METROPOLITAN - Sidang kasus narkoba yang membelit Roro Fitria kembali berlanjut. Kemarin (4/10) giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membacakan tuntutannya. Roro Fitria diganjar hukuman penjara lima tahun dan denda Rp1 miliar. Bukan hanya itu, ternyata pada keputusan JPU kemarin, Roro juga disebut sebagai seorang pengedar. Tak butuh waktu lama usai keputusan JPU itu dibacakan, wanita yang pernah ditunjuk sebagai duta antinarkoba itu berjalan menuju ibunya yang datang di persidangan, menangis lalu pingsan. Sempat mendapat penanganan, Roro pun kembali siuman. Jelas Roro Fitria sedih atas keputusan yang dijatuhkan padanya. Di sisi lain rupanya ia juga merasa tidak terima. Ketidakterimaannya ini disampaikan kuasa hukumnya, Asgard M Sjafri. ”Tuntutan sekarang itu yang dialami seluruh bangsa kita juga adalah Pasal 112 dan 114 dikenakan sebagai pengguna. Jadi bagi kami, tidak adil sekali pengguna dikenakan pasal tersebut dan disebut pengedar,” ujarnya saat ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/10). Pihak Roro Fitria merasa tak diberi keadilan. Namun, kembali lagi, tentunya keputusan JPU pada Roro Fitria memiliki dasar hukum. Tidak merasa sebagai pengedar, lantas apa yang membuat Roro Fitria disebut sebagai seorang pengedar? Usut punya usut, ternyata keputusan ini dijatuhkan padanya karena hasil tes urine Roro Fitria tidak menunjukkan tanda-tanda dirinya sebagai pengguna. Dengan kata lain ia negatif menggunakan narkoba. ”Karena hasil tes lab urinenya negatif dan itu bukan membuktikan bahwa dia pengedar,” kata sang kuasa hukum. Lebih lanjut lagi, pihak Roro Fitria menginginkan kliennya mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Asgard pun menyampaikan harapannya mewakili Roro. ”Sebenarnya keadilan bagi kami semua ahli, yang paling ideal itu ada di tes assessment terpadu. Kalau semua ahli sudah dikumpulkan, kita baru mendapat putusan yang seadil-adilnya. Semoga nanti hakim bisa memutuskan seadil-adilnya,” tandasnya. (de/feb/run)