Senin, 22 Desember 2025

Alhamdulillah Saya Bisa Wujudkan Nazar Bahagiakan Orang Tua

- Sabtu, 1 September 2018 | 09:10 WIB

METROPOLITANWewey Wita tak bisa menggambarkan betapa senang dirinya usai meraih medali emas di Asian Games 2018. Wewey terharu ingat dukungan besar orang tua. Ia tampil paling akhir dalam pertandingan pencak silat di Padepokan Pencak Silat, pada Rabu (29/8). Ia menang telak atas pesilat Vietnam Thi Them Tran dengan skor 5-0 di nomor tarung 50-55 kg dan berhak atas medali emas. Wewey mengaku sangat bersyukur dan berterima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia karena mendoakan dan mendukungnya. "Kunci kemenangan hari ini sih sebenarnya karena sudah yakin. Kalau dibilang strategi kan lawan juga sudah tahu teknik saya, yang terpenting percaya dengan teknik yang dimiliki. Kebetulan juga semua orang mendukung, itu yang menjadi kekuatan saya," ujarnya. Atlet 25 tahun itu bangga bukan main karena berhasil mewujudkan nazar untuk membahagiakan orang tua. "Nazar saya sebenarnya ingin membahagiakan keluarga karena perjalanan hidup saya sangat panjang, lika-liku dan buat saya ini adalah kesempatan luar biasa yang belum tentu terulang kembali. Jadi ini semua untuk membahagiakan keluarga," ucapnya seraya berkaca-kaca. Sebab, tanpa mereka dirinya sudah setop silat dari jauh hari. "Setelah ini saya belum tahu (mau apa, red) tapi ini adalah even yang saya tunggu dan harus saya selesaikan dengan harapan bisa memberikan hasil terbaik dan Alhamdulillah sudah tercapai. Ke depannya saya belum tahu tapi terima kasih sudah mendukung saya," ungkapnya. Kini nama Wewey Wita semakin dikenal masyarakat Indonesia. Ia ternyata atlet cantik berdarah Tionghoa yang memiliki nama asli Yo Chu Wey. Beberapa hari ini surat yang ditulisnya tersebar di jejaring media sosial. Dalam suratnya ia menceritakan proses hidup berliku telah menempanya hingga mengantarnya ke podium kehormatan itu. Kisah hidup Wewey tidak selamanya mulus. Tidak melulu menyenangkan dan serba berkecukupan. Dalam sebuah surat, Wewey menceritakan masa lalunya yang sangat berat. Keluarganya bahkan sempat tak mampu membeli beras dan bahan pokok lain. Tak hanya itu, Wewey juga harus rela hidup beberapa hari tanpa listrik karena tak mampu membayar. “Kami tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Papa dan mama mencoba bangkit berkali-kali, mulai dari berjualan bakso hingga barang-barang kelontong. Kami berdiri, jatuh, berdiri lagi, jatuh lagi,” ungkapnya. (feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X