Minggu, 21 Desember 2025

Lautan Mayat di Palu Bikin Pilu

- Senin, 1 Oktober 2018 | 10:05 WIB
Warga mencari korban gempa dan tsunami yang tewas di RS Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). FOTO: NURHADI/FAJAR/JPG
Warga mencari korban gempa dan tsunami yang tewas di RS Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). FOTO: NURHADI/FAJAR/JPG

METROPOLITAN - Suasana Kota Palu, Sulawesi Tengah, masih mencekam. Selain listrik PLN putus total, warga pun mulai kekurangan bahan makanan dan air bersih. Kondisi ini diperparah lagi dengan berubahnya struktur tanah menjadi sungai lumpur yang dapat mengancam jiwa. Kota Palu pun jadi lautan mayat yang membuat pilu warga se-Tanah Air hingga bangsa lain. Belum kering air mata akibat gempa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Indone­sia kembali berduka. Jumat (28/9/2018) petang, gempa disertai tsunami melanda Ka­bupaten Donggala dan Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Ribuan mayat pun berserakan di jalanan hingga membuat bulu kuduk merinding. Mayat-mayat itu juga bergelim­pangan di Pantai Talise, Kota Palu, bahkan ada pula yang mengambang di laut. “Itu kay­ak lautan mayat. Ada yang mengambang di pantai sama di jalanan, ada saja mayat,” ungkap Irwan (34), warga yang selamat dari maut. Sementara beberapa wilayah juga hanyut ditelan sungai lum­pur sebagai akibat dari gempa tsunami. Seperti di Sigi, Jalan Dewi Sartika Palu Selatan, Pe­tobo, Biromaru, Sidera. Tercatat hingga Minggu (30/9) malam, data korban tewas akibat gempa 7,4 magnitude serta Tsunami sudah mencapai 1.203 jiwa. Ini berdasarkan pendataan yang dilakukan Mabes Polri. ”Ya se­bagian sudah dimakamkan kelu­arga,” ujar Kepala Biro Pene­rangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo. Rincian korban tewas itu ya­kni sepuluh jenazah di RS Wi­rabuana, 201 jenazah di RS Undata, 50 jenazah di Masjid Raya, 161 jenazah di RS Bhayang­kara, 35 jenazah di Kecamatan Tawaeli, dua jenazah di Kelu­rahan Kayumalue Pajeko, lima jenazah di Kelurahan Kawa­tuna, tujuh jenazah di Pos Po­lisi PP, 700 jenazah di Kelurahan Petobo dan 32 jenazah di RS Madani. Para korban tewas tersebar di sejumlah rumah sakit dan po­sko terpadu Badan SAR Nasio­nal (Basarnas). Sebagian jena­zah yang berhasil teridentifi­kasi juga sudah dimakamkan. ”Karena sebagian besar sudah membusuk,” tutur Dedi. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Pur­wo Nugroho memperkirakan masih ada 50 hingga 60 orang yang masih tertimbun rerun­tuhan. “Diperkirakan jumlah korban masih terus bertambah karena banyak korban yang belum teridentifikasi, masih tertimbun reruntuhan bangu­nan atau tanah longsor serta daerahnya belum terjangkau tim SAR (Search and Rescue, red),” jelas Sutopo. Sutopo menjelaskan bahwa korban meninggal sudah dalam proses pemakaman secara mas­sal. Ini setelah korban mening­gal dunia telah melalui proses identifikasi DVI, face recognition dan sidik jari. Pemakaman mas­sal, menurutnya, perlu segera dilakukan untuk menghindari penyebaran penyakit bagi pen­gungsi korban gempa bumi dan tsunami yang bertahan di luar ruangan. Sutopo mengatakan, BNPB dan sejumlah tim gabungan relawan yang datang ke Su­lawesi Tengah masih akan terus melakukan evakuasi di sejum­lah tempat yang diduga masih terdapat korban akibat gempa bumi dan tsunami. Sekadar diketahui, Gubernur Sulawesi Tengah menetapkan masa tanggap darurat akibat bencana gempa serta tsunami di provinsinya selama 14 hari atau sejak 28 September 2018. “Kami menemui beberapa kendala yang cukup menyusa­hkan. Seperti listrik yang ter­putus, akses komunikasi juga terputus, alat berat terbatas, tenaga SAR masih perlu ditam­bah, akses jalan darat untuk mengirim bantuan banyak ter­hambat serta daerah terdampak yang luas,” tuturnya. Sementara itu, para korban saat ini membutuhkan uluran tangan. Para korban gempa dan tsunami yang mengungsi di lapangan depan kantor wali kota mengeluhkan kurangnya bahan makanan. ”Makanan belum ada, air susah. Kami mengungsi cuma seperti ini,” ujar seorang pengungsi, Maya, di lokasi pengungsian, Minggu (30/9/2018). Para pengungsi itu berlindung dari panas matahari di bawah tenda darurat dengan terpal seadanya. Untuk alasnya, me­reka menggunakan tikar atau terpal. Mereka berharap ban­tuan cepat datang, terutama untuk kebutuhan anak-anak. Seorang pengungsi lainnya, Hendra, mengatakan bahwa ada warga yang sudah mulai mengambil makanan dari toko-toko karena bantuan tak juga datang. ”Tadi sudah ada yang dijarah. Bagaimana, tidak ada pilihan lain lagi. WC tidak ada, tidak mungkin juga buang air dekat tenda,” ucap Hendra. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo men­jelaskan, saat ini di lokasi-lo­kasi terdampak bencana di Sulawesi Tengah, kondisi listrik, air bersih dan SPBU masih pa­dam. Di sana masih sering ter­jadi gempa susulan kecil, di mana sejak 30 September 2018 pukul 12:00 WIB tercatat seba­nyak 209 kali gempa susulan. ”Penduduk yang berada di bukit-bukit sudah mulai turun dan bergabung ke pos peng­ungsi,” katanya. Ia juga menjelaskan hal lain yang perlu dilakukan dengan segera adalah percepatan pe­mulihan listrik. Pemulihan listrik ini ditargetkan selesai tiga hari ke depan. Sutopo menuturkan, dari pihak PLN sudah mengera­hkan 216 personel mereka untuk melakukan perbaikan. ”Lima Gardu Induk (GI) pa­dam, dua unit GI Pamona dan GI Posko yang menyuplai list­rik daerah Tentena, Poso dan Kota Poso sudah diperbaiki. Solusi jangka pendek untuk penerangan, PLN membawa delapan genset untuk disebar di posko di Palu dan Donggala,” tandasnya. (de/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X