Senin, 22 Desember 2025

Biarkan Jadi Monumen, Bangun Kota Baru

- Senin, 29 Oktober 2018 | 09:48 WIB

METROPOLITAN- Karakteristik lumpur dan ceri­ta-cerita bagaimana tahapan bencana itu terjadi relatif sama. Di Petobo, Balaroa maupun di Jono Oge. Warna lumpurnya pun sama. Sementara jarak antara Pe­tobo dengan Balaroa cukup jauh. Pe­tobo di Palu Selatan, Balaroa di Palu Barat. Lebih jauh lagi jarak Jono Oge dari Petobo mau­pun Balaroa. Jono Oge di  Kabupaten Sigi. Fakta itu menimbulkan tiga pandangan. Pertama, tiga wi­layah bencana itu memiliki karakter geologis yang relatif sama. Kedua, daratan mulai dari Petobo, Balaroa sampai dengan Jono Oge kemungkinan memiliki karakter yang sama, yang tersambung satu sama lain. Ketiga, semua daratan di Teluk Palu itu kemungkinan memi­liki karakter geologis yang sama. Hasil penelitian Risna Widya­ningrum pada tahun 2012 me­nemukan bahwa memang ham­pir semua daratan di Teluk Palu memiliki potensi likuifaksi (pe­rubahan wujud tanah dari padat menjadi cair akibat guncangan atau getaran skala besar). Belum tau, sejauh apa hasil penelitian itu digunakan. Secara gelogis, lapisan tanah di sebagian besar daratan Teluk Palu itu terdiri dari pasir, lanau dan lempung. Lanau adalah lumpur yang disebabkan an­tara lain oleh debu batuan. Se­dangkan lempung adalah tanah liat. Tanah padat. Pasir ditambah lumpur, ditambah tanah liat, ketika digetarkan oleh gempa 7,4 SR, maka struktur tiga lapi­san itu mencari menjadi satu. Terjadilah likuifaksi itu. Ketebalan pasir di wilayah yang diteliti, antara 1 sampai 7,2 me­ter. Lanau di lapisan kedua, antara 0,2 sampai 0,7 sentime­ter. Dan ketebalan lempung antara 0,1 sampai 2,7 meter. Jadi total ketebalan lapisan yang memiliki potensi menimbulkan likuifaksi adalah 10,9 meter. Itu belum ditambah kontribusi air tanah yang di wilayah teluk Palu itu kedalamannya antara 0,5 sampai 16 meter. Kedalaman 10,9 meter itu-lah yang menyebabkan ada bangu­nan tinggi kehilangan sampai lebih dari satu lantai ke dalam tanah. Ribuan rumah hilang dari permukaan tanah. Ada bangunan-bangunan, pohon-pohon dan lahan-lahan berpin­dah tempat sangat jauh. Secara resiko, lebih dari 60 persen wilayah Palu memiliki potensi terjadinya likuifaksi. Hampir 70 persennya berpo­tensi sangat tinggi, kira-kira 25 persen berpotensi tinggi dan sisanya kira-kira 5 persen ber­potensi rendah atau sangat rendah. Tiga hal penting yang bisa dilakukan oleh pemerintah pri­hal malapetaka di Palu dan Sigi itu. Pertama, daerah-daerah seperti Petobo, Balaroa dan Jono Oge, birkan saja begitu. Tidak perlu dibangun. Biarkan ia menjadi monumen sejarah yang besar. Buatlah dinding besar di situ yang memuat semua nama pen­dudukknya yang tewas. Buatkan peta wilayah itu lengkap dengan simbol-simbol penting di da­lamnya. Tapi buatkan juga tem­pat yang memadai untuk siapa saja yang ingin menaruh ka­rangan bunga di situ. Selain fakta sejarah, ia kelak menjadi daerah wisata yang sangat pen­ting. Dan setiap 28 September orang akan mengenangnya. Kedua, wilayah kota Palu tidak perlu ada izin pembangunan rumah lagi ataupun gedung. Hotel atau lainnya. Biarkan saja seperti saat ini. Buat saja kota Palu baru di dataran ting­gi yang membentang dari ba­gian atas Palu Selatan sampai wilayah Sigi. Saya sudah melintasi dataran tinggi itu Jumat lalu. Sangat in­dah. Kita dapat menyaksikan keseluruhan Teluk Palu dari situ. Saat ini sebagian wilayah itu dijadikan tempat pengung­si. Lokasi dataran tinggi itu agak jauh dari sesar Palu Koro, juga sesar Matano. Ketiga, semua bangunan baru di wilayah Palu, Sigi dan Dong­gala, salah satu persyaratan izinnya, tiang pondasinya harus jauh di bawah lapisan lempung. Atau jauh di bawah kedalaman 10,9 meter. Jangan menaruh pondasi di atas lapisan lempung, atau lapisan lanau. Apa lagi la­pisan pasir. Satu lagi, Bandara Mutiara juga harus ada pertimbangan. Wilayah itu dekat dengan jalur Palu Koro. Sangat dekat dengan Petobo. Memiliki potensi tinggi terjadinya likuifaksi. Bencana 28 September 2018 hendaklah menjadi triger bagi pemerintah untuk segera mela­kukan penelitian yang lebih komprehensif lagi terhadap semua wilayah di Palu, Sigi, Donggala. Daerah itu merupa­kan jalur sesar Palu Koro. Juga di wilayah-wilayah yang dekat dengan jalur sesar Matano. **

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X