METROPOLITAN - Hari ini komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor bakal memanggil dinas-dinas terkait hingga kontraktor pelaksana, buntut dari insiden robohnya tembok penyangga atap ruang paripurna gedung DPRD Kota Bogor, akhir Oktober lalu. Insiden yang akhirnya menguak borok dari proyek gedung dengan nilai hampir Rp100 miliar itu. Kini Wali Kota Bogor Bima Arya bahkan dengan tegas menyatakan ada pelanggaran pada pekerjaan yang dulu diemban Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperumkim) itu. Ia juga mempersilakan DPRD Kota Bogor melalui Komisi III untuk memeriksa dan memanggil berbagai pihak terkait, mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hingga kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas, terkait dugaan adanya ketidaksesuaian hingga indikasi pelanggaran sehingga tembok atap ruang paripurna bisa roboh dan borok-borok lainnya. Ia mengaku kini pemkot masih akan menunggu hasil dari inspektorat yang tengah mendalami kasus tersebut. "Silakan saja. Saya sudah perintahkan inspektorat untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Ya kami tunggu lah hasil dari inspektorat," katanya kepada Metropolitan di Paseban Sri Baduga Balai Kota Bogor, kemarin. Termasuk laporan bahwa pihak Polda Jawa Barat (Jabar) yang sudah meninjau lokasi dan mulai mempelajari ambruknya tembok sopi-sopi tersebut. Yang jelas, lanjutnya, pemkot akan fokus terlebih dahulu dengan pekerjaan inspektorat di bawah komando Kepala Inspektorat anyar, Pupung W Purnama. "Polda jabar sudah turun? Kami fokus dulu sama inspektorat. Kita lihat dulu hasilnya seperti apa. Setelah itu baru kita akan tindak lanjut. Kami lihat dulu lah," ujar Bima. Dengan tegas Bima juga mengungkapkan betapa kuatnya indikasi pelanggaran pada proyek gedung wakil rakyat itu. "Secara kasat mata, saya melihat ada potensi pelanggaran. Indikasi pelanggaran itu ada dan kuat sekali. Nah, kita lihat itu ada di fase mana," paparnya. Namun, ia enggan menyebut secara gamblang di mana letak kesalahan proyek Rp72,7 miliar itu dari sudut pandangnya. Menurutnya, ada tiga titik di mana pelanggaran bisa terjadi, yakni di perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan. "Yang lihat pelanggaran itu saya, bukan inspektorat. Nah, makanya kami tunggu inspektorat dulu, kan mereka belum selesai. Di bagian mana? Nanti inspektorat yang kan membuktikan," tutur ayah dari Kinaura dan Kinatra itu. Terpisah, anggota Komisi III DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin mengaku ada beberapa pihak yang akan dicecar untuk dimintai keterangan, yakni Disperukim, kontraktor dan pengawas. Sehingga pemeriksaan akan 'mundur' mulai dari perencanaan, proses pembangunan sampai serah terima. Tak ketinggalan ahli bangunan pun akan dilibatkan untuk mengaudit kondisi fisik eksisting gedung di bilangan Jalan Pemuda itu. "Audit keseluruhan itu harus, secara teknis kami harus tahu jaminan keamanan gedung, supaya nggak terjadi dikemudian hari," singkatnya. Sementara itu, menurut Pengamat Konstruksi Fery Dermawan, ada beberapa hal teknis yang nanti bisa dicecar komisi III kepada pengguna anggaran hingga kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas. Pertama melihat perencanaan, tentang ada tidaknya perhitungan kecepatan angin, gempa dan beban, yang seharusnya masuk perhitungan konstruksi. "Itu mendasar. Kalau nggak ada, ya fatal untuk gedung dengan biaya fantastis. Begitu juga pengawasan yang dilakukan Disperumkim yang dulu," terangnya. Kedua, kata dia, pastikan pelaksanaan pembangunan sesuai mutu spesifikasi teknis perencanaan atau tidak. Menurutnya, insiden di malam minggu itu tidak termasuk force meujeure atau bencana alam diluar perhitungan, tapi bisa jadi kesalahan manusia atau human error. "Perencanaan pelaksanaan dan pengawasan semua harus dipanggil. Serta harus ada penyelidikan lebih lanjut untuk konstruksi bangunan secara keseluruhan, elemen struktur dan arsitektur, dengan menghadirkan ahli. Masa gedung baru dua tahun ada bagian yang rubuh dan mengancam nyawa pimpinan sidang," pungkas Fery. (ryn/c/mam)