Senin, 22 Desember 2025

Organda Tolak Trem Masuk Bogor

- Jumat, 23 Agustus 2019 | 09:52 WIB
KRODIT: Kendaraan tampak mengular di Jalan Otista. Kehadiran trem pun diyakini bakal menambah krodit jalanan di pusat kota.
KRODIT: Kendaraan tampak mengular di Jalan Otista. Kehadiran trem pun diyakini bakal menambah krodit jalanan di pusat kota.

METROPOLITAN - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengadakan dan men­goperasikan moda transportasi trem di jalanan Kota Bogor rupanya menuai kontroversi. Salah satunya Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor yang menolak dengan tegas wacana pemkot menerapkan kebijakan pengadaan trem yang rencananya akan mendapat bantuan hibah dari Belanda.

Keberadaan trem diyakini hanya akan menambah masalah di jalanan kota yang ’cuma segitu-gitunya’. Belum lagi ’trayek’ jalan trem yang bersinggungan dengan banyak trayek angkot yang juga lewat jalanan yang sama. Sehingga ada kekhawatiran nantinya trem bisa ’membunuh’ perlahan para pengusaha ang­kot.­

”Rencana pengadaan trem itu nggak melihat kondisi ek­sisting jalanan Kota Bogor lho. Apalagi rencananya ngaspal di sekitaran Kebun Raya Bogor. Sedangkan kapasitas jalan cuma segitu-gitunya, nggak ada penambahan. Sekarang saja macet, apalagi kalau ada trem?” kata Ketua DPC Or­ganda Kota Bogor Moch Ischak saat ditemui Metropolitan di ruangannya, kemarin.

Ia menuding pengadaan trem hanya menguntungkan inves­tor besar atau asing, namun mengabaikan pengusaha kecil seperti para pengusaha angkot. Meskipun sifatnya hibah, ha­rusnya pemkot melakukan kajian mendalam sebelum mendatangkan moda trans­portasi dengan rel khusus di badan jalan aspal eksisting.

Ischak pun berkaca pada pengalaman DKI Jakarta yang pernah mengadakan moda transportasi trem di jalanan ibu kota pada 1960, namun pada akhirnya harus menghi­lang dari peredaran jalanan. ”Segitu ibu kota yang punya sarpras jalan lebih besar. Kita mah luasnya nggak berubah. Badan jalan hilang oleh trem nantinya. Otista sekarang saja masih macet, apalagi kalau ada trem,” tegasnya.

Ia menilai perlu kajian men­dalam sebelum mendatangkan trem. Pihaknya juga merasa dikhianati pemkot jika kebi­jakan itu benar-benar terwu­jud. Pasalnya, para pengusaha angkot sudah mengikuti ber­bagai kebijakan dari pemkot, mulai dari rerouting, konver­si hingga pembentukan badan usaha.

”Kebanggaan kalau meng­gencet usaha kecil buat apa? Kita sudah ikuti semua (kebi­jakan pemkot, red). Kenapa sekarang malah begini? Kalau dipaksakan berjalan, itu bisa konflik di lapangan lho. Walau­pun hibah, jangan asal terima saja. Kajian mendalam. Ini bisa ’membunuh’ usaha ang­kot secara perlahan kalau tu­run dalam kondisi seperti sekarang,” jelas Ischak.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim pernah mengklaim trem dini­lai cocok digunakan sebagai moda transportasi penunjang Light Rapid Transit (LRT) yang juga akan masuk Kota Bogor. Pemilihan trem juga berda­sarkan rekomendasi dari kun­jungan salah satu perusahaan asal Prancis beberapa waktu lalu. ”Mereka menilai trem sangat cocok digunakan se­bagai moda transportasi penun­jang LRT,” katanya.

Dedie menjelaskan, pemilihan trem dinilai lebih murah di­bandingkan monorel. Sebab, pemerintah pusat siap mem­berikan hibah 24 gerbong trem ke Kota Bogor. Tak hanya itu, Pemerintah Belanda juga di­gadang-gadang siap membe­rikan rolling stock.

“Selain lebih murah, trem sangat cocok digunakan di ja­lanan pusat Kota Bogor,” ujar­nya. Mantan petinggi KPK itu pun berencana membangun delapan stasiun trem pada 2020. Pihaknya juga menargetkan pembangunan moda transpor­tasi anyar ini bisa rampung berbarengan dengan program LRT. (ryn/c/mam/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X