Senin, 22 Desember 2025

Pelaku Pamer Kelamin Gentayangan di Angkutan Umum

- Kamis, 3 Oktober 2019 | 10:53 WIB

Niat mendapatkan rasa nyaman dan aman menumpang angkutan umum sepulang bekerja pada Jumat, 28 September 2019, tak didapat FE (32). Perjalanannya dari Simpang Pomad menuju Cibinong terusik dengan aksi seorang pria paruh baya yang memamerkan alat kelaminnya. Jumat malam sekitar pukul 22:30 WIB, tak seperti biasanya FE pulang menumpang angkot. Saat itu ia bersama tiga pe­numpang lainnya naik angkot 08 dari kawasan Simpang Po­mad, Kota Bogor. Tak lama, seorang pria yang usianya sekitar 50 tahun naik dan du­duk di depannya. Selama perjalanan, FE tak memerhatikan kondisi sekitar. Sesekali membalas chat Whats­App yang masuk, selebihnya memerhatikan jalanan karena duduk tepat di belakang bang­ku sopir angkot. Di sekitar Simpang Sentul, satu per satu penumpang tu­run hingga menyisakan tiga penumpang. FE, pria paruh baya dan satu penumpang yang duduk di samping sopir. Saat di Simpang Cikaret, ke­jadian menjijikan pun terjadi. Perempuan berhijab yang berprofesi sebagai redaktur koran itu melihat pria yang duduk di depannya memper­lihatkan alat kelaminnya. “Se­telah lampu merah Cikaret, angkot berhenti karena sopir­nya ingin beli kopi. Saya jadi memerhatikan sekitar. Ter­masuk melihat bapak-bapak itu,” kata FE. Tanpa pikir panjang, ia langs­ung meminta turun dari ang­kot. Ia menduga aksi mema­merkan alat kelamin yang dilakukan pria tua itu sudah dilakukan sejak penumpang tinggal berdua di belakang. “Kayaknya sudah lama dia begitu (mengeluarkan alat kelamin, red). Tapi saya nggak ngeh. Karena takut diapa-apain, saya pilih turun dan berganti angkot lain,” ucapnya. Setelah menunggu sekitar lima menit, FE naik angkot 08 yang lain. Saat itu, ada dua penumpang perempuan se­hingga ia merasa aman. Namun saat di Simpang Cibinong, ibu satu anak itu melihat pria yang memamerkan alat kelaminnya itu hendak menumpang ang­kot yang dinaikinya. Perasaan takut pun kembali hadir. Beruntung, pria yang lebih pantas disebut kakek-kakek itu tak jadi naik angkot yang sama. “Saya lihat dia mau naik. Saya pelototi sambil kasih tahu ke penumpang lainnya kalau bapak tadi orang stres. Ternyata dua penumpang ce­wek juga sudah tahu dan per­nah jadi korbannya,” terang FE. Kejadian itu membuat FE ber­pikir dua kali menumpang angkot saat malam hari. Ia mengaku sudah dua kali men­jadi korban dari orang-orang yang memiliki gangguan pe­rilaku seksual atau yang disebut ekshibisionis. “Dulu pas sekolah, saya juga pernah mengalami di angkot. Sekarang jadi takut ka­lau mau naik angkot,” katanya. Sama seperti FE, Indah (bu­kan nama asli, red) juga jadi korban perilaku ekshibisio­nisme. Namun, bedanya ia mengalaminya di gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) Ja­karta- Bogor. Saat itu menum­pang kereta api dari Stasiun Pasar Minggu menuju Stasiun Bogor di pagi hari. Stasiun demi stasiun ia le­wati dengan nyaman tanpa adanya desakan dari orang-orang yang berpacu dengan waktu. Sesampainya di Sta­siun Depok Baru, sesosok pria paruh baya menarik perhatian bola matanya. Dengan kon­disi kereta yang sepi, mem­buat ia bertanya-tanya kenapa pria tersebut memilih berdiri di ujung lorong sambil meny­elempangkan tasnya ke depan, tepat di bawah perutnya. Setelah melewati Stasiun Bojonggede, pria itu pun langs­ung membalikkan badannya dan menggeser tas selempang berwarna cokelat tua. Pagi hari cerah berubah menjadi petaka bagi Indah. Ia tak me­nyangka pandangan matanya yang terus mengamati gelagat aneh dari pria paruh baya itu. Dengan rasa bangga, pria tersebut memperlihatkan alat genitalnya ke arah Indah. Namun, Indah dengan cepat mengalihkan perhatiannya dan tidak mengacuhkan pria paruh baya tersebut. ”Eks­presi mukanya langsung be­rubah, dia kelihatan marah dan jengkel,” ujar Indah ke­pada Metropolitan. Pria itu pun langsung beran­jak pergi meninggalkan gerbong nomor tiga dari depan. ”Walau­pun awalnya sempat syok, tapi saya mencoba membera­nikan diri berakting biasa saja. Nggak nyangka saja ada yang kayak gitu di kereta,” ung­kapnya. Setelah kejadian itu pun ia hanya bisa menyimpan cerita itu sendiri tanpa membagikan­nya kepada siapa-siapa. Sebab, ia belum pernah tahu ke ma­na harus melapor jika men­galami hal seperti itu. ”Pemerin­tah itu masih nilai hal-hal kayak gini itu sepele. Yang sudah ada korbannya saja masih nggak diproses pelaku­nya, dengan dalil karena sama-sama menikmati,” ujarnya. Menanggapi adanya isu pe­lecehan seksual ekshibisionis, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Dinas Pemberdayaan Pe­rempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) mengatakan, sejauh ini belum ada laporan yang masuk terkait kasus pe­lecehan seksual ekshibisionis di Kabupaten Bogor. Walaupun ia sering men­dengar adanya kejadian se­perti itu, tetapi ia mengaku pihaknya tidak bisa menindak kejadian yang ceritanya hanya beredar di media sosial. ”Ka­lau saya sementara ini belum ada yang ngadu, walaupun saya pernah dengar ada penya­kit seperti itu,” ungkapnya kepada Metropolitan. Terkait penindakan ataupun penyuluhan, dirinya mengaku belum melakukan apa pun. Sebab jika isu yang beredar tanpa adanya aduan, lagi-lagi tidak bisa ditindaklanjuti pe­merintah. ”Kita belum men­capai ke sana. Tapi kalau se­makin marak, kita akan sema­kin gencar dalam penyuluhan. Intinya korban harus berani speak up agar nanti bisa kita sikapi,” lanjutnya. Hal senada juga disampaikan Kanit PPA Polres Bogor Ipda Silfi. Hingga kini tidak ada la­poran yang masuk ke polres ataupun Kanit PPA. ”Kalau di sini belum ada laporan se­perti itu,” singkatnya. Walaupun belum ada laporan yang masuk DP3AP2KB, Shin­ta mengaku dalam waktu de­kat akan diluncurkan sebuah wadah pengaduan berupa sistem yang disebut ’Lapor Yuk’. Ia menjelaskan, nantinya sistem tersebut akan menjadi wadah untuk menerima ber­bagai laporan ataupun aduan terkait tindak kejahatan sek­sual ataupun fisik yang diala­mi perempuan maupun anak-anak. ”Ini sebagai bentuk uluran tangan kami untuk menggapai warga yang men­jadi korban,” katanya. Ketua Forum Anak Indone­sia (FAI) Kabupaten Bogor Maya mengaku selama ini telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada para anak-anak di Kabupaten Bogor yang masih duduk di bangku seko­lah untuk lebih berani speak up atau berbicara ketika men­galami pelecehan seksual. Sejauh ini pelecehan seksual selalu saja berakhir dengan tidak adanya laporan langsung sete­lah kejadian. ”Kasus pelecehan itu selalu terungkap saat korban menunjukkan gelagat aneh. Di sinilah kita ingin mengubah hal tersebut,” ucapnya. Selain itu, untuk menghalau terjadinya aksi-aksi pelecehan ekshibisionis di sekolah-sekolah, ia menyarankan agar semua pihak mau melek dengan sadar situasi. ”Kalau semuanya mau turun tangan akan lebih baik pastinya. Terutama dari pihak sekolah lebih mementingkan keselamatan murid-muridnya,” tandasnya. (cr2/d/els/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X