METROPOLITAN - Salam independen! Kerja-kerja jurnalistik kembali dijerat dengan KHUP dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Kali ini, hasil liputan investigasi Jawa Pos tentang mafia bola dilaporkan manajemen Persebaya Polrestabes Surabaya. Manajer Persebaya CANDRA WAHYUDI, yang melaporkan pemberitaan ini (LP/B/24/1/2019/JATIM/RESTABES SBY) pada 7 Januari 2019.
Aliansi Jurnalis independen (AJI) Surabaya mengecam keras pelaporan karya jurnalistik ini ke kepolisian. Ini sama halnya dengan kriminalisasi para jurnalis dan media massa yang menjalankan fungsinya sesuai kode etik jurnalistik dan menjamin hak publik untuk tahu. Seharusnya, manajemen Persebaya meminta HAK JAWAB sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 atau UU Pers.
Jalur ini sudah diatur dalam UU Pers Pasal 1 (11, 12, dan 13) tentang hak jawab dan koreksi. Kemudian, dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PasaI 11 dan 10 tentang melayani hak jawab serta prosedur pencabutan, ralat, memperbaiki berita yang tidak akurat. Artinya, Seluruh hak-hak orang, kelompok atau lembaga yang menjadi obyek pemberitaan dan kewajiban media massa, diatur dan dijamin oleh undang-undang.
Oleh manajemen Persebaya, berita berjudul "Green Force Pun Terseret" yang terbit pada 6 Januari 2019, dianggap mengandung unsur fitnah dan pencemaran nama baik. Berita investigasi ini mengulas seputar adanya dugaan pengaturan skor pada laga Liga 2 antara Kalteng Putra melawan Persebaya yang berlangsung pada 12 Oktober 2017. Manajemen Pesebaya ingin Jawa Pos bertanggungjawab melalui jalur pidana dengan membuktikan tuduhan.
Pertama, jumalis bukan penegak hukum dan Jawa Pos bukan lembaga penegak hukum. Artinya, jumalis media massa tidak memiliki kewajiban untuk membuktikan fakta yang mereka dapatkan di lapangan dengan pendekaan hukum. Fakta hukum berbeda dengan fakta jurnalistik.
Informasi yang didapat di lapangan yang kemudian diverifikasi, diklarifikasi, diverifikasi sesuai UU Pers dan kode etik Jurnalistik lagi adalah FAKTA di dunia jurnalistik. Jurnalis dan media massa tidak diberi kewenangan oleh hukum untuk melakukan penyitaan, penggeledahan sampai penangkapan sehingga tidak memiliki kewajiban membuktikan apa yang mereka sajikan melalui Jalur hukum. Kerja-kerja jurnalis adalah memverifikasi fakta yang ia temukan sesuai kode etik jurnalistik, bukan membuktikan fakta hukum. Kami menganggap, tuntutan manajemen Persebaya agar Jawa Pos dan jurnalisnya membuktikan tuduhan itu sangat gegabah.
Kedua, Jawa Pos sudah meminta klarifikasi kepada semua pihak yang terkait berita ini. Misalnya, ada bantahan darl Cholid Ghoromah, petinggi Persebaya saat itu. Kemudian Jawa Pos juga mencoba meminta konfirmasi dan klarifikasi dari Chairul Basalamah, yang juga bagian dari manajemen tim Persebaya. Sempat ada obrolan, namun karena yang bersangkutan ada keperluan, telepon ditutup dengan janji akan ditelepon balik.
Jurnalis Jawa Pos kembali menghubungi kembali Chairul Basalamah sebanyak 58 kali. Pihak lain yang terkait adalah Persebaya, juga sudah didatangi kantornya. Namun tidak ada yang bisa diminta konfirmasi. Terakhir, manejer Persebaya saat ini, Candra Wahyudi juga sudah menyampaikan bantahannya. Begitu juga dengan klarifikasi pemain Persebaya. Secara teknis, seluruh prosedur peliputan sudah dijalankan Jawa Pos. Dewan Pers-lah yang memiliki kewenangan menguji prosedur, akurasi, sampai keprofesionalan Jawa Pos dalam bekerja, bukan kepolisian.
Ketiga, kami menyayangkan laporan ini langsung dibuatkan laporan Polisi oleh Polrestabes Surabaya. DaIam kasus yang sama, biasanya polisi menerima laporan orang, kelompok atau lembaga yang merasa dirugikan oleh pers, dalam bentuk Aduan Masyarakat. Kami mengingatkan, ada Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri. Nota ini bisa menjadi rujukan Polrestabes Surabaya untuk melindungi kemerdekaan pers.
Oleh karena itu, kami mendesak agar manajemen Persebaya mencabut laporan di Polrestabes Surabaya dan menempuh jalur hak jawab dan koreksi atau bahkan melalui Dewan Pers. Hal ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak termasuk media massa, tentang bagaimana seharusnya, sengketa pemberitaan itu diselesaikan. Apalagi, pelapor merupakan mantan wartawan/ jurnalis yang semestinya memahami masalah Ini.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat untuk menjadi perhatian semua pihak.