dirinya mempunyai pendapatan cukup besar kembali serta mampu melayani tamu hingga enam orang semalam. “Apalagi sekarang sudah mau puasa dan Lebaran jadi butuh uang banyak, minimal bisa bawa bekal ke rumah,” katanya.
Jika dibanding hari biasa, Gang Semen jauh lebih ramai. Bahkan ketika masuk Gang Semen, setiap pelanggannya sudah disuguhui wanita yang akan menampung nafsu birahi. Setiap tamu akan diberi kesempatan memilih wanita yang akan menemaninya selama beberapa jam ke depan.
Pemilihan wanita ini dilakukan dalam mobil. Dengan cahaya lampu seadanya, sejumlah wanita yang sedang mengisap tembakau itu terlihat cantik dengan bibir merah merona dan alis tebal. Dalam satu mobil Avanza hitam tersebut, setidaknya diisi lima wanita. Setiap calo biasanya akan mengajak pelanggannya ke mobil untuk memilih para wanita lainnya.
Tak hanya itu, suasana remang-remang dan pemandangan kamar melati di kanan-kiri juga biasanya menyambut setiap tamu yang datang ke Gang Semen sembari dituntun calo yang telah menawarkan jasanya. Para tamu pun akan diberi pilihan menggunakan kamar mulai dari harga Rp100 ribu hingga Rp150 ribu.
(mam/d/feb/run)