METROPOLITAN - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengadakan dan mengoperasikan moda transportasi trem di jalanan Kota Bogor rupanya menuai kontroversi. Salah satunya Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor yang menolak dengan tegas wacana pemkot menerapkan kebijakan pengadaan trem yang rencananya akan mendapat bantuan hibah dari Belanda.
Keberadaan trem diyakini hanya akan menambah masalah di jalanan kota yang ’cuma segitu-gitunya’. Belum lagi ’trayek’ jalan trem yang bersinggungan dengan banyak trayek angkot yang juga lewat jalanan yang sama. Sehingga ada kekhawatiran nantinya trem bisa ’membunuh’ perlahan para pengusaha angkot.
”Rencana pengadaan trem itu nggak melihat kondisi eksisting jalanan Kota Bogor lho. Apalagi rencananya ngaspal di sekitaran Kebun Raya Bogor. Sedangkan kapasitas jalan cuma segitu-gitunya, nggak ada penambahan. Sekarang saja macet, apalagi kalau ada trem?” kata Ketua DPC Organda Kota Bogor Moch Ischak saat ditemui Metropolitan di ruangannya, kemarin.
Ia menuding pengadaan trem hanya menguntungkan investor besar atau asing, namun mengabaikan pengusaha kecil seperti para pengusaha angkot. Meskipun sifatnya hibah, harusnya pemkot melakukan kajian mendalam sebelum mendatangkan moda transportasi dengan rel khusus di badan jalan aspal eksisting.
Ischak pun berkaca pada pengalaman DKI Jakarta yang pernah mengadakan moda transportasi trem di jalanan ibu kota pada 1960, namun pada akhirnya harus menghilang dari peredaran jalanan. ”Segitu ibu kota yang punya sarpras jalan lebih besar. Kita mah luasnya nggak berubah. Badan jalan hilang oleh trem nantinya. Otista sekarang saja masih macet, apalagi kalau ada trem,” tegasnya.
Ia menilai perlu kajian mendalam sebelum mendatangkan trem. Pihaknya juga merasa dikhianati pemkot jika kebijakan itu benar-benar terwujud. Pasalnya, para pengusaha angkot sudah mengikuti berbagai kebijakan dari pemkot, mulai dari rerouting, konversi hingga pembentukan badan usaha.
”Kebanggaan kalau menggencet usaha kecil buat apa? Kita sudah ikuti semua (kebijakan pemkot, red). Kenapa sekarang malah begini? Kalau dipaksakan berjalan, itu bisa konflik di lapangan lho. Walaupun hibah, jangan asal terima saja. Kajian mendalam. Ini bisa ’membunuh’ usaha angkot secara perlahan kalau turun dalam kondisi seperti sekarang,” jelas Ischak.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim pernah mengklaim trem dinilai cocok digunakan sebagai moda transportasi penunjang Light Rapid Transit (LRT) yang juga akan masuk Kota Bogor. Pemilihan trem juga berdasarkan rekomendasi dari kunjungan salah satu perusahaan asal Prancis beberapa waktu lalu. ”Mereka menilai trem sangat cocok digunakan sebagai moda transportasi penunjang LRT,” katanya.
Dedie menjelaskan, pemilihan trem dinilai lebih murah dibandingkan monorel. Sebab, pemerintah pusat siap memberikan hibah 24 gerbong trem ke Kota Bogor. Tak hanya itu, Pemerintah Belanda juga digadang-gadang siap memberikan rolling stock.
“Selain lebih murah, trem sangat cocok digunakan di jalanan pusat Kota Bogor,” ujarnya. Mantan petinggi KPK itu pun berencana membangun delapan stasiun trem pada 2020. Pihaknya juga menargetkan pembangunan moda transportasi anyar ini bisa rampung berbarengan dengan program LRT. (ryn/c/mam/run)