METROPOLITAN - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengaku sudah bosan angkat bicara mengenai wacana perluasan wilayah yang diajukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, hingga pembentukan Provinsi Bogor Raya, yang disuarakan pemkot bersama jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.
Menurutnya, penyampaian pendapat dan opini mengenai dua wacana tersebut adalah hal wajar, selama prosesnya dilakukan dengan matang tanpa menabrak aturan. Meski begitu, pria yang akrab disapa Kang Emil itu menilai kedua wacana tersebut bukanlah prioritas yang mesti diperdebatkan.
”Sudah saya sampaikan, aspirasi boleh saja. Berkali-kali saya sudah sampaikan ini, kalau perlu jangan ditanya lagi. Ini yang kedelapan kali saya jawab soal dua wacana ini,” katanya usai menghadiri acara pramuka di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, kemarin.
Emil menilai pembentukan Provinsi Bogor Raya bukanlah solusi konkret untuk meningkatkan pelayanan. Pembentukan provinsi baru juga dinilai dapat memengaruhi pendapatan bantuan Dana Alokasi Umum (DAU) Provinsi Jabar dari pemerintah pusat.
”Urgensi pemekaran itu ada pada Daerah Tingkat II. Kalau Daerah Tingkat II-nya banyak, DAU dari pusat juga banyak. Jabar dengan Jawa Timur (Jatim) perbedaan DAU-nya mencapai Rp15 triliun. Karena Jatim ada 38 daerah, Jabar hanya 27. Padahal penduduk kita lebih banyak,” jelasnya.
Orang nomor satu di Tanah Legenda tersebut berkomentar, pada hakikatnya urgensi pemekaran lebih diprioritaskan untuk Daerah Tingkat II, yakni kota maupun kabupaten. “Memekarkan jadi provinsi bukan urgensi. Urgensinya perbanyakan Daerah Tingkat II atau desa-desa dimekarkan sehingga pelayanan publik bisa lebih dekat,” bebernya.
Di lokasi yang sama, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menilai bahwa isu pembentukan Provinsi Pakuan Bhagakasi itu sudah mendapatkan respons yang sangat luar biasa dari berbagai pihak. Sehingga saat ini Kota Bogor memiliki berbagai opsi yang dinilai dari pemekaran wilayah, pembentukan provinsi, bergabung dengan Jakarta atau hanya mekanisme koordinasi.
“Saat ini sedang dikaji oleh tim pemerintahan (tapem) bekerja sama dengan IPB. Jadi menurut saya, semua wacana ini bagus. Tapi mari kita tunggu kajian yang sekarang sedang dilakukan,” ujarnya.
Ia menilai bahwa memang rencana-rencana terkait kewilayahan itu tidak bisa disegerakan. Tetapi jika melihat dengan wacana pemindahan ibu kota, ia optimis pengkajian batas wilayah bisa diselesaikan seiring berjalannya waktu. Namun Bima juga mengaku tidak pernah mengusulkan pembentukan Bogor Raya. Politisi PAN itu berkilah hanya menampung wacana yang berkembang di masyarakat saja, tetapi ia mengamini bahwa semua itu harus dikaji.
“Sekarang ini PAD hampir Rp1 triliun, 60 persen itu dari PBB dan BPHTB. Dalam beberapa waktu ke depan, jika luas wilayah tetap maka akan jenuh dan BPHTB akan berkurang. Jadi saya sebagai wali kota harus berpikir bagaimana nanti pembangunan setelah saya,” lanjutnya.
Ia menjanjikan bahwa semua kajian itu akan rampung pada akhir tahun dan akan dianggarkan di APBD karena ia sudah berkoordinasi dengan rektor IPB yang sudah menyetujui.
“Semua harus sesuai proses dan prosedur. Ada undang-undangnya, harus memenuhi syarat administratif, teknis dan dukungan politik yang berlandaskan kajian yang dilakukan tim independen,” pungkasnya. (cr2/c/mam/run)