METROPOLITAN - Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Agama Islam (FAI) beserta sejumlah mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Semester V menyambangi pihak Rektor Universitas Ibn Khaldun Bogor (UIKA), kemarin sore.
Kedatangan mereka guna menindaklanjuti kasus dugaan salah satu dosen yang mewajibkan mahasiswanya mengikuti Reuni Aksi 212 sebagai pengganti Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Sistem Pembelajaran PAI di SMP, di Monumen Nasional (Monas) Jakarta beberapa waktu lalu.
Ketua DPM FAI UIKA Bogor Muhammad Yazid Bustomi mengatakan, audiensi yang dilakukan pihaknya beserta sejumlah mahasiswa FAI jurusan PAI merupakan salah satu bentuk kekecewaan yang dirasakan mahasiswa. Lambatnya penanganan yang dilakukan pihak rektorat terhadap kasus tersebut merupakan salah satu alasan bergeraknya sejumlah mahasiswa di universitas yang berlokasi di Jalan KH Sholeh Iskandar Km 02, Kedungbadak, Tanahsareal, Kota Bogor itu.
Yazid juga mengaku pihak rektorar terlihat seperti mengulur waktu. Sebab janji yang konon segera menyelesaikan permasalahan ini, tak kunjung terealisasikan hingga detik ini. Bahkan pada pertemuan yang berlangsung kemarin sore di ruang rektorat, dosen yang bersangkutan tak kunjung hadir untuk memberi keterangan di hadapan peserta rapat. Yazid juga sangat menyayangkan lambatnya penanganan kasus tersebut.
“Kemarin sore kita semua sudah bertemu para petinggi kampus. Rektor UIKA, wakil rektor I, wakil rektor II, wakil rektor III ikut hadir. Tapi dosen yang bersangkutan tidak hadir,” bebernya saat dijumpai usai pertemuan dengan pihak kampus. Sementara itu, Rektor UIKA Ending Bahrudin mengaku permasalahan tersebut sudah ditutup. Disinggung soal langkah ke depannya, pihaknya seolah enggan berkomentar banyak terkait kasus tersebut.
“Tidak usah diberitakan lagi, sudah selesai masalahnya. Saya tidak mau melayani lagi, capek saya minggu-minggu ini. Tidak usah tanya-tanya lagi, saya sudah anggap selesai,” ungkap Ending saat dikonfirmasi Metropolitan, kemarin malam melalui telepon. Ending berumpama bahwa mahasiswa dan dosen laksana ayah dengan anak. “Mahasiswa dan dosen seperti ayah dan anak, masa kalau ayahnya salah mau dituntut. Itu anak FAI lho yang belajar agamanya banyak, bukan Cuma otak tapi akhlak dan etika,” singkatnya. (ogi/c/feb/run)