Mulya Diva
Rossa Amelia (14) murid SMP PGRI Gunungpicung ini terus melangkah menapakkan kakinya demi meraih cita-cita tinggi. Setiap harinya, Rossa harus menyeberangi Sungai Cigamea melewati jembatan sepanjang 24 meter. Ya, jalan itu jadi akses warga beraktivitas. “Takut sih, apalagi kalau hujan. Airnya kan deras sekali, terus jembatannya bunyi kreeek..krek.. gitu,” kata Rossa.
Bila dilihat, jembatan bambu itu hanya diikat seutas tali. Cukup ekstrem memang. Namun, Rossa mengaku tak punya pilihan lain karena jembatan itu menjadi pemisah Desa Gunungsari dan Desa Gunungpicung. “Kalau mau ke sekolah ya harus lewat situ,” akunya dengan nada pasrah.
Warga Kampung Wangunjaya ini menjelaskan, sejak SD, jembatan bambu itu sudah ada. Namun hingga SMP, jembatan itu masih berdiri. Ia berharap pemerintah memedulikan jembatan bambu itu. "Jembatan bambu itu dari lahir saya sudah ada hingga saat ini. Apalagi kalau jembatan itu direnovasi, saya suka turun ke kali buka sepatu demi ke sekolah," ujar Rossa, di lokasi.
Hal senada dikatakan Siti Neng Neni (14) murid MTs Nurul Amal. Menurutnya, jembatan itu jadi pilihan karena tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk berangkat sekolah. “Kalau naik ojek kan lumayan, sampai Rp10 ribu,” ujarnya.
Sementara Sekretaris Desa Gunungpicung Pibda mengatakan, jembatan bambu di Kampung Wangunjaya itu setiap tahunnya sudah kita ajukan. Namun, hingga kini belum ada info lanjutnya. "Jembatan itu anggaran Rp2,5 miliar karena itu masuk dua desa. Permasalahannya hingga kini, gimana dari Desa Gunungsari. Kami siap saja untuk bersama-sama kita bahas soal jembatan itu. Karena kami sih penginnya masuk kendaraan roda empat," ungkapnya.
(mul/c/feb/run)