METROPOLITAN - Apa yang prioritas dalam kehidupan dunia ini? Sebagian orang menganggap bahwa mencari harta sebanyak-banyaknya adalah jawabannya. Melalui kekayaan, manusia dinilai bisa memperoleh ketenangan, kebahagiaan, bahkan kesempatan berbuat baik lebih banyak. Dengan harta yang melimpah, seseorang tidak hanya bisa membahagiakan diri sendiri, tetapi juga membahagiakan orang lain. Maka bersibuk-sibuklah mereka mencari nafkah, memperkaya diri. Meskipun penumpukkan kekayaan itu tak akan pernah berujung, dan bagi sebagian orang proses tersebut justru membuatnya lalai dan semakin jauh dari idealisme “membahagiakan diri sendiri sekaligus orang lain.”
Pendapat lain mengatakan, bukan harta yang prioritas, melainkan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu seseorang bisa menjadi lebih terhormat. Orang kaya tidak lebih baik dari orang berilmu. Maka jargon bahwa “harta meniscayakan kita untuk menjaganya, sedangkan ilmu justru menjaga kita”. Bahkan, dengan ilmu, harta bisa diraih, tapi belum tentu demikian sebaliknya. Berangkat dari keyakinan ini, seseorang kemudian berlomba-lomba mengejar pendidikan tinggi, menumpuk pengetahuan.
Orang kaya dan orang pintar sudah sangat banyak kita dapati. Namun, betapa banyak juga masalah yang juga ditimbulkan oleh dua kelompok itu? Tak sedikit orang yang karena dibutakan oleh kekayaan menjadi lupa akan nilai-nilai sosial dan kelestarian lingkungan. Punya perusahaan besar tapi mengeksploitasi alam; punya pabrik tapi mencemari udara dan mengganggu masyarakat; meraup keuntungan luar biasa per hari tapi kikir, dan seterusnya. Dengan demikian, kekayaan tidak membuatnya bersyukur. Kekayaan telah menumbuhkan sifat tamak yang dalam level tertentu memicu tindakan-tindakan yang merugikan orang lain.
Demikian pula orang pintar. Mereka kini hadir di mana-mana, mengisi berbagai lini strategis kehidupan kita: di pemerintahan, lembaga pendidikan, rumah sakit, pabrik senjata, hingga masjid dan mushala. Di saat yang sama kita juga menyaksikan bahwa sebagian problem di sekitar kita juga muncul dari orang-orang pintar ini. Kasus korupsi banyak kita saksikan dari para oknum pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang. Kita juga pernah mendengar kasus pelecehan seksual oleh oknum guru di sekolah. Kita juga kadang menemui beberapa tempat ibadah yang menjadi ajang kampanye kebencian dan memupuk permusuhan kepada kelompok lain yang berbeda paham.
Kenapa hal demikian bisa terjadi? Benarkah yang paling krusial dalam kehidupan ini adalah harta dan ilmu pengetahuan? Parameter paling sempurna untuk melihat segala persoalan adalah Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam. Bila kembali kepada tujuan dari diutusnya (bi’tsah) beliau, maka kita akan menemukan kata kunci yang sangat penting, yakni akhlak. Beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Rasulullah diutus bukan untuk membuat orang menjadi kaya atau semata-mata agar orang menjadi pintar, melainkan agar manusia memiliki akhlak sempurna. Ketika Nabi berdakwah, bangsa Arab secara umum bukan bangsa yang sangat miskin secara ekonomi ataupun sangat bodoh di bidang pengetahuan. Banyak situs Arab kuno yang menunjukkan bahwa masyarakat kala itu tergolong canggih, misalnya dalam membangun bendungan, saluran irigasi, atau teknik dan persenjataan perang. (*)