METROPOLITAN - Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) diperiksa penyidik dari Bareskrim Polri terkait kasus dugaan korupsi Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) saat ia masih menjabat. Aher diperiksa selama enam jam dan dicecar sejumlah pertanyaan soal kredit fiktif yang diberikan BJBS kepada beberapa perusahaan tanpa agunan.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, pemeriksaan terhadap Aher merupakan hasil pengembangan kasus korupsi BJBS. Aher diperiksa mulai pukul 13:00 sampai 19:30 WIB. ”Sebagai pengembangan penanganan perkara BJBS, Dittipikor melanjutkan penyelidikan terhadap BJBS dan memanggil mantan Gubernur Jawa Barat AH,” bebernya kepada awak media. Bareskrim menyelidiki kasus dugaan korupsi pemberian kredit BJBS kepada PT Hastuka Sarana Karya (HSK) pada periode 2014-2016 dalam proyek Garut Super Blok. Polisi juga telah menggeledah kantor pusat BJBS di Bandung dan kediaman plt dirut BJBS. Dugaan korupsi itu terkait pemberian kredit untuk proyek Garut Super Blok kepada PT HSK sebesar Rp566,45 miliar. Pihak debitur tidak memberi agunan sama sekali kepada Bank BJB, malah sertifikat tanah induk pokok diagunkan ke bank lain. Untuk meyakinkan pihak bank, PT HSK mengajukan 161 pihak yang katanya akan membeli ruko di area pusat perbelanjaan di Garut itu. Namun pembayaran 161 debitur itu macet. Bareskrim sendiri menyita aset dua perusahaan kontraktor senilai Rp2 miliar atas dugaan pencairan kredit fiktif oleh Bank BJBS. Dua perusahaan itu adalah PT HSK dan CV Dwi Manunggal Abadi. Dana pinjaman tersebut dicairkan BJBS kepada dua perusahaan tersebut untuk pembiayaan pembangunan Garut Super Blok di Garut, Jawa Barat, periode 2014-2015. Dalam kasus tersebut, Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan Plt Dirut BJBS Yocie Gusman sebagai tersangka. Ia merupakan bekas ketua DPC PKS Bogor. Yocie bertanggung jawab dalam pemberian kredit kepada PT HSK pada 2014 hingga 2016. Perbuatan melawan hukum yang dilakukannya yaitu pembiayaan end user dengan akad murabahah yang artinya apabila selesai dibangun langsung dibayar tunai. Faktanya, uang dibayarkan sebelum proyek tersebut selesai. Dengan demikian, terjadi potensi penggunaan uang kredit untuk peruntukan selain pembangunan Garut Super Blok. Setelah didalami, kualitas pembiayaan 161 debitur tersebut macet. Dianggap tidak bankable dan sebagian fiktif. Debitur diduga hanya rekayasa dari PT HSK. Selain itu, PT HSK tidak memberi jaminan agunan sertifikat tanah induk pokok. Usai pemeriksaan, Aher menyatakan bilamana pemeriksaan kali ini dicecar mengenai posisi di BJB dan apa saja yang ia ketahui soal BJBS. “Saya diundang untuk klarifikasi. Sederhana saja. Saya tidak tahu apa-apa. Tentu selaku gubernur yang mengawasi BJB harus diminta klarifikasinya. Adapun urusan BJBS kan urusan BJB, bukan gubernurnya,” kata Aher. Karena itu, ia menegaskan tak tahu-menahu soal kasus yang sedang diselidiki penyidik dari pihak kepolisian. ”Saya tekankan bahwa saya tidak ada hubungan hukum apa pun kepada BJBS. Tidak ada hubungan kredit. Apalagi hubungan keuangan, tidak ada. Sehingga saya tidak banyak tahu bagaimana kegiatan di BJBS,” kata Aher. Aher menjelaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) memang merupakan pemegang saham di BJB. Pemprov Jabar hanya tahu kegiatan BJB, meski BJB juga merupakan pemegang saham di BJBS. ”Saya katakan, untuk Bank BJB saya sebagai gubernur saat itu adalah pemegang saham, mewakili pemerintah. Pemegang sahamnya itu tentu saya sebagai pemegang saham. Pengendali ya. Yang berhak mengusulkan calon komisaris, calon direksi kepada komisaris. Setelah ada proses asesmen, kemudian komisaris melanjutkan ke OJK dan dari OJK hasilnya dibawa ke RUPS. Lalu dipilihlah Dirut. Itu terkait Bank BJB,” tutur Aher. (mer/mam/run)