Oleh: KH M. LUQMAN HAKIM (Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor)
Langit dunia siap dipantuli Cahaya Al- Qur’an karena orang-orang beriman sedang berpuasa di bulan Ramadhan. Seandainya saja bulan Ramadhan Al- Qur’an turun tanpa disambut dengan puasa, dunia ini bisa hangus terbakar tak mampu menerima Cahaya Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan pada Malam Qadar, ibarat tumbu ketemu tutup. Al-Qur’an ibarat matahari, harus memantulkan keindahannya pada bulan. Malam adalah menyibakkan selimutnya berubah seakan siang semua karena Al-Qur’an. Maka malam itu lebih utama dibanding 1000 bulan.
Al-Qur’an turun total malam itu karena kesempurnaan agama-Nya dilimpahkan pada umat Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang menjadi pusat gravitasi makhluk dunia akhirat. Dan umatnya juga sempurna. Maka berpestalah jiwa-jiwa suci malam itu. Bagaimana Lailatul Qadar tidak lebih dahsyat dibanding seribu purnama, sedang ahli maksiat yang beriman saja jika disingkap hatinya, seribu matahari pun akan redup. Bagaimana jika yang disibak adalah hati orang shaleh? Akhirat kan bercahaya.
Bagaimana tidak 70 ribu lapisan Cahaya dan Kegelapan yang menirai-Nya, satu lapis tirai kegelapan tersingkap saja manusia merasa bertemu Tuhannya. Padahal masih puluhan ribu perjalanan Nur yang harus ditempuhnya. Oh, malam itu tiada terbayang.
Jaga Hati Tetap Suci
Menjaga hati agar tetap suci usai bulan suci Ramdahan sepenting menyiapkan hati yang suci saat menghadapi Ramadhan tiba. Ini menunjukkan bahwa bulan Ramadhan merupakan penempaan keimanan dan ketakwaan kepada Allah sehingga berdampak positif di hari-hari kemudian.
Sebab itu, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menekankan bahwa menyiapkan hati agar suci di bulan suci sangat penting bagi seorang hamba.
“Siapkan hati agar suci di bulan suci. Cahaya Allah melimpah di sirr kita lalu memantul ke qalbu kita. Tergantung hatimu apakah sedang suci atau sedang jinabat,” ucap Kiai Luqman.
“Sucinya hati saat ruhmu menguasainya, jinabatnya hati saat nafsumu menguasainya,” sambung penulis buku Jalan Cahaya ini. Praktisi Tasawuf ini juga mengungkapkan, hati lembut manusia sebab kasih sayang Allah. Tetapi sebaliknya bahwa kerasnya hati maupun keras kepala datangnya dari manusia.
“Sadari, kasih sayang datangnya dari Allah, yang membuat hatimu lembut. Namun keras hati keras kepala itu darimu yang membuat orang-orang di lingkunganmu lari,” tutur kiai kelahiran Madiun, Jawa Timur ini.
Atas kasih sayang Allah tersebut, Kiai Luqman mendorong seorang hamba untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk perilaku-perilaku positif. Hal itu merupakan bagian dari implementasi agama.
“Wujudkan kasih sayang-Nya dengan memaafkan, mohonkan ampunan Allah kepada mereka, berinteraksi, berpadu, lalu bertawakal sebelum berbuat,” ungkapnya.
Bila seorang hamba membandel, tandas Kiai Luqman, terus menuruti ambisi dan nafsu, alpa dengan Allah, maka bertanyalah pada dirimu sendiri: “Hai diri, apakah untuk ini semua dan aktivitas seperti ini, kamu diciptakan?” (*/feb)