Senin, 22 Desember 2025

Dua Hari Tanah Sukamakmur Bergetar

- Senin, 17 Juni 2019 | 09:35 WIB
SEMBURAN: Api menyembur dari salah satu kuluwung yang dinyalakan panitia festival.
SEMBURAN: Api menyembur dari salah satu kuluwung yang dinyalakan panitia festival.

Minggu pagi, warga di Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, sudah berdatangan ke tanah lapang di ujung jembatan yang memisahkan Kampung Cikeruh, Desa Sukamulya dengan Desa Sukamakmur. Sejak Sabtu (15/6), lapangan itu disesaki warga yang ikut meramaikan tradisi warisan karuhun Sukamakmur yang bisa membuat tanah ikut bergetar.

MTROPOLITAN – Dentuman  keras dari puluhan meriam kayu raksasa terdengar menggelegar. Suaranya saling bersahutan. Duar! Duar! Duar! Tak tanggung-tanggung, ada 30 selongsong meriam kayu yang berjajar di area perbukitan di Cikeruh, RT 01/01. Meriam itu sengaja diledakkan untuk meramaikan tradisi ngadu beduk atau dikenal warga dengan sebutan kuluwung. Yakni tradisi warisan leluhur yang telah ada sejak 1975 di Sukamakmur.

Dalam tradisi itu, tiap desa memamerkan hasil meriam kayu buatannya. Siapa yang suaranya paling kencang, maka desanya akan mendapat kebanggaan tersendiri. Dentuman keras yang dihasilkan dari puluhan kuluwung raksasa itu terdengar hingga hampir di seluruh wilayah Sukamakmur. Bahkan saking dahsyatnya, ledakan meriam kayu itu membuat rumah warga sekitar yang berada dekat lokasi festival bergetar.

Tak jarang warga yang berada di lokasi festival teriak spontan. Di lokasi yang sama juga banyak warga yang menikmati festival sambil menggunakan penutup telinga. Sejumlah polisi yang bertugas mengamankan di lokasi festival acap kali memuji dahsyatnya suara ledakan yang dihasilkan kuluwung raksasa tersebut. ”Buset, kenceng banget suaranya. Lebih dari meriam ini mah,” celetuk polisi yang berjaga bercanda dengan rekannya sambil menutup telinga.

Saking kuatnya, bunyi ledakan tersebut membuat tanah ikut bergetar. Namun, itu tak menyurutkan keinginan warga untuk menonton. Kepala Desa Sukamakmur Ahmad Sukirman mengatakan, masing-masing desa membuat 15 kuluwung. Jumlah itu harus sama, kecuali diameter kuluwung yang tergantung pada cara panitia mencari pohon besar. “Jaraknya 40 meteran. Yang dipertunjukkan di sini kan hanya dentumannya. Tidak ada material yang dilontarkan. Bukan saling tembak tapi adu suara. Bagi yang tidak kuat bising, bisa melihat dari jarak 20 meter dan pakai penutup kuping karena suaranya keras dan menggetarkan tanah saking kerasnya,” kata Ahmad Sukirman.

Dalam tradisi adu gengsi lewat dentuman meriam kayu tersebut, warga pun rela patungan mengumpulkan uang jutaan rupiah. Salah seorang panitia festival kuluwung karbit dari Desa Sukamulya, Muhammad Kusnadi, menjelaskan beda ukuran kuluwung otomatis bakal membedakan kebutuhan karbit sebagai bahan ledaknya. Mulai dari 1/4, 1/2 hingga 1 kilogram karbit untuk satu kali ledakan. ”Untuk kuluwung dengan ukuran 5 meter sampai 6 meter, biasanya butuh karbit 1/4 kilogram. Kalau ukuran 7 hingga 8 meter sekitar 1/2 kilogram karbit. Kalau untuk ukuran 9 sampai 10 meter, butuh sekitar 1 kilogram karbit,” jelasnya.

Puncak festival kuluwung karbit yang berlangsung dua hari sejak Sabtu hingga Minggu (15- 16/6), setidaknya menghabiskan anggaran sekitar Rp521 juta. Dana tersebut didapat panitia dari hasil swadaya masyarakat sekitar hingga sumbangan donatur desa. Jumlah anggaran tersebut terus bertambah, mengingat banyaknya donatur tambahan saat hari pelaksanaan. ”Untuk festival ini kita menganggarkan di angka Rp521 juta. Tapi sejak kemarin hingga hari ini, donatur terus berdatangan memberikan dana tambahan. Ada yang kasih dalam bentuk uang, petasan hingga karbit,” bebernya.

Kusnadi menuturkan, dari semua total pengeluaran yang ada, anggaran petasan dan karbit adalah pengeluaran terbesar pada gelaran festival kuluwung karbit tahun ini. Bagaimana tidak, dalam tempo waktu dua hari puncak perayaan festival, 30 selongsong kuluwung berbagai ukuran tersebut dapat menghabiskan 2 ton karbit. ”Satu kilogram karbit harganya sekitar Rp30 sampai 40 ribu. Dari harga segitu kan sudah jelas, berapa juta yang harus kita keluarkan untuk membeli karbit sebagai bahan bakar 30 kuluwung. Tinggal dikalikan saja Rp40 ribu dengan 2 ton,” tuturnya.

Tak hanya karbit, pengeluaran terbesar panitia juga berasal dari petasan. Sebanyak 10 ribu gulung petasan berbagai ukuran pun disediakan panitia demi menambah semarak helaran festival kuluwung karbit, mulai dari petasan dengan panjang setengah meter hingga sepuluh meter. ”Kita menyiapkan petasan berbagai jenis sekitar 10 ribu petasan. Tapi tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan bertambah karena banyak juga donatur yang menyumbang petasan. Bahkan ada juga donatur yang menyumbang petasan seharga Rp6 juta,” akunya.

Menurut Kusnadi, semakin besar ukuran meriam kayu maka semakin dibanggakan warga. Seperti meriam kayu raksasa yang memiliki panjang 10 meter dan diameter 1,5 meter. Meriam yang diberi nama Badak Mungkur itu mampu menghasilkan suara layaknya dentuman meriam di era perang kemerdekaan. “Suaranya bisa bikin tanah bergetar saking kencangnya,” ujar Kusnadi.

Menurutnya, festival kuluwung karbit raksasa merupakan salah satu tradisi yang amat lekat di desanya. Bahkan bisa dikatakan festival itu adalah satu-satunya yang ada di kawasan Bumi Tegar Beriman. ”Biasanya kita mulai H-10 sebelum Lebaran dan berakhir H+10 setelah Lebaran,” tutupnya. (ogi/fin/d/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X