METROPOLITAN - Kabar duka menyelimuti Indonesia. Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Haji Maimun Zubair dikabarkan meninggal dunia saat melakukan rangkaian ibadah haji, kemarin. Kabar itu dibenarkan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. ”Iya, saya mendapat kabar dari Mekkah,” kata Arsul Sani.
Menurutnya, kabar itu didapat langsung dari putra Mbah Maimun, Taj Yasin, yang juga wakil gubernur (wagub) Jawa Tengah (Jateng). ”Dikonfirmasi putra beliau, Gus Yasin, wagub Jateng,” sambung Arsul.
Ulama yang akrab disapa Mbah Moen itu merupakan salah satu anggota Ahlul Hall wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015 lalu dan NU Online pernah memuat profil singkatnya.
Kiai Haji Maimun Zubair merupakan seorang alim, faqih sekaligus muharrik (penggerak, red). Selama ini, Kiai Maimun merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqh. Itu karena Kiai Maimun menguasai secara mendalam ilmu fiqh dan ushul fiqh.
Kiai Maimun merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Kiai Maimun lahir di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, pada 28 Oktober 1928. KH Maimun Zubair adalah sosok ulama karismatik. ’Suaranya’ sangat didengar, terutama di kalangan NU. Selain ulama, Mbah Moen juga adalah politisi. Ia menjadi salah satu pendiri PPP. Saat ini posisi Mbah Moen di PPP adalah ketua Majelis Syariah. Setiap ada persoalan di partai ini, pendapatnya juga masih menjadi penentu.
PPP merupakan salah satu partai politik hasil fusi pada Orde Baru, penggabungan partai politik yang diklaim sebagai penyederhanaan demi stabilitas politik. Dideklarasikan pada 5 Januari 1973, PPP merupakan gabungan dari Partai NU, Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi).
Kiprah politik Mbah Moen cukup panjang. Misalnya pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun. Lalu pernah pula tiga periode menjadi anggota MPR dari Fraksi Utusan Daerah, mewakili Jawa Tengah. Adapun di organisasi kemasyarakatan NU, posisinya adalah Mutassyar (Dewan Penasihat) Pengurus Besar NU (PBNU) periode 2015-2020.
Sebagai ulama, KH Maimun Zubair adalah pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang. Penguasaan ilmunya luas, dengan ’spesialisasi’ di bidang ilmu fikih. Mbah Moen hingga akhir hayatnya merupakan salah satu rujukan utama para kiai dan ulama terkait fikih.
Upayanya berguru ilmu agama tak hanya nyantri di pesantren-pesantren se-Pulau Jawa. Mbah Moen pernah pula berguru hingga ke tanah Hijaz di Arab Saudi. Mbah Moen mengaji di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Gurunya, KH Abdul Karim. Namun sejumlah ulama besar di Pulau Jawa juga menjadi gurunya.
Hingga usia sepuh, Mbah Moen dikenal tetap tajam ingatan dan produktif menulis kitab. Di antara kitab yang dia tulis dan jadi rujukan santri adalah Al-‘Ulama’ al-Mujaddidun: Majalu Tajdidihim wa Ijtihadihim (Para Ulama Pembaharu: Cakupan Pembaharuan dan Ijtihad Mereka).
Meski demikian, kajiannya selalu disampaikan dengan bahasa yang ringan sekalipun mendalam dan luas. Salah satu halaman Facebook milik menantu Mbah Moen, KH Zuhrul Anam Hisyam (Gus Anam), menyebut almarhum pernah berdoa untuk dapat meninggal pada Selasa dan saat menjalankan haji. Ragam ungkapan duka yang mengalir di media sosial, menambah data betapa luas sentuhan KH Maimun Zubair. Jangkauannya tak hanya umat Islam, apalagi santri.
Hingga tulisan ini dibuat, ucapan duka datang dari perorangan, aktor politik, kepala daerah dan menteri. Bahkan situs kementerian teknis dan lembaga terkait kebencanaan pun berbagi kabar duka. Lebih dari 45.000 kicauan menyebut kata ’Mbah Moen’ pada Selasa pukul 12:00 WIB. Belum lagi yang menggunakan kata ’innalillahi’ dan ’KH Maimun Zubair’, yang masing-masing ada juga melampaui 20.000 kicauan. (tib/kom/rez/run)