Endang Iriawan, sopir ojek online sekaligus pemilik pondok pesantren di Ciomas menikmati pekerjaannya. Bahkan, ia cenderung menutupi soal kepemilikan ponpes saat tengah melayani orderan penumpang. Jika sebelumnya sebagai mekanik ia merasa waktunya terbatas mengurus pesantren, beda halnya dengan sopir ojek online.
Endang mengaku setelah bergabung perusahaan ojek online, ia bertemu dengan rekan sesama sopir dan bahkan customer yang peduli. Meski, awalnya banyak yang tidak percaya karena penampilan Endang jauh dari kesan ustadz.
“Orang tidak ada yang menyangka saya ketua pembina pondok pesantren. Tapi kalau saudara-saudara ke sana, melihat santri cium tangan sama saya, baru percaya,” katanya.
Setiap harinya, penghasilan yang ia dapatkan selalu ia bagi menjadi empat. Sebagian untuk menghidupi santri-santrinya, untuk keluarga, membayar kontrakan dan satu lagi untuk diri sendiri.
“Selalu saya bagi. Kan saya juga punya keluarga, punya anak yang saya sekolahkan di pondok pesantren di luar kota, dan rumah saya masih ngontrak. Belum untuk saya, untuk beli bensin, service motor dan lainnya,” jelas Endang.
Ia juga memberikan uang saku kepada para santri sebesar Rp 5 ribu. Sebab, para santri ini sebenarnya juga dilarang untuk keluar dari pondok tanpa izin.
“Makanya kalau saya datang, tukang jajanan pasti habis. Tukang bakso, di sana satu mangkok masih Rp 2 ribu, masuk gerobak pulangnya kosong. Bakwan juga, pokoknya kalau saya datang tukang-tukang dagang pasti udah bolak-balik,” ucapnya.
Namun menurutnya, kebutuhan yang begitu besar tersebut tidak lah sulit untuk dipenuhi. Sebab, ia percaya rezeki dari Tuhan memang tidak akan pernah salah.
“Memang tidak masuk di akal. Tapi memang begitu adanya. Padahal motor saya sudah dari tahun 2002, tapi mengapa customer selalu bilang bapaknya oke, bapaknya mantep, dan berikan uang tip? Ngobrol di jalan juga kadang enggak. Nah, itu makanya kadang-kadang rezeki memang beda-beda,” ungkapnya