Biadab. Itulah sematan yang pantas diberikan kepada AH (48) lantaran tega mencabuli putri kandungnya yang baru berusia delapan tahun. AH melakukan aksi bejatnya di rumah kontrakan di Kampung Sirnagalih, Desa Sukajaya, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Tak hanya sekali, AH juga mengaku telah melakukannya beberapa kali kepada putrinya yang masih SD itu.
Kapolres Sukabumi Kota AKBP Susatyo Purnomo Condro mengungkapkan, aksi pencabulan tersebut terjadi pada Mei 2019 sekitar pukul 19:00 WIB. Perbuatannya itu dilakukan tersangka terhadap anak ketiganya dengan motif dorongan hawa nafsu. ”Jadi sebetulnya pencabulan tersebut sudah dilakukan sejak April 2019 lalu dan istri tersangka itu menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW),” ujar Susatyo dalam konferensi pers yang digelar di Mapolresta Sukabumi, Kamis (13/6).
Perbuatan itu terbongkar setelah korban mengeluhkan gatal di sekitar kemaluannya kepada kakak perempuannya. Kemudian kakaknya melaporkan kejadian tersebut ke aparat kepolisian. Tak butuh waktu lama, AH pun dibekuk Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal Polres Sukabumi Kota.
”Korban mengeluh gatal pada bagian kemaluannya. Dia mengadukan hal itu kepada kakak perempuannya. Saat diperiksa, ada luka di bagian kemaluan korban. Ketika didesak, akhirnya korban mengaku telah disetubuhi ayah kandungnya sendiri,” paparnya. ”Barang bukti berupa satu set pakaian korban, dan saat ini korban sedang dalam tahap pendampingan serta mendapatkan treatment (pemulihan, red) khusus,” tambah Susatyo.
Sementara itu, tersangka AH mengakui alasan melakukan perbuatannya itu karena nafsu saat melihat anaknya yang sedang terlelap tidur di tengah rumah. Ia juga mengungkapkan bahwa istrinya bekerja sebagai TKW sudah 20 bulan. ”Ya karena nafsu dan gelap. Istri saya bekerja sebagai TKW sudah satu tahun delapan bulan,” aku AH kepada wartawan sambil tertunduk.
Atas perbuatannya, tersangka AH akan dijerat Pasal 76 D juncto 82 dan atau 76 E juncto Pasal 82 Ayat (1) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang penetapan PP RI No 01 Th 2016 tentang perubahan kedua UU RI No 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Maraknya kasus pencabulan yang dilakukan ayah kandung menjadi perhatian serius sejumlah pihak. Tak terkecuali psikolog Rumah Anak, Retno. Ia menjelaskan terdapat empat faktor dalam aksi pencabulan tersebut. Salah satunya sosial ekonomi. “Karena tidak memiliki uang, ayah tidak mungkin ’jajan’ ke PSK. Apalagi istri dari pelaku ini kan TKW yang kerja di luar negeri. Karena itu anak sendiri dicabulinya,” tuturnya kepada Metropolitan, Kamis (13/6).
Begitu juga dengan kondisi komunikasi yang tak berjalan dengan baik menjadi salah satu penyebabnya. “Komunikasi dengan istrinya kurang harmonis, sehingga memicu anak jadi korban. Selain itu, faktor pendidikan rendah menjadi salah satu pengaruh. Pendidikan pelaku yang dimaksud,” sambung Retno.
Orang tua yang pendidikannya rendah tidak memahami efek perilakunya baik pada diri sendiri maupun kepada anak kandung. Tak hanya itu, dorongan instingtif memenuhi kebutuhan seks akhirnya menyebabkan aksi pencabulan terjadi.
Faktor lemahnya iman, sambungnya, tak luput dari hal tersebut. Tersangka yang tidak memiliki konsep iman dapat gelap mata. Begitu juga dengan faktor media massa, media sosial, menjadi juga penyebab perilaku seks menyimpang dengan anak kandung.
“Adapun dampaknya ke anak atau korban ini sangat banyak sekali. Selain trauma, proses penyembuhannya pun cukup lama. Satu atau dua tahun, tahun bisa bertahun-tahun. Proses terapinya harus eklektik alias menyeluruh dan proses terapi harus kontinyu. Lama atau cepatnya tergantung kondisi korban,” jelasnya. (su/yos/b/mam/run)