Senin, 22 Desember 2025

Pasutri Indonesia Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri

- Sabtu, 2 Februari 2019 | 08:28 WIB

METROPOLITAN - Otorita Filipina, Jumat (1/2), memastikan bahwa pelaku bom bunuh diri di Katedral Katolik Roma di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina Selatan, pada akhir pekan lalu adalah suami istri asal Indonesia yang mendapat bantuan dari kelompok yang berafiliasi dengan ISIS.

Kantor berita Reuters mengutip Menteri Dalam Ne­geri Filipina Eduardo Ano yang mengatakan bahwa ia Indonesia berada di balik sepasangan suami istri asal rangan terhadap katedral itu, yang menewaskan sedikitnya 22 orang dan melukai lebih dari seratus lainnya, termasuk warga sipil dan tentara. ­ Ano menyampaikan infor­masi itu pada Jumat berdasarkan informasi yang diperoleh dari sejumlah saksi mata dan sumber-sumber yang tidak dirincinya. “Mereka warga Indonesia,” ujar mantan panglima militer itu kepada CNN Filipina. “Saya ya­kin mereka adalah warga Indo­nesia,” tambahnya. Sebelumnya, ISIS mengklaim bertanggung jawab terhadap serangan bunuh diri itu. Se­perti dilansir VOA, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris hanya men­jawab singkat. “Saya belum tahu,” katanya. Ia menolak mem­beri keterangan lebih jauh. Pernyataan Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano itu adalah perkembangan terbaru dalam penyelidikan serangan bom bunuh diri di Katedral Ka­tolik Roma di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina Selatan, pada 27 Ja­nuari lalu. Reuters mengutip seorang penyelidik yang diwawancarai di televisi mengatakan bahwa pernyataan yang disampaikan otorita Filipina kadangkala tidak konsisten dan bertentangan karena tempat kejadian perka­ra telah terkontaminasi. Meski­pun tidak ada rincian ’konta­minasi’ yang dimaksud. Pejabat-pejabat keamanan Filipina awalnya mengatakan bahwa kedua bom itu diledak­kan dari jarak jauh. Tetapi pada Selasa (29/1), pernyataan itu berubah setelah Presiden Rod­rigo Duterte mengatakan bahwa kemungkinan serangan itu ada­lah bom bunuh diri. Pandangan Duterte itu didukung Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana, yang pada Jumat kemarin men­gatakan bahwa pemeriksaan tas di pintu masuk gereja menyu­litkan untuk menyembunyikan bom, sehingga yang lebih mun­gkin adalah bom itu telah dii­katkan ke tubuh. “Menurut tim forensik, ada sejumlah potongan tubuh yang kemungkinan berasal dari dua orang, satu orang di dalam ge­reja dan lainnya di luar,” ujar Lorenzana kepada wartawan. Sementara Menteri Dalam Negeri Eduardo Ano mengata­kan, pasangan Indonesia itu telah mendapat bantuan dari Abu Sayyaf, organisasi militan yang terkenal kerap melakukan penculikan di bagian Selatan Filipina. Ano menambahkan, mereka yang merencanakan serangan itu pastinya telah mendapat instruksi dari sebuah jaringan operasi yang berafili­asi dengan ISIS. Aturan hukum darurat telah diberlakukan di Mindanao, Filipina Selatan, se­jak sejumlah pemberontak da­lam dan luar Filipina yang ber­pakaian serba hitam menyerang dan menguasai Kota Marawi pada 2017. Serangan udara dan pertempuran terbuka selama lima bulan untuk merebut kem­bali kota itu mengingatkan pada pertempuran di Suriah dan Irak. (vo/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X