Minggu, 21 Desember 2025

Apa Kabar Baranangsiang Terminal

- Senin, 29 April 2019 | 08:27 WIB

METROPOLITAN - Kumuh dan tidak terawat. Kesan itu masih tertangkap saat melihat atau menginjakkan kaki di Terminal Baranangsiang. Terminal di pusat kota itu keberadaannya makin usang ditinggal zaman. Rencana revitalisasi pun tak kunjung terealisasi. Akankah jadi dibangun tahun ini? Apartemen dan pusat belanja. Itulah konsep yang ditawarkan pengembang Terminal Baranangsiang untuk proyek yang rencananya sudah bergulir sejak 2012. Bahkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor era Diani Budiarto telah meneken kerja sama dengan PT Pancakarya Grahtama Indonesia (PGI) dengan pola bangun-guna-serah (builtoperate-transfer) senilai Rp462,86 miliar. Namun, kerja sama itu tak berjalan mulus. Rencana eksekusi pengosongan terminal pada Mei 2013 batal karena muncul penolakan dari sopir bus. Akibatnya, waktu pembangunan yang mulanya ditetapkan mulai 5 Mei 2013 gatot alias gagal total. Pemerintah daerah tidak berhasil mengondisikan para awak bus hingga proses revitalisasi pun mengulur panjang. Itu ditambah adanya pergantian masa kepemimpinan dari Diani ke Bima Arya. Namun, lima tahun masa kepemimpinannya, proyek revitalisasi Terminal Baranangsiang masih saja menemui jalan terjal. Bahkan sampai statusnya diserahkan ke pusat pada Februari 2018, pengelolaan terminal tipe A tersebut justru makin tak karuan. Semrawut, tidak terurus. “Kayaknya dari dulu nggak ada perubahan. Ruang tunggu penumpang makin nggak nyaman,” ujar salah seorang penumpang, Rahma Juniar (25), yang mengaku lebih senang menunggu di pos polisi sekitar terminal ketimbang ruang tunggu bus. Sampai akhirnya, setahun berlalu, pelimpahan aset itu belum juga mendapatkan titik temu. Malahan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dikirimkan surat resmi oleh Kejagung terkait pengkajian ulang soal status pelimpahan aset di lahan seluas dua hektare itu. “Memang Pemkot Bogor baru mendapatkan surat beberapa bulan yang lalu dari Kejagung yang mengingatkan bahwa proses serah terima kepada pusat harus dikaji ulang kembali. Karena proses penyerahan asetnya bisa menjadi persoalan,” ujar Bima. Pengkajian ulang ini sesuai rekomendasi yang diberikan Jaksa Agung dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kondisi itu yang memaksa Pemkot Bogor tak bisa berbuat banyak. Sebab, aspek legalnya belum dikantongi. “Mereka sepakat untuk menghentikan dulu. Kalau hak pengelolaan saja belum ada kejelasan, bagaimana kita bisa mulai,” tegasnya. Sekadar diketahui, sebelumnya pada 12 Februari 2018, urusan pengelolaan dan aset terminal tipe A Baranangsiang berpindah tangan dari Pemkot Bogor diserahkan ke pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Transportasi Jabotabek (BPJT). Hal itu sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa pengelolaan terminal tipe A merupakan urusan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan. “Kalau maunya pemkot jelas. Satu, dikelola kita. Kedua, desainnya tidak boleh merusak lingkungan. Dan ketiga, kalau bisa LRT itu ke Tanah Baru karena kita ingin kembangkan di sana,” jelas Bima. Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor Rakhmawati mengatakan, Pemkot Bogor tidak menggelontorkan anggaran untuk Terminal Baranangsiang. Hal itu karena Terminal Baranangsiang sudah dialih kelola oleh Kementerian Perhubungan melalui BPTJ setelah berganti status menjadi terminal tipe A. Namun, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa Pemkot Bogor tidak bisa menyerahkan aset begitu saja. Karena itu, Pemkot Bogor diminta menghentikan serah terima kepada pemerintah pusat oleh Jaksa Agung dan Kementerian Keuangan. Menurut Rakhma, Kementerian Dalam Negeri dan Kemenhub berpedoman pada UU 23/2014, sehingga Pemkot Bogor dapat menyerahkan aset kepada kementerian. Namun, menurut Jaksa Agung dan Kemenkeu, aset tersebut tidak bisa diserahkan hanya melalui berita acara muspida dan perlu proses tersendiri. “Kami sudah tidak bisa menata dan tidak menganggarkan lagi untuk terminal. Seharusnya sebagai terminal tipe A memang diserahkan ke pusat. Tetapi ada pendapat lain, sehingga kami menunggu kepastian hukum dari pemerintah pusat,” ujarnya. Menurut Rakhma, siapa pun yang nantinya mengelola aset Terminal Baranangsiang, terminal tersebut tetap akan dibenahi. Saat ini semua pihak masih menunggu kejelasan status aset tersebut. “Kemenko Maritim sedang bahas secara detail, nanti akan disampaikan secara resmi,” kata Rakhma. Sementara itu, sebagai mantan pejabat KPK, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengakui bahwa persoalan terminal cukup dilematis. “Untuk itu, Pemkot Bogor masih menunggu langkah dari BPTJ untuk melakukan rapat koordinasi terkait wacana yang kini berkembang,” katanya kepada Metropolitan, kemarin. Menurutnya, di masa kepemimpinan Bima-Dedie, pihaknya berkeinginan menuntaskan persoalan Terminal Baranangsiang yang selama ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) Pemkot Bogor. Ditambah lagi adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2017 tentang Pembangunan Lintas Rel Terpadu (LRT) Trase Cibubur, Cimanggis dan Bogor, yang kemungkinan besar masuk Terminal Baranangsiang, tentu harus diimbangi penyesuaian pada rencana pembangunan. “Sehingga harus ada penyesuaian tentang luas lahan dan desain keseluruhan. Intinya sih kami masih menunggu koordinasi dengan BPTJ dulu soal tindak lanjut ke depannya,” papar lelaki kelahiran Garut, 6 April 1966 itu. Meski belum ada kejelasan terkait hak pengelolaan, pengembang proyek Terminal Baranangsiang telah menyiapkan anggaran fantastis untuk merombak fasilitas publik tersebut. Termasuk pengembang properti Trivo Group yang sudah menyiapkan rencana pengembangan proyek berbasis Transit Oriented Development (TOD) di Terminal Baranangsiang Bogor. Presiden Direktur Trivo Group Robert Yapari mengungkapkan, proyek besar tersebut berstatus bangun, bina, serah atau Built, Operate and Transfer (BOT) dengan masa konsesi 30 tahun. ”Karena konsepnya berbasis TOD, kami membangunnya terintegrasi dengan infrastruktur transportasi publik,” ujarnya. Untuk TOD Baranangsiang, jelas Robert, statusnya masih dalam proses perizinan. Hak pengelolaannya sendiri sudah dikantongi sejak Bima Arya Sugiarto menjabat Wali Kota Bogor. ”Terminal Bogor kan sudah diambil alih oleh Kementerian Perhubungan. Jadi kami masih menunggu izin dari mereka,” imbuhnya. Dalam mengembangkan TOD Baranangsiang, Trivo Group mengalokasikan dana senilai Rp900 miliar. Selain apartemen, di sini juga akan dibangun pusat belanja. Dua proyek itu menggenapi proyek-proyek yang telah dan dikembangkan Trivo Group sebelumnya. Sebut saja Sakura Garden City yang dikerjasamakan dengan JOIN dan Daiwa House Industry, saat ini sudah menyelesaikan tahap pekerjaan fondasi. Kemudian proyek multifungsi di Jalan Jenderal Sudirman, Tangerang, bernama TangCity. Proyek itu mencakup apartemen dan pusat belanja. Tak hanya di Bogor, di Depok, Robert menamai proyeknya dengan TOD Metro De Bar. Menempati area seluas 3 hektare, proyek TOD yang digarap akan berisi pusat belanja Metro Starter Mall, apartemen tiga menara dan fasilitas penunjang lainnya. TOD Metro De Bar terkoneksi dengan Stasiun Commuter Line (CL) Depok Baru dan dekat dengan Stasiun CL Pondokcina. ”Kondisi terminalnya sendiri sedang dalam proses pembangunan. Bersamaan dengan mal, kami targetkan rampung pada 2020 mendatang,” sebut Robert. Sementara apartemennya ditargetkan selesai konstruksi enam bulan setelahnya. Trivo Group merogoh kocek sebesar Rp1,5 triliun untuk membangun TOD Metro De Bar. (ryn/c/kps/ feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X