METROPOLITAN - Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), terpaksa harus berurusan dengan masalah hukum. Hobinya membuat video blog alias vlog justru membuatnya harus dipolisikan karena dituduh menyebarkan ujaran kebencian. Adalah Muhammad Hidayat, lelaki yang rupanya lebih dulu menjadi ter ujaran kebencian ini tiba-tiba memolisikan putra Jokowi. sangka dalam kasus tuduhanNamun, pelapor akun Youtube Kaesang itu enggan memenuhi undangan Polresta Bekasi untuk dimintai keterangan.
Kapolresta Bekasi Kombes Pol Hero Henriato Bachtiar mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat undangan kepada pelapor Kaesang. “Beliau meminta ada surat panggilan, ya kita kirim. Tinggal tunggu bisanya kapan,” kata Hero di kantor Polresta Bekasi, Rabu (5/7).
Surat panggilan, jelas Hero, untuk meminta keterangan lanjutan atas laporan yang telah dilayangkan pelapor dan meminta kejelasan tayangan mana saja yang dinilai mengandung unsur ujaran kebencian. “Ya secepatnya, kita bisa meminta keterangan dari pelapor ini,” kata Hero.
Kaesang dipolisikan karena mengunggah video dengan ucapan, “Mengadu-adu domba dan mengafir-kafirkan, tidak mau mengingatkan, padahal sesama muslim karena perbedaan dalam memilih pemimpin. Apaan coba? Dasar ndeso”. Kaesang dilaporkan dengan nomor polisi: LP/1049/K/VI/2017/Restro Bekasi Kota.
Sementara Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komsiaris Besar Polisi Agro Yuwono menyatakan bahwa M Hidayat menjadi tersangka dugaan ujaran kebencian. “Iya, informasinya seperti itu. Dia (M Hidayat, red) pernah dilaporkan terkait ujaran kebencian,” kata Argo.
Argo mengungkapkan, Hidayat menjadi tersangka ujaran kebencian melalui rekaman video terhadap Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan terkait aksi ‘411’.
Hanya saja penyidik menangguhkan penahanan Hidayat sebagai tersangka karena alasan subjektif penyidik kepolisian seperti tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. “Tapi kasusnya masih lanjut,” ujar Argo.
Terpisah, pelapor Kaesang Pangarep, Muhammad Hidayat (MH), mengaku melakukan pelaporan itu sebagai bentuk kepedulian sebagai warga negara yang ingin berkontribusi kebaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Khususnya terkait proses penegakan hukum yang berkeadilan.
“Jadi saya selaku warga negara merindukan adanya proses penegakan hukum di Indonesia ini, tempat saya dilahirkan. Kakek nenek saya juga sampai meninggal juga di Tanah Air ini. Itu menjadi sebuah negeri yang keadilannya ditegakkan,” katanya pada sejumlah wartawan, Rabu (5/7).
Hidayat merasa bahwa apa yang menjadi guyonan atau fakta hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas, terjadi. Ia pun menyatakan membenci ungkapan itu. “Bahwa tidak boleh terjadi di mana penegakan hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah. Sehingga orang-orang yang memiliki akses kekuasaan itu sulit tersentuh hukum. Itu tidak boleh terjadi,” tandasnya.
(*/feb/run)