METROPOLITAN - Kendati hari masih teramat pagi, tak sedikit kendaraan yang melintas di jalan alternatif Citeko-Cisarua. Ya, jalur ini memang menjadi rute primadona menuju kawasan wisata Puncak dan arah sebaliknya. Musababnya, jalan utama kerap mengalami macet parah hingga diberlakukannya one way atau sistem satu arah.
Saat-saat seperti Lebaran dan liburan, nyatanya jalur alternatif juga dipadati kendaraan hingga menyebabkan macet. Di momen seperti ini, sangat mudah menjumpai sejumlah orang di hampir tiap simpangan mengatur lalu lintas. Orang tersebut bukanlah petugas kepolisian, mereka hanyalah warga biasa yang tetiba menjadi pengatur lalu lintas atau akrab disebut Pak Ogah.
Jalur alternatif Citeko-Cisarua memang terbilang panjang karena mencapai sekitar 1 kilometer. Kondisi ini dimanfaatkan Pak Ogah untuk meraup pundi-pundi rupiah dengan mengatur kendaraan untuk mengurai macet. “Ya terus pak, terus. Belok kanan. Mau ke arah mana? Belok kanan pak kalau ke arah Bogor,” ujar seorang pengatur lalu lintas, Ruslan, saat mengatur kendaraan di pertigaan SS, Kampung Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Sibuk bukan main Ruslan hari itu. Meski demikian, lelah yang dialami larut dengan canda-tawa bersama warga lain yang juga ikut mengatur lalu lintas secara bersama-sama.
Nyatanya, para Pak Ogah tak melulu bicara rupiah. Pada dasarnya, mereka merasa senang lantaran dapat membantu mengatur lalu lintas agar tak terjadi kemacetan yang mengular di jalur tersebut. Ruslan sendiri sudah saban tahun selalu turun ke jalan saat libur Lebaran.
Di sela-sela aktivitasnya mengatur lalu lintas bersama para Pak Ogah lainnya, Ruslan sempat menceritakan awal mula turun ke jalan. Ternyata, kebiasaan ini sudah dilakoninya sejak 2012 lalu setelah putus sekolah. Menurutnya, menjadi Pak Ogah bukan pekerjaan hina, melainkan mulia. Sama seperti pekerjaan lainnya. Hasilnya halal untuk dimakan karena tak memaksa ke pengendara.
“Ya daripada menyusahkan dan selalu meminta uang kepada orang tua, lebih baik terjun ke jalan seperti ini,” tutur lelaki kelahiran 1998 itu kepada Metropolitan, kemarin.
Bagi pria yang akrab disapa Uchan itu, Pak Ogah memiliki kontribusi karena memberikan jasa kepada pengendara yang melintas agar tak salah jalan atau mengatur agar tak terjadi kemacetan yang mengular. “Kami ada sekitar 12 orang yang mengatur lalu lintas di daerah-daerah sini. Jadi dibagi tiga shift, setiap shift diisi empat orang,” terangnya.
Biasanya, dalam sehari Uchan memulai mengatur lalu lintas mulai pukul 07:00-17:00 WIB. Uang yang didapat pun berkisar Rp250.000 jika sedang ramai. Selanjutnya, uang yang terkumpul dibagi rata kepada 12 Pak Ogah yang berjaga di pertigaan SS. “Selain bisa kasih orang tua, untuk tambah-tambahan biaya harian, Bang,” tutur Uchan.
Uchan mengatakan, Pak Ogah tak hanya ditemui di pertigaan SS. Hampir di tiap pertigaan ada Pak Ogah yang mengatur lalu lintas, mulai dari kawasan Ciawi, Cisarua hingga Puncak. Banyaknya Pak Ogah di jalur alternatif ditengarai karena banyaknya wisatawan yang berlibur menuju kawasan Puncak.
Bagi Uchan, menjadi Pak Ogah bukanlah pekerjaan satu-satunya. Uchan memiliki pekerjaan lain yaitu sebagai ojek dan juru parkir. Dirinya juga menganggap menjadi Pak Ogah bukan hanya mencari uang, tetapi mencari pahala dengan membantu para pengendara. “Ya sederhana saja, Bang, nyari duit sekalian pahala. Masa jalan macet nggak ada yang ngurus,” ungkapnya.
Terpisah, salah seorang Pak Ogah lainnya, Heri (25), mengaku rutinitasnya turun ke jalan dilakukan setiap tahun saat musim libur Lebaran. Pria yang berjaga di pertigaan Citeko Panjang ini mengaku bisa mendapatkan uang hingga Rp120.000 setiap hari bersama Pak Ogah lainnya.
“Di sini kendaraan yang melintas cukup padat. Alhamdulillah hasilnya juga banyak. Cukup Bang untuk beli susu anak. Kalau saya turun pas libur saja paling, karena sehari-hari jadi karyawan swasta juga,” ujar Heri.
Meski terlihat santai, dirinya mengaku mengatur lalu lintas bukan tanpa risiko. Kondisi jalan yang rusak menyebabkan debu-debu beterbangan hingga risiko lainnya. (yos/d/fin/run)