Enen Cahyati bernasib malang. Pertemuannya dengan Bilal Abdul Fateen, bekas napi Gunungsindur Bogor, malah membawa petaka dalam hidupnya. Enen bukan hanya disiksa, tapi juga dibunuh hingga mayatnya ditemukan membusuk di sebuah kamar hotel.
Enen Cahyati tewas di tangan suaminya, seorang warga negara AS, di Phnom Penh, Kamboja. Menurut saksi, Enen dan suaminya telah menyewa kamar hotel sejak 19 Maret 2018. Namun pada 25 Maret, polisi menemukannya dalam kondisi membusuk di kamar.
Kementerian Luar Negeri RI telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan rumah sakit di Kamboja untuk mengetahui penyebab kematian Enen. "KBRI berkoordinasi dengan rumah sakit untuk mengetahui hasil visum yang diperkirakan masih akan membutuhkan waktu," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan BHI Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal.
Iqbal juga menegaskan, KBRI Pnohm Penh akan terus mengawal kasus meninggalnya Enen ini hingga tuntas. "KBRI juga mengawal proses hukumnya untuk pastikan terduga pelaku serta motif pembunuhan," katanya. Selain itu, Iqbal juuga mengatakan, pihak Kementerian Luar Negeri telah bertemu dengan keluarga Enen di Jagakarasa, Jaskarta Selatan. "Pada tanggal 26 Maret 2018, Kemlu sudah bertemu dengan ibu dan kakak almarhumah di Jagakarsa, Jakarta Selatan," katanya.
Dilansir dari Nokor Thom Daily, Enen disebut sebelumnya menginap di Hometown Suite Hotel di Kamboja tersebut bersama seorang laki-laki berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS) bernama Bilal Abdul Fateen. Mereka diketahui menginap di hotel itu sejak 19 Maret 2018, kemudian mayat Enen ditemukan pada 25 Maret 2018. Selama enam hari, kemungkinan jasad itu membusuk dalam kamar. Penemuan mayat Enen berawal dari kecurigaan staf hotel yang mencium bau busuk dari kamar itu. Kemudian mereka mendobrak pintu kamar dan menemukan Enen yang telah tewas. Mereka kemudian menghubungi polisi. Sedangkan keberadaan Bilal tengah dicari polisi.
Menurut putri korban, Insya Maulida (25), Bilal adalah suami siri ibunya. Pertemuan keduanya berawal dari sebuah situs pencari jodoh. Ketika itu di 2014, keduanya bertemu melalui situs muslima.com. Keduanya akhirnya janjian bertemu di Hotel Ibiss di Sarinah.
Saat pertemuan awal, Bilal sudah berani mengajak ibunya menikah. Namun ketika itu Enen menolak. Singkat cerita, setelah pertemuan itu tak ada komunikasi antara keduanya. Hingga pada 2015, Enen kembali dihubungi Bilal. "Dia bilang katanya lagi di Polsek daerah Thamrin, minta tolong. Mama saya mengurus dia dipenjara selama 3 tahun, dia divonis 7 tahun, akhirnya dapat pembebasan bersyarat tahun kemarin," kata Insya.
Enen dan Bilal lalu menikah pada 2015 di penjara Salemba. Menurutnya saat itu pernikahan tersebut dilakukan dengan cara siri. Insya menduga, pernikahan itu hanya akal-akalan Bilal agar bisa bebas. "Mungkin si Bilal udah cari informasi, kalau dia mau dapat pembebasan bersyarat dia harus nikah dengan orang sini,” kata Insya.
Ia sendiri mengaku tak habis pikir kenapa ibunya mau menikah dengan Bilal. Lelaki yang dikenal tempramen dan kerap menyiksa ibunya. “Soalnya di depan keluarga saja dia berani mukulin mama saya. Ada yang pernah melihat di Blok M, mamah saya lagi diseret-seret," kata Insya. "Cuma mamah saya itu bagaimana ya, otaknya dicuci atau memang diancam," lanjutnya.
Insya mengatakan, ibunya dipaksa Bilal untuk ikut ke Kamboja dan beberapa negara. Saat itu, berdasarkan pengakuan Bilal, kepergiannya ke Kamboja untuk keperluan bisnis. "Dia tuh mau ke Kamboja, Singapura, sama Malaysia kata Mama saya. Makanya kalau mau nyari dia paling kalau nggak ke Singapura, ya ke Malaysia. Karena emang yang negara tujuan dia tiga negara itu," tandasnya.
(de/kmp/feb/run)