Senin, 22 Desember 2025

Perjuangan Sumadi Jual Terompet Tahun Baru Raup Omzet Rp5 Juta, Sukses Kuliahkan Sang Putri

- Jumat, 28 Desember 2018 | 08:00 WIB

METROPOLITAN – Dimana ada kemauan disitu ada jalan. Kata bijak itu dirasa sangat cocok disematkan kepada salah satu pengrajin terompet tahun baru Sumadi. Mengawali karirnya sebagai pengrajin terompet sejak 18 tahun silam, pria yang baru dikaruniai satu anak perempuan itu, berhasil menghantarkan putri tercintanya mengenyam pendidikan hingga bangku perkuliahan, dari hasil kreasi terompet buatan tangannya sendiri.

Bermodalkan tangan terampil dan rasa ingin tahu yang tinggi, Sumadi memulai karirnya di dunia terompet dengan belajar sendiri. Tanpa bimbingan dan kursus khusus, pria asal Klaten Jawa Tengah itu berhasil membuat terompet perdananya pada tahun 2000. Merasa buah karya tangannya memiliki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan, pria yang sudah tinggal di Bogor sejak tahun 90 tersebut memberanikan diri untuk memproduksi masal terompet karyanya.

Tak butuh waktu lama, dalam satu hari Sumadi mampu menghasilkan ratusan terompet dengan model sederhana dan elegan. Puluhan terompet cantik menawan, dengan kesulitan tingkat tinggi berhasil diproduksi pria berumur 48 tahun tersebut. Mengetahui kualitas terompet buatanya, puluhan penjaja terompet musiman hilir mudik membeli produk buatan Sumadi. Dengan harga yang cukup terjangkau, dalam hitungan hari ribuan terompet laris manis diborong pedagang.

Dari situlah Sumadi berhasil meraup pundi-pundi rupiah, sehingga mampu menghantarkan putri tercintanya mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan. Universitas Djuanda Bogor, Jurusan Akutansi, seolah menjadi saksi perjuangan Sumadi dalam meraup rupiah. Hasil dari kerja sampingannya sebagai pembuat terompet tahun baru ia bisa meraup omset dari Rp 5 juta hingga Rp7 juta rupiah.

“Alhamdulillah dari hasil itu anak saya bisa kuliah,”kata Sumadi.

Kendati demikian, perjalan Sumadi dengan terompet ciptaannya tak selalu berjalan mulus. Bahkan, suara bising yang dihasilkan dari terompet, dipastikan bakal jarang terdengar di telinga pada malam pergantian tahun nanti. Terompet yang sedia kala merupakan primadona ritual malam pergantian tahun, nampaknya sudah tak lagi dilirik oleh sebagian besar masyarakat pedesaan hingga perkotaan.

Bisa dibilang, posisi terompet saat ini tengah berada di ujung tanduk. Kilauan kertas warna warni yang tertempel rapih, lengkap dengan hiasan kemilau warna warni yang menjuntai, serta berbagai macam model, bentuk dan jenis terompet, seperti telah menjadi barang usang di mata setiap insan, khusunya kaula muda generasi milenial.

Sumadi mengatakan, omset penjualan terompet buatan tangannya memang kerap kali mengalami penurunan di setiap tahunnya. Kemajuan teknologi, gaya hidup, hingga pola fikir masyarakat yang modern, digadang menjadi beberapa faktor kuat terpinggirkannya terompet, sebagai salah satu alat musik khas malam pergantian tahun tersebut.

Pria yang sudah menggeluti terompet sejak 18 tahun lalu itu mengaku, terhitung sejak tahun 2000 hingga 2017 lalu, penjualan terompet miliknya kerap kali mengalami penurunan. Bahkan, para penjaja yang biasanya mengambil terompet hasil kreasinya, sedikit demi sedikit berkurang hingga berpindah profesi menjalani bisnis lain.

Berdasarkan pengakuannya, dalam satu hari pria asal Klaten Jawa Tengah tersebut bisa membuat sekitar 50 terompet dengan tingkat kesulitan tinggi. Bahkan ratusan terompet dengan tingkat kesulitan rendah bisa ia hasilkan sendiri, tanpa bantuan tangan orang lain. Menghasilkan ratusan terompet dalam satu hari, seolah tak miliki arti lataran saat ini terompet sudah tak lagi diminati.

“Pokonya setiap tahun itu omset saya dari membuat terompet selalu menurun. Kalau dirata-rata hampir 20 persen, dari mulai tahun 2000 hingga 2017 lalu,” keluh pria yang baru dikaruniai satu orang putri berumur 23 tahun kepada Metropolitan. (ogi/d/feb/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X