Senin, 22 Desember 2025

Jalan Putus, Bantuan Pupus

- Jumat, 3 Januari 2020 | 10:50 WIB

METROPOLITAN - Lantai ruang kelas di SD Negeri Sukajaya 03 yang tertutupi tanah tipis, mendadak menjadi alas tidur bagi ratusan warga Desa Harkatjaya, Kecamatan Sukajaya. Warga yang mengungsi akibat longsor yang melanda di tiga kampung. Dari tujuh ruang kelas yang ada, rupanya hanya enam ruang kelas yang bisa digunakan oleh para pengungsi. Sebab satu kelas, nampak kotor penuh dengan sarang laba-laba dan pecahan kaca. Dari enam ruang kelas yang tersedia, rupanya tidak dapat menampung 844 jiwa korban bencana. Sebagian ada yang mengungsi ke Kantor Desa Harkatjaya dan beberapa rumah warga yang tidak terdampak longsor. Untuk memasak pun, warga meminta bantuan dari warga sekitar yang masih memiliki bahan bakar untuk memasak. Keadaan semakin parah lantaran tidak ada listrik di Kecamatan Sukajaya, sehingga warga pun kesulitan air bersih karena tidak bisa menyalakam mesin pompa air untuk mengisi penampungan air. Selain itu, akses jalan menuju Desa Harkat Jaya terputus dan menyebabkan bantuan logistik tersendat untuk masuk ke pengungsian warga. Asni (50) salah satu warga Kampung Sinar Harapan, Desa Harkatjaya, menceritakan jika ia bersama anak-anak serta cucunya belum mendapatkan makanan sejak pertama kali menempati ruang kelas di SDN Sukajaya. Terakhir kali ia makan adalah di malam hari saat bencana longsor memporak-porandakan kampung halamannya. "Terakhir makan kemarin (1/1) malam, itu juga makan mie doang," kata Asni kepada Metropolitan saat ditemui di posko pengungsian SDN Sukajaya 03, kemarin. Sebelum menempati posko pengungsian, Asni bersama keluarganya, memiliki kehidupan yang layak dan berkecukupan. Walaupun bekerja sebagai seorang pekebun, ia tidak pernah kekurangan makanan setiap harinya. Didalam rumahnya, Asni tinggal bersama tiga orang anaknya yang sudah berkeluarga dan empat orang cucunya. Tetapi, semua itu hanya jadi kenangan. Setelah, tanah merah melumat habis 20 rumah yang berada di Kampung Sinar Harapan. Rumah Asni yang berdiri sejak 20 tahun silam, memiliki pondasi yang kokoh dan tidak hancur walaupun sudah diterjang longsor. Namun pada saat kejadian longsor itu terjadi, rumah Asni yang berada di ujung perkampungan, menjadi rumah yang pertama kali tertimbun tanah. Tepat pada pukul 07.00 WIB ia dan keluarganya masih menikmati suasana liburan tahun baru. Karena hujan deras disertai suara petir yang menggelegar, suara teriakan warga yang meminta masyarakat untuk mengungsi, tidak terdengar oleh wanita paruh baya tersebut. Tiba-tiba, dentuman keras dan getaran kencang mengguncang rumah bercat putih yang membuat 10 orang didalamnya sontak terkejut dan panik. "Saya juga sempat mendengar teriakan minta tolong dari tiga orang yang berbeda," terangnya. Suami anaknya yang pertama, mengambil inisiatif untuk melihat kondisi diluar rumah dan mendapati, kampungnya sudah tertutupi oleh tanah dan bebatuan. Sepanjang mata memandang, tak ada lagi jalanan, lampu, ataupun gapura kampungnya yang biasanya menghiasi. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB siang. Lapar dan haus kian menjadi disertai deru suara longsor yang tiba-tiba berhenti. "Tiba-tiba saya denger suara teriakan. Saya kira cuma halusinasi, eh ternyata ada warga yang mencari kami," terangnya. Melihat adanya kerumunan warga yang datang kembali ke kampungnya, Asni dan seluruh anggota keluarganya pun mengerahkan seluruh kekuatan yang tersisa, karena sudah terkuras oleh rasa panik dan takut yang mendera. Warga yang mendengar adanya teriakan dari keluarga Asni, langsung bergegas menghampiri dan mengevakuasi seluruh anggota keluarganya ke SDN Sukajaya. Langkah demi langkah dari kaki tuanya, ia paksakan sampai akhirnya ditengah perjalanan ia merasa tidak lagi memiliki kekuatan. Melihat mertuanya sudah tak berdaya, Jajang (40) berinisiatif untuk menggendong mertua tercintanya menjauhi mara bahaya. Sekitar pukul 13.00 WIB, kehadiran Asni dan keluarganya di SDN Sukajaya disambut dengan suara tangisan dan jeritan dari warga yang lainnya. Sebab di Kampung Sinar Harapan, terdapat tiga orang warga yang masih belum ditemukan keberadaannya. Setelah mencari kamar untuk diisi, Asni langsung berinisiatif mencari makanan ke Kantor Desa Harkatjaya yang menjadi pusat komando siaga bencana. Terkadang memang harapan tidak sesuai kenyataan. Bukan makanan atau minuman yang ia dapat, malah dirinya dihujani pertanyaan yang menurutnya tidak dapat menghilangkan rasa lapar keluarganya. "Dijanjiin katanya sore dan malam dapat makan. Tapi yang ada malah mie instant. Itu juga cuma sekali, sebelum tidur," lirihnya. Hanya beralaskan tikar dan berselimutkan sarung, udara dingin dan gelapnya malam menjadi anggota baru keluarganya. Menantunya saja, harus rela tidur diatas meja belajar yang disusun rapih, sambil membayangkan nikmatnya tidur diatas ranjang rumah yang hangat dan nyaman. Sebelum tidur, Asni menenangkan cucunya yang selalu merengek kelaparan dan haus. "Tenang, besok ada bantuan datang membawa makanan," ucap Asni memperagakan mimik saat menenangkan cucunya di malam kelabu itu. Sinar matahari yang masuk disela-sela jendela ruang kelas. Membangunkan Asni dari tidurnya. Berniat untuk bebersih diri dari kotornya tanah dan menghilangkan keringat, ia harus rela mengantri selama berjam-jam. Sebab kamar mandi di SDN Sukajaya hanya ada tiga ruang. Melihat beberapa pengungsi lainnya melahap nasi bungkus di pagi hari. Ia pun sontak berlari mencari siapa gerangan yang memberikan makanan kepada warga yang kelaparan. Saat mengetahui sumber makanan datang dari Kantor Desa, ternyata ia terlambat dan sudah kehabisan jatah makanan, yang sengaja disediakan oleh warga yang selamat. "Mi, mau minum. Haus," ucap salah satu cucu Asni kepadanya. Di Kantor Desa Harkatjaya, dipenuhi oleh pengungsi yang tak tertampung di ruang kelas SDN Sukajaya. Ruang tengah kantor Desa, dijadikan kamar darurat oleh warga. Sedangkan untuk ruang Kepala Desa, dijadikan sebagai tempat pengobatan darurat. Nasib para pengungsi yang ada di Kantor Desa Harkatjaya, tak jauh beda dengan yang di SDN Sukajaya. Kebutuhan air minum, makanan, pakaian bersih, selimut dan alas tidur masih menjadi kebutuhan utamanya. Salah satu warga yang sempat ditemui oleh Metropolitan, Mumuh (35) mengatakan kebutuhan yang paling ia butuhkan saat ini adalah kebutuhan untuk anak bayinya. "Yang penting mah pampers dan susu bayi. Kalau soal makanan buat saya itu bisa nanti aja," ujarnya. Ternyata sampai pukul 13.00 WIB, Kamis (2/1) belum ada bantuan yang datang ke Kantor Desa Harkatjaya. Berdasarkan pantauan Metropolitan, hal tersebut dikarenakan akses jalan yang menjadi satu-satunya jalan, masih tertutup material longsor dan menyebabkan kelumpuhan total. Dua alat berat juga nampak masih beroperasi untuk memindahkan material longsor yang menutup jalan. Sementara itu, Kepala Desa Harkatjaya Muhammad Soleh mengungkapkan, di desanya paling tidak 11 rumah telah tertimbun longsor dan ratusan kepala keluarga diungsikan karena khawatir terjadi longsor susulan. “Warga kami ada 4 meninggal, sudah dimakamkan. Sementara 3 orang lagi masih belum ditemukan. Saya juga nggak tau dari 11 rumah yang kena longsor ada berapa,” kata Soleh. "Untuk kebutuhan masyarakat seada-adanya gotong royong dari warga yang ga kena bencana membantu. Kami minta pertolongan dari pihak pemerintah, tolong kami dibantu, karena warga kami masih ada yang belum ketemu dan makanan juga sangat kurang," sambungnya. Dari data yang ada di Kantor Desa Harkatjaya, tercatat terdapat 4 orang meninggal dunia dan 3 orang dinyatakan hilang. Untuk pemakaman warga bencana longsor, berjalan haru dan penuh isak tangis. Nampak beberapa warga yang merasa terpukul tak kuasa menahan air matanya. Melihat kondisi dilapangan, Bupati Bogor, Ade Yasin secara tegas berjanji akan sesegera mungkin mencairkan biaya tak terduga (BTT) yang dialokasikan untuk korban bencana sebanyak Rp25 miliar. Bahkan ia berjanji akan menambah anggaran tersebut sebanyak dua kali lipat. Demi memenuhi kebutuhan warga terdampak bencana di 57 titik darurat bencana. "Saya juga sudah memerintahkan untuk menggalang dana dari ASN beberapa dinas. Tadi sudah terkumpul. Ini harus segera didistribusikan. Jadi kita menggalang dari relawan dan penyumbang-penyumbang yang tidak perlu birokrasi," tegas Ade Yasin. Pernyataan itu ia lontarkan setelah proses bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, masih tersendat di bagian administrasi. Padahal untuk wilayah Kecamatan Cigudeg, sangat membutuhkan bantuan posko dapur umum untuk mendistribusikan makanan.(dil/d/mam)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X