Senin, 22 Desember 2025

Tentang Malam Nuzulul Quran

- Rabu, 6 Juni 2018 | 12:46 WIB

-

Oleh: KH M. LUQMAN HAKIM (Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor)

Langit dunia siap di­pantuli Cahaya Al- Qur’an karena orang-orang beriman se­dang berpuasa di bulan Ramadhan. Seandainya saja bu­lan Ramadhan Al- Qur’an turun tanpa dis­ambut dengan puasa, dunia ini bisa hangus terbakar tak mampu menerima Cahaya Al-Qur’an.

 Al-Qur’an diturunkan pada Malam Qadar, ibarat tumbu ketemu tutup. Al-Qur’an ibarat matahari, harus memantulkan keindahannya pada bulan. Ma­lam adalah menyibakkan seli­mutnya berubah seakan siang semua karena Al-Qur’an. Maka malam itu lebih utama diban­ding 1000 bulan.

Al-Qur’an turun total malam itu karena kesempurnaan aga­ma-Nya dilimpahkan pada umat Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menjadi pusat gravitasi makhluk dunia akhirat. Dan umatnya juga sempurna. Maka berpestalah jiwa-jiwa suci ma­lam itu. Bagaimana Lailatul Qadar tidak lebih dahsyat di­banding seribu purnama, sedang ahli maksiat yang beriman saja jika disingkap hatinya, se­ribu matahari pun akan redup. Bagaimana jika yang disibak adalah hati orang shaleh? Akhi­rat kan bercahaya.

Bagaimana tidak 70 ribu la­pisan Cahaya dan Kegelapan yang menirai-Nya, satu lapis tirai kegelapan tersingkap saja manusia merasa bertemu Tu­hannya. Padahal masih puluhan ribu perjalanan Nur yang harus ditempuhnya. Oh, malam itu tiada terbayang.

Jaga Hati Tetap Suci

Menjaga hati agar tetap suci usai bulan suci Ramdahan se­penting menyiapkan hati yang suci saat menghadapi Ramad­han tiba. Ini menunjukkan bahwa bulan Ramadhan mer­upakan penempaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah sehingga berdampak positif di hari-hari kemudian.

Sebab itu, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menekan­kan bahwa menyiapkan hati agar suci di bulan suci sangat penting bagi seorang hamba.

“Siapkan hati agar suci di bulan suci. Cahaya Allah melimpah di sirr kita lalu memantul ke qalbu kita. Tergantung hatimu apakah sedang suci atau sedang jinabat,” ucap Kiai Luqman.

“Sucinya hati saat ruhmu men­guasainya, jinabatnya hati saat nafsumu menguasainya,” sam­bung penulis buku Jalan Cahaya ini. Praktisi Tasawuf ini juga mengungkapkan, hati lembut manusia sebab kasih sayang Allah. Tetapi sebaliknya bahwa kerasnya hati maupun keras kepala datangnya dari manusia.

“Sadari, kasih sayang datan­gnya dari Allah, yang mem­buat hatimu lembut. Namun keras hati keras kepala itu da­rimu yang membuat orang-orang di lingkunganmu lari,” tutur kiai kelahiran Madiun, Jawa Timur ini.

Atas kasih sayang Allah ter­sebut, Kiai Luqman mendorong seorang hamba untuk mewu­judkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk pe­rilaku-perilaku positif. Hal itu merupakan bagian dari imple­mentasi agama.

“Wujudkan kasih sayang-Nya dengan memaafkan, mohonkan ampunan Allah kepada me­reka, berinteraksi, berpadu, lalu bertawakal sebelum ber­buat,” ungkapnya.

Bila seorang hamba memban­del, tandas Kiai Luqman, terus menuruti ambisi dan nafsu, alpa dengan Allah, maka ber­tanyalah pada dirimu sendiri: “Hai diri, apakah untuk ini se­mua dan aktivitas seperti ini, kamu diciptakan?” (*/feb)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X