METROPOLITAN - Kembali ke kampung halaman usai menyelesaikan studi di AS, fisikawan perempuan pertama asal Papua, Yane Oktovina Ansanay, bertekad mengakhiri krisis energi di Papua melalui pemanfaatan teknologi energi baru dan terbarukan karena besarnya potensi di Papua. Doktor Fisika Perempuan Papua ini sekarang menjadi Dosen di Universitas Cendrawasih Jayapura. Yane Ansanay, 33 tahun, meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang Fisika dari North Carolina State University di Amerika Serikat pada tahun 2015. Setelah sebelumnya ia menamatkan studi master Fisika juga di almamater yang sama. Gelar doktor fisika perempuan pertama asal Papua ini diraihnya setelah sukses mengungguli ilmuwan fisika dari berbagai negara seperti Jepang, China, Amerika dan Eropa dan mendapatkan beasiswa Graduates Research Assistant -PhD Candidate dari North Carolina State University. Lama mengenyam pendidikan di luar negeri tidak membuat perempuan kelahiran Jayapura ini lupa dengan tanah kelahirannya. Sebaliknya kecintaan terhadap Papua juga yang mendasari keputusannya memilih menekuni studi fisika terapan khususnya energi baru dan terbarukan. "Saya mengambil studi fisika bio material dengan spesifikasi energi baru dan terbarukan. Karena saya lihat ini sangat dibutuhkan di Papua dan potensinya sangat besar." kata dia. Menurut Yane di Papua belum semua desa atau kampung mendapat aliran listrik. Walau ada program pemerataan listrik dari pemerintah tapi praktiknya sendiri mengalami kendala karena topografi Papua yang memang sulit berbukit-bukit atau pegunungan. Sehingga harus ada pendekatan lain yang lebih sesuai dengan alam Papua untuk penuhi kebutuhan energi. Yane Ansanay menambahkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan ini sangat mendesak dilakukan di Papua. Tidak hanya untuk energi listrik, masyarakat Papua juga membutuhkan sumber energi alternatif untuk menggantikan minyak tanah yang masih digunakan secara luas di Papua. "Kalau di banyak daerah udah umum pakai gas ya, tapi di Papua belum, kami masih umum pakai minyak tanah." Seminggu sekali atau dua minggu sekali mobil Pertamina masuk mendrop minyak tanah dan orang-orang akan berjejer 10-20 meter mengantri minyak tanah. “Itu pemandangan umum tidak cuma di pedalaman tapi juga di kota Jayapura." tambahnya. Yane Ansanay mengatakan tanah Papua sangat kaya dengan bahan-bahan alam yang bisa dikonversi menjadi energi terbarukan. Ia melirik banyaknya limbah buah-buahan di Pasar Papua yang bisa dimanfaatkan sebagai bagai pembuat bioetanol. "Hal yang sederhana limbah buah-buahan dari pasar, kalau ada buah yang tidak dikonsumsi atau sisa ini bisa dimanfaatkan untuk bio etanol," paparnya. "Karena bioethanol kalau proses pembuatannya sempurna itu bisa jadi pengganti bensin, tapi kalau yang sederhana yang bisa dibuat di rumah-rumah itu bisa jadi pengganti minyak tanah," sambung Yane. Yane mengaku telah mengujicobakan proyek bio etanolnya ini, namun diakui masih perlu jalan panjang untuk merealisasikan mimpinya menghadirkan sumber energi alternatif. Sebagai langkah awal, ia kini bergabung sebagai staf pengajar studi Teknik geofisika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Cendrawasih, Papua. "Di Uncen kami punya tim energi baru dan terbarukan, kita tengah meneliti potensi mikro algae untuk pengganti solar, itu endemik di setiap tempat di dunia. Tapi sejauh ini saya tertarik untuk mengembangkan bio etanol untuk mengurangi sampah. Saya berharap sekarang setelah menjadi dosen penuh di kampus, ide energi bioethanol ini bisa dikembangkan." tuturnya. (ab/dtk/mam/run)