METROPOLITAN - Masih ingat kasus bayi yang dilempar ibu kandungnya dari lantai tiga di sebuah mal di Malang? Atau bayi yang ditemukan tewas di Jembatan Tengsaw Citeureup? Dua kasus itu hanya sebagian kecil dari kasus pembuangan bayi akibat seks bebas. Rupanya, fenomena hamil duluan sebelum nikah jadi peluang bisnis bagi oknum tertentu untuk melakukan praktik jual beli bayi. Lalu, seperti apa modusnya? Instagram jadi media strategis untuk memuluskan praktik jual beli bayi hasil hubungan terlarang. Kasus ini sudah terungkap di Surabaya. Bahkan, polisi mengendus bahwa pelakunya tak cuma dari Kota Pahlawan saja, tetapi di kota besar lainnya. Bogor mungkin salah satunya. Berdasarkan data yang dihimpun, pada 2013 saja tercatat ada 1.626 pasangan yang melakukan pernikahan dini di Kota Bogor. Alasannya rata-rata karena kecelakaan alias hamil duluan. Data tersebut memperlihatkan bahwa seks bebas patut diwaspadai di tengah keterbukaan informasi. Sebab di Surabaya, pasangan-pasangan yang menganut pergaulan bebas jadi incaran pemilik akun Instagram berkedok yayasan peduli anak. Tim Cyber Crime Polrestabes Surabaya mengidentifikasi ada empat pelaku dalam modus penjualan bayi melalui media sosial (medsos). Data ini didapat melalui penyelidikan selama satu pekan. Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran mengaku ada beberapa pelaku yang sudah ditangkap. Para pelaku ini berasal dari Surabaya dan sekitarnya. Namun kini pihaknya masih melakukan pengembangan dari pelaku. ”Insya Allah sebagian sudah ditangkap dan ini masih dalam pengembangan. Ada di Surabaya dan ada di luar Surabaya. Diduga sekitar empat pelaku yang sudah teridentifikasi dan kita sedang melakukan upaya penangkapan yang lainnya,” ujar Sudamiran. Sebelumnya, tutur Sudamiran, timnya telah melakukan patroli cyber dan menemukan aktivitas penjualan bayi. Kelompok ini menyasar orang-orang yang memiliki bayi di luar nikah atau orang tua yang tidak mampu mengasuh bayinya. ”Kita melaksanakan patroli cyber dan menemukan salah satu akun Instagram itu ada beberapa pesan, apabila bayi dalam kandungan di luar nikah, kemudian bayi yang tidak mampu merawat bisa diadopsi,” paparnya. Kedoknya mengadopsi bayi-bayi tersebut untuk selanjutnya dijual ke orang lain. Namun setelah diselidiki, ternyata adopsi tersebut tergolong ilegal, masuk perdagangan anak. Dari penyelidikan itu, polisi menyampaikan bahwa akun Instagram itu mengatasnamakan yayasan peduli anak. ”Setelah kita melakukan penyelidikan apakah adopsinya merupakan legal atau ilegal, namun dalam penyelidikan ternyata diduga ilegal,” ungkapnya. Polisi memastikan telah mengantongi sejumlah bukti, yakni percakapan antara pemilik akun dengan seseorang yang dikirim melalui pesan di Instagram. Dalam kasus ini, tak hanya pemilik akun saja yang terjerat pidana. Namun, orang yang menjual anaknya bisa dijatuhi hukuman dengan pasal berlapis sesuai UU Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Perlindungan Anak dengan pidana 15 tahun penjara. ”Saya tegaskan, di sini yang dijerat tidak hanya pelaku saja. Tetapi yang jual juga bisa dijerat hukum yang berlaku,” tegasnya. Bila melihat data yang pernah dirilis Indonesia Police Watch (IPW), Ketua Presidium IPW Neta S Pane pernah menjabarkan kasus bayi yang dibuang. Jumlahnya pun cukup tinggi, yakni 178 bayi. Sebagian ada yang meninggal, ada pula yang selamat. Sebanyak 79 tewas, sepuluh masih bentuk janin dan 89 berhasil diselamatkan. “Sepertinya di 2018 ini trennya akan lebih meningkat lagi karena di Januari saja sudah naik 100 persen,” ujar Neta. Data dari IPW mencatat bahwa Jawa Barat berada di urutan ketiga atas maraknya kasus pembuangan bayi dari hasil hubungan terlarang. Atas kasus itu, Ketua Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Kota Bogor Dudih Syiaruddin meminta polisi di Bogor juga melakukan investigasi serupa. “Harus diusut sampai tuntas, apalagi ini merupakan salah satu kejahatan ITE,” pintanya. Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Kota Bogor Tb Muhammad Alex Solihin SH mengatakan, segala bentuk penjualan bayi, baik oleh orang tua kandungnya sendiri atau mengatasnamakan apa pun, itu berbuatan yang tidak bertanggung jawab dan melanggar UU Perlindungan Anak. “Anak yang lahir ke dunia adalah sebuah anugerah dan rezeki yang Tuhan berikan. Harusnya orang tua bersyukur atas nikmat itu, bukannya berniat dijadikan komersial. Apabila memang ditemukan perbuatan tersebut, perlu kita laporkan kepada pihak berwajib untuk diambil tindakan sesuai UU yang berlaku,” tegasnya. Hal senada diungkapkan anggota DPRD Kota Bogor Eny Indari. Dirinya sangat mengutuk pelaku penjual bayi tersebut. Menurutnya, tak selayaknya bayi yang diidam-idamkan malah dibuang. Padahal, tidak sidikit juga yang berkeluarga menunggu momongan. Ia menuturkan, banyak faktor yang terjadi pada pelaku pembuangan bayi. Selain faktor ekonomi, juga bisa karena mengalami kejiwaan. “Orang yang sudah menjual bayi sendiri itu sakit jiwa dan jangan dikasih ampun pelakunya,” terangnya. Menurut data KPAI, enam tahun belakangan tercatat ada lebih dari 300 anak dilaporkan jadi korban perdagangan manusia. Modusnya bisa bermacam-macam, salah satunya modus adopsi anak. Di medsos pun sebuah jasa adopsi anak dengan gampang bisa ditemukan. Jasa ini menghubungkan calon adopter (orang tua asuh, red) untuk menemukan calon anak asuh. Bahkan, sebuah komunitas adopsi anak dalam Facebook (KAA) menawarkan bayi-bayi yang masih dalam kandungan sang ibu. Dari grup Facebook calon orang tua asuh yang berminat serius, diarahkan bergabung dalam grup WhatsApp. Para adopter dalam grup, setiap harinya menerima informasi calon bayi yang masih dalam rahim ibu, ditawarkan dengan promo foto perut buncit ibu hamil, informasi usia kandungan, jenis kelamin calon bayi serta harga yang harus dibayarkan untuk adopsi “Kalau bumil dan adopter semuanya gak ada yang kenal, semua kenal di komunitas, pendaftaran dan barulah kita kenal”, ungkap TA, salah satu admin grup adopsi anak seperti yang pernah dilansir Liputan6.com, (5/5/2018). Bayi itu ditawarkan mulai Rp7 hingga Rp20 juta. Nasib calon bayi-bayi bergantung pada ada atau tidaknya orang tua asuh yang mampu menyiapkan sejumlah dana. Pembayaran bisa dicicil atau dibayarkan langsung ketika bayi lahir. Ibu calon bayi dengan calon adopter atau orang tua asuh tak selalu bisa bertemu langsung, komunikasi hanya lewat perantara admin grup. Bayi yang sudah terlahir nantinya akan diantar oleh sang admin grup. “Kalau Mbak ada biaya langsung saja ke notaris. Pasti langsung beres Mbak. Tapi yang sudah-sudah, ini dia bikin SKL sama saya. Bikin Surat Keterangan Lahir atas nama ibunya dan adopter. Notarisnya cuma butuh 2 itu, berkasnya”, kata RK, salah seorang admin grup adopsi anak yang juga berprofesi seorang bidan di Timur Jakarta. Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos, Nahar, menegaskan bahwa praktik transaksional dalam proses pelaksanaan adopsi jelas terlarang. Harusnya proses dilakukan dengan gratis, tidak ada pungutan biaya apa pun. “Jadi di Pasal 39 itu menjelaskan tentang pengangkatan anak itu harus untuk yang terbaik bagi anak kepentingan anak, dilakukan dengan hukum adat, kebiasaan dan peraturan perundang-undangan,” kata Nahar saat ditemui di kantor Kementerian Sosial, Jakarta (25/4/2018). Nahar menambahkan, meski anak yang akan diadopsi dari keluarga dekat, tetap seharusnya melaporkan data dan mengikuti alur ketentuan dari Dinas Sosial setempat. (ads/c/lip/feb/run)