METROPOLITAN – Hampir dua minggu pasca-ambruknya tembok penyangga atap ruang paripurna DPRD Kota Bogor, Komisi III DPRD Kota Bogor akhirnya memenuhi janjinya untuk memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait untuk mengungkap siapa yang harus bertanggung jawab atas dugaan kelalaian pembangunan ini, kemarin (5/11). Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim), yang merupakan pengguna anggaran proyek pembangunan gedung yang dibangun awal dengan biaya Rp72,7 miliar itu, dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan oleh para wakil rakyat. Sayangnya, pertemuan itu dihelat dalam rapat tertutup. Selepas pertemuan, Sekretaris Disperumkim Lorina Darmastuti menyampaikan, pertemuan tadi komisi III mencecar dengan berbagai pertanyaan, diantaranya bisa keluarnya Surat Layak Fungsi (SLF). Menurutnya, hal ini akan dibahas lebih mendalam dan melalui rapat khusus lantaran saat ini izin SLF dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), walaupun sebelumnya kewenangan Disperumkim. “Jadi belum mendalam karena harus tanya kesana (Dinas PUPR, red) dulu. Ada di DPA (Dokumen Pelaksana Anggaran, red),” katanya kepada pewarta, di gedung DPRD Kota Bogor, kemarin (5/11) sore. Ia juga mengakui pihaknya sedang diperiksa oleh Inspektorat terkait pendalaman dan pengkajian adanya dugaan persoalaan, sesuai arahan wali kota Bogor yang menginginkan pemeriksaan mendalam. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Lorina juga menerangkan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pembangunan fisik tahap pertama gedung DPRD itu memang dirinya. “Pemeriksaan kita sedang dibahas dengan Inspektorat. Pertemuan dengan dewan lagi mungkin nanti, kami kan hanya diundang. Pembangunan itu kan bertahap, kalau untuk (pembangunan) gedung, PPK-nya itu saya. Yang pasti itu sesuai anggaran,” ujarnya. Lorina menambahkan, dewan juga memang sempat mempersoalkan skema pengawasan saat pembangunan, yang akhirnya menyebabkan ambruknya tembok atap ruang paripurna gedung DPRD Kota Bogor itu. Ia juga tidak keberatan jika harus diperiksa semua dokumen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. “Yang jelas sudah ada mekanismenya kan di kita. Sudah sesuai prosedur yang kami jalankan itu. Silahkan, boleh diperiksa dokumennya,” terang Lorina. Ia juga sedikit membantah ketika pewarta menanyakan dugaan kejanggalan dari pembangunan, setelah ditinjau oleh berbagai pengamat konstruksi. “Kan kita punya konsultan manajemen konstruksi, nggak bisa kalau satu-satu saya sendiri. Ada tupoksi-nya. Sudah sesuai? Ya kita sudah mengecek volumenya ya, ya sesuai dengan perencanaan,” tukasnya. Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin menuturkan, saat ini menjadi tugas anggota dewan di Komisi III untuk bisa mendalami dan ‘membongkar’ kasus ini. Sehingga tidak perlu ada pansus yang rencananya akan dibentuk. “Sama saja, yang jelas tergantung teman-teman dewan mengatasinya. Kami jelas, usut mendalam, baik sebelum pembangunan, saat pelaksanaan, hingga antisipasi kedepan seperti apa,” ujarnya. Ia juga kekeuh untuk memanggil tim ahli bangunan gedung, untuk mengaudit fisik gedung dengan total biaya hampir Rp100 miliar. Ketika ada laporan yang harus diperbaiki, pihaknya bisa ancang-ancang menganggarkan untuk perbaikan sesuai rekomendasi dari tim ahli konsultan ahli bangunan gedung. “Kalau ke belakang, kami panggil semua pihak yang berkaitan. Mulai dari proses, pengawasan sampai keluar atau tidaknya SFL. Kalau itu sudah keluar, bagaimana bisa keluar, tapi terjadi insiden. Jangan juga diabaikan,” tutup ZM, sapaan karibnya. (ryn/c/mam)