Niat mendapatkan rasa nyaman dan aman menumpang angkutan umum sepulang bekerja pada Jumat, 28 September 2019, tak didapat FE (32). Perjalanannya dari Simpang Pomad menuju Cibinong terusik dengan aksi seorang pria paruh baya yang memamerkan alat kelaminnya. Jumat malam sekitar pukul 22:30 WIB, tak seperti biasanya FE pulang menumpang angkot. Saat itu ia bersama tiga penumpang lainnya naik angkot 08 dari kawasan Simpang Pomad, Kota Bogor. Tak lama, seorang pria yang usianya sekitar 50 tahun naik dan duduk di depannya. Selama perjalanan, FE tak memerhatikan kondisi sekitar. Sesekali membalas chat WhatsApp yang masuk, selebihnya memerhatikan jalanan karena duduk tepat di belakang bangku sopir angkot. Di sekitar Simpang Sentul, satu per satu penumpang turun hingga menyisakan tiga penumpang. FE, pria paruh baya dan satu penumpang yang duduk di samping sopir. Saat di Simpang Cikaret, kejadian menjijikan pun terjadi. Perempuan berhijab yang berprofesi sebagai redaktur koran itu melihat pria yang duduk di depannya memperlihatkan alat kelaminnya. “Setelah lampu merah Cikaret, angkot berhenti karena sopirnya ingin beli kopi. Saya jadi memerhatikan sekitar. Termasuk melihat bapak-bapak itu,” kata FE. Tanpa pikir panjang, ia langsung meminta turun dari angkot. Ia menduga aksi memamerkan alat kelamin yang dilakukan pria tua itu sudah dilakukan sejak penumpang tinggal berdua di belakang. “Kayaknya sudah lama dia begitu (mengeluarkan alat kelamin, red). Tapi saya nggak ngeh. Karena takut diapa-apain, saya pilih turun dan berganti angkot lain,” ucapnya. Setelah menunggu sekitar lima menit, FE naik angkot 08 yang lain. Saat itu, ada dua penumpang perempuan sehingga ia merasa aman. Namun saat di Simpang Cibinong, ibu satu anak itu melihat pria yang memamerkan alat kelaminnya itu hendak menumpang angkot yang dinaikinya. Perasaan takut pun kembali hadir. Beruntung, pria yang lebih pantas disebut kakek-kakek itu tak jadi naik angkot yang sama. “Saya lihat dia mau naik. Saya pelototi sambil kasih tahu ke penumpang lainnya kalau bapak tadi orang stres. Ternyata dua penumpang cewek juga sudah tahu dan pernah jadi korbannya,” terang FE. Kejadian itu membuat FE berpikir dua kali menumpang angkot saat malam hari. Ia mengaku sudah dua kali menjadi korban dari orang-orang yang memiliki gangguan perilaku seksual atau yang disebut ekshibisionis. “Dulu pas sekolah, saya juga pernah mengalami di angkot. Sekarang jadi takut kalau mau naik angkot,” katanya. Sama seperti FE, Indah (bukan nama asli, red) juga jadi korban perilaku ekshibisionisme. Namun, bedanya ia mengalaminya di gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta- Bogor. Saat itu menumpang kereta api dari Stasiun Pasar Minggu menuju Stasiun Bogor di pagi hari. Stasiun demi stasiun ia lewati dengan nyaman tanpa adanya desakan dari orang-orang yang berpacu dengan waktu. Sesampainya di Stasiun Depok Baru, sesosok pria paruh baya menarik perhatian bola matanya. Dengan kondisi kereta yang sepi, membuat ia bertanya-tanya kenapa pria tersebut memilih berdiri di ujung lorong sambil menyelempangkan tasnya ke depan, tepat di bawah perutnya. Setelah melewati Stasiun Bojonggede, pria itu pun langsung membalikkan badannya dan menggeser tas selempang berwarna cokelat tua. Pagi hari cerah berubah menjadi petaka bagi Indah. Ia tak menyangka pandangan matanya yang terus mengamati gelagat aneh dari pria paruh baya itu. Dengan rasa bangga, pria tersebut memperlihatkan alat genitalnya ke arah Indah. Namun, Indah dengan cepat mengalihkan perhatiannya dan tidak mengacuhkan pria paruh baya tersebut. ”Ekspresi mukanya langsung berubah, dia kelihatan marah dan jengkel,” ujar Indah kepada Metropolitan. Pria itu pun langsung beranjak pergi meninggalkan gerbong nomor tiga dari depan. ”Walaupun awalnya sempat syok, tapi saya mencoba memberanikan diri berakting biasa saja. Nggak nyangka saja ada yang kayak gitu di kereta,” ungkapnya. Setelah kejadian itu pun ia hanya bisa menyimpan cerita itu sendiri tanpa membagikannya kepada siapa-siapa. Sebab, ia belum pernah tahu ke mana harus melapor jika mengalami hal seperti itu. ”Pemerintah itu masih nilai hal-hal kayak gini itu sepele. Yang sudah ada korbannya saja masih nggak diproses pelakunya, dengan dalil karena sama-sama menikmati,” ujarnya. Menanggapi adanya isu pelecehan seksual ekshibisionis, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) mengatakan, sejauh ini belum ada laporan yang masuk terkait kasus pelecehan seksual ekshibisionis di Kabupaten Bogor. Walaupun ia sering mendengar adanya kejadian seperti itu, tetapi ia mengaku pihaknya tidak bisa menindak kejadian yang ceritanya hanya beredar di media sosial. ”Kalau saya sementara ini belum ada yang ngadu, walaupun saya pernah dengar ada penyakit seperti itu,” ungkapnya kepada Metropolitan. Terkait penindakan ataupun penyuluhan, dirinya mengaku belum melakukan apa pun. Sebab jika isu yang beredar tanpa adanya aduan, lagi-lagi tidak bisa ditindaklanjuti pemerintah. ”Kita belum mencapai ke sana. Tapi kalau semakin marak, kita akan semakin gencar dalam penyuluhan. Intinya korban harus berani speak up agar nanti bisa kita sikapi,” lanjutnya. Hal senada juga disampaikan Kanit PPA Polres Bogor Ipda Silfi. Hingga kini tidak ada laporan yang masuk ke polres ataupun Kanit PPA. ”Kalau di sini belum ada laporan seperti itu,” singkatnya. Walaupun belum ada laporan yang masuk DP3AP2KB, Shinta mengaku dalam waktu dekat akan diluncurkan sebuah wadah pengaduan berupa sistem yang disebut ’Lapor Yuk’. Ia menjelaskan, nantinya sistem tersebut akan menjadi wadah untuk menerima berbagai laporan ataupun aduan terkait tindak kejahatan seksual ataupun fisik yang dialami perempuan maupun anak-anak. ”Ini sebagai bentuk uluran tangan kami untuk menggapai warga yang menjadi korban,” katanya. Ketua Forum Anak Indonesia (FAI) Kabupaten Bogor Maya mengaku selama ini telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada para anak-anak di Kabupaten Bogor yang masih duduk di bangku sekolah untuk lebih berani speak up atau berbicara ketika mengalami pelecehan seksual. Sejauh ini pelecehan seksual selalu saja berakhir dengan tidak adanya laporan langsung setelah kejadian. ”Kasus pelecehan itu selalu terungkap saat korban menunjukkan gelagat aneh. Di sinilah kita ingin mengubah hal tersebut,” ucapnya. Selain itu, untuk menghalau terjadinya aksi-aksi pelecehan ekshibisionis di sekolah-sekolah, ia menyarankan agar semua pihak mau melek dengan sadar situasi. ”Kalau semuanya mau turun tangan akan lebih baik pastinya. Terutama dari pihak sekolah lebih mementingkan keselamatan murid-muridnya,” tandasnya. (cr2/d/els/run)