Senin, 22 Desember 2025

Menristekdikti: Jangan Kaitkan Akademik dengan Politik

- Selasa, 4 Desember 2018 | 08:49 WIB

METROPOLITAN – Pasca viralnya screenshot percakapan grup WhatsApp yang mewajibkan mahasiswanya mengikuti Reuni Aksi 212 di Jakarta sebagai pengganti Ujian Tengah Semester (UTS), mendapat sorotan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) RI, Mohammad Nasir. Nasir menyayangkan adanya kejadian tersebut di salah satu Universitas Islam Swasta di Bogor (UIKA, red). Ia menilai kejadian itu merupakan salah satu contoh buruk yang tidak patut dilakukan tenaga pendidik, baik di jenjang sekolah maupun universitas.

Saat disinggung soal pendapat pribadi mengenai kejadian itu, Nasir menjelaskan bahwa hal itu merupakan kesalahan besar yang dilakukan seorang dosen di Universitas Ibn Khaldun Bogor. “Intinya, proses pembelajaran atau akademik tidak boleh hukumnya disangkutpautkan dengan urusan politik. Urusan akademik harus dengan akademik. Kalau seperti itu, mutu pendidikan perguruan tinggi di Indonesia bisa menjadi masalah,” tegasnya.

Sementara itu, salah satu pengamat politik, Yus Fitriayadi, menjelaskan, Reuni Aksi 212 merupakan salah satu agenda politik. Hal itu ditandai lahirnya gerakan itu sendiri guna menghadang laju Ahok kala itu. “Kita harus melihat dulu latar belakanganya, 212 itu lahir untuk menghadang Ahok. Dari situ saja, kita sudah bisa lihat. 212 yang sekarang salah satunya untuk mengusung Prabowo menjadi presiden.

Intinya, kita harus objektiflah,” paparnya. Yus juga menilai kegiatan tersebut lebih pada urusan politik bukan ke arah jihad agama. “Reuni Aksi 212 merupakan orientasi politik, bukan jihad agama. Kalau memang jihad agama, apa yang perlu dijihadkan, tidak ada isu apa-apa kok hanya reuni aksi saja. Mungkin ini jihad melawan Jokowi, gitu kira-kira,” bebernya.

Lalu, ketika disinggung soal keterkaitan aksi 212 dengan nilai UTS, Yus menilai hal tersebut sudah menyalahi kaidah dan kode etik seorang pengajar. “Sudah menyalahi aturan itu, seharusnya mahasiswa didorong memiliki pola pikir yang objektif. Itu dosen tidak benar, sudah mengontaminasi mahasiswa dengan urusan politik. Dia sudah melewati batas kewenangan seorang dosen,” tutupnya lantang. (ogi/b/feb/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X