METROPOLITAN – Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pemerintah bakal mengekspor beras mulai tahun depan. Saat ini, pemerintah sedang menjajaki ekspor beras dengan pihak China. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan ekspor dilakukan karena stok beras di dalam negeri kian terjaga. Makanya, kini pemerintah sedang mempersiapkan lahan untuk produksi lebih besar demi merealisasikan target ekspor beras. "Kami sedang persiapkan sampai Maret 2020, termasuk ke China kami jajaki," ucap Syahrul, Rabu (18/12) kemarin. Ia menargetkan jumlah ekspor beras tahun depan bisa mencapai 100 ribu ton. Namun, ekspor akan dilakukan secara bertahap. "Harapan kami mendekati 100 ribu ton (ekspornya). Kami persiapkan mulai dari lahan dan bibit," tuturnya. Pemerintah sebelumnya sempat berencana ekspor beras pada tahun ini lewat Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Namun, keinginan tersebut gagal terwujud. Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih menyatakan kegagalan ekspor beras terjadi karena harga jual yang lebih tinggi daripada negara-negara lain. Kondisi tersebut membuat beras Indonesia sulit bersaing di global. "Logika sederhana memang jual dengan harga yang bersaing dong. Kita tidak akan laku kalau harga tidak kompetitif," ucap Karyanto pada pertengahan tahun ini. Namun, ia mengaku maklum dengan tingginya harga beras dalam negeri. Masalah tersebut terjadi karena biaya produksi beras di dalam negeri yang masih mahal. Biaya tinggi tersebut tak lepas dari pengaruh sistem produksi yang masih konvensional dan belum terstruktur. Untuk itu, menurutnya, agar mimpi ekspor bisa diwujudkan, sistem produksi beras harus dibenahi terlebih dulu. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto bakal memperbolehkan Perum Bulog untuk menjual Cadangan Beras Pemerintah (CBP) secara komersial. Tujuannya, untuk menghindari kelebihan pasokan, sehingga mencegah pembuangan beras (disposal stock). Kebijakan ini diambil setelah berkaca pada kondisi kelebihan pasokan beras jelang akhir tahun ini. Kelebihan pasokan bahkan membuat sekitar 20 ribu ton beras mengalami penurunan kualitas, sehingga harus 'dibuang' dengan sistem lelang oleh Bulog. "Maka kami akan keluarkan penyesuaian peraturan bahwa CBP boleh dijual dalam kondisi tertentu, tapi tidak artinya semuanya bisa dijual. Tetap sesuai kebutuhan, nanti permohonannya dari Bulog," ujar Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, (4/12). Agus mengatakan CBP yang boleh dijual nantinya akan disesuaikan dengan kondisi pasokan dan kualitas beras sesuai pemantauan Bulog. Misalnya, bila perusahaan negara itu memperkirakan ada sekian ribu ton beras yang berpotensi memburuk kualitasnya dan perlu segera dijual, maka Bulog tinggal melaporkan hal itu ke Kementerian Perdagangan. "Intinya kami harus mengatur balance demand and supply, kami lihat dengan Bulog koordinasinya. Nanti permohonan dari Bulog kami analisa, tidak langsung serta merta keluar (izin penjualannya)," terangnya. Bersamaan dengan kebijakan baru ini, Agus akan segera menyisir aturan yang ada di kementeriannya. Tujuannya agar kebijakan ini bisa terfasilitasi dan tidak berbenturan dengan aturan sebelumnya. Kendati begitu, ia belum bisa memastikan kapan beleid itu akan disesuaikan dengan kebijakan terkini. "Kalau ada Permendag yang tidak sesuai, kita sesuaikan dengan Permendag baru," tuturnya. (cn/mam)