METROPOLITAN - Meski telah divonis dengan hukuman mati usai melakukan pembunuhan berencana kepada Abdullah Fithri Setiawan alias Dufi dengan memasukkan jasadnya ke dalam drum. Tidak lantas membuat pasangan M Nurhadi dan Sari Murni Asih hanya berdiam diri. Pasangan suami istri (Pasutri) berdarah dingin ini mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk mendapatkan keringanan hukuman. Namun sayang MA menolak permohonan kasasi pasutri berdarah dingin ini, padahal sebelumnya PN Cibinong menjatuhkan hukuman mati kepada Nurhadi dan Sari. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung pada 15 Mei 2019. Rupanya Nurhadi dan Sari tidak terima dan mengajukan kasasi ke MA. "Mengadili. Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor tersebut; Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/ Terdakwa Sari Murni Asih tersebut. Membebankan biaya perkara pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi dibebankan kepada Negara," ujar majelis kasasi Prof Dr Surya Jaya sebagaimana dikutip dari website MA. Nurhadi mengaku penuh kesadaran saat menghabisi nyawa Abdullah Fitri Setiawan atau Dufi. Dia pun mengatakan terus menangis ketika berupaya menghilangkan jejak kejahatannya. "Sadar (saat melakukan pembunuhan). Setelahnya, tuh, sampai saya evakuasi korban ke tong, itu saya sambil nangis," ucap Nurhadi. Nurhadi mengulangi penjelasan dirinya menyesal dan menangisi kematian Dufi di tangannya. "Saya sambil nangis ngelakuinnya, evakuasinya kan saya sambil nangis. Saya nyesal," lirih Nurhadi. Nurhadi saat ini merasa dibayang-bayangi adegan dirinya membunuh Dufi dan sosok Dufi saat masih hidup. Tidur pun, imbuh Nurhadi, tak nyenyak lagi. "Sama sekali nggak tenang tidur. Setelah itu, kurang-lebih satu minggu saya selalu bermimpi. Tapi setelah satu minggu tersebut, saya sudah tidak bermimpi lagi. Tapi setiap saya mau tidur atau setiap saya bengong atau melamun, itu suka terbayang wajah dia (Dufi). Wajah dia yang di foto semasa hidup. Itu yang selalu terbayang," kata Nurhadi. Nurhadi menceritakan bayang-bayang peristiwa pembunuhan Dufi pun menghantuinya ketika sedang melamun. "Mimpi saat saya melakukan (pembunuhan). Seperti terekam lagi begitu, seperti ditayangkan lagi (di pikiran) begitu. Mungkin itu suatu peringatan buat saya, 'Ini lo kesalahanmu'," papar Nurhadi. Ia nekat melakukan kejahatan dengan alasan terlilit utang. Nurhadi mengaku sebelumnya sebagai trader Bitcoin, tapi aktivitas bisnisnya di dunia maya itu terhenti karena sakit dan sejak itu dia mulai menumpuk utang. "(Utang) kalau ditotalin mungkin sekitar Rp 12 juta. Saya sebelumnya sempat sakit juga. Satu bulan nggak bisa duduk, nggak bisa ke mana-mana, hanya tiduran. (Sakit) turun bero," jelasnya. Nurhadi menambahkan, selain sakit, alasan dia tidak bermain trading Bitcoin lagi adalah komputer jinjingnya rusak. "Saya trading, trading Bitcoin. (Alasan utang banyak) ya itu, karena laptop sempat rusak. Saya kan itu yang kemarin sebulan sakit (untuk) kedua kalinya. Sakit pertama kan saya sempat sakit panjang dan saat itu butuh uang untuk saya berobat, makan, dan lain-lain. Untuk membenarkan laptop itu, saya tunda dulu, jadi saya setop trading dulu," terang Nurhadi. Dia kemudian menjelaskan, selain untuk kebutuhan sehari-hari, dia berutang untuk membayar cicilan motor gede (moge)-nya. "Utang-utang saya antara lain dari motor juga, (cicilan) motor belum bayar empat bulan. Utang ke rentenir juga," ucap Nurhadi. Kasus pembunuhan Dufi bermula di Desa Bojongkulur, Bogor, pada 17 November 2018. Mayatnya ditemukan keesokan harinya dalam drum sekitar pukul 06.30 WIB. Korban tewas dengan luka senjata tajam di sekeliling leher korban. Selain itu, pasutri berdarah dingin ini dijatuhi hukuman mati oleh majelis Pengadilan Negeri Cibinong pada 23 April 2019. Dalam amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Ben Ronal Situmorang, kedua terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap mantan wartawan itu. Kedua terdakwa menghabisi nyawa dengan menusuk Dufi ke dada dua kali di kontrakan Nurhadi di Desa Bojongkulur, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor, pada Sabtu, 17 November 2018 lalu. Jasad korban kemudian dimasukkan ke dalam drum dan dibuang ke pinggir jalan di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor. "Terdakwa I Nurhadi dan terdakwa II Sari Murni Asih, telah terbukti bersalah melakukan perbuatan pembunuhan berencana sesuai dalam dakwaan primair dan alternatif," kata Ben Ronal. Dua terdakwa juga melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP bersama-sama atau Pasal 365 KUHP ayat (2) dan ayat (3). Pertimbangan lain majelis hakim ialah karena keduanya merupakan aktor pembunuhan Dufi. Selain itu, pembunuhan yang dilakukan pasangan suami istri ini dianggap sadis. Setelah dibunuh kemudian mayatnya dibuang dalam drum. "Majelis hakim lah yang memiliki pertimbangan untuk memutuskan suatu perkara," paparnya. Hukuman mati yang diberikan oleh majelis hakim untuk kedua terdakwa juga sebelumnya telah sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan pertimbangan yang sama. Sementara satu terdakwa lainnya, Yudi alias Dasep, divonis hukuman 10 tahun penjara. Yudi terbukti membantu Nurhadi dan Sri Muniarsih membawa mayat dan memberi fasilitas untuk membuang mayat Dufi di dalam drum. "Dasep hanya diputus 10 tahun karena hanya membantu kedua terdakwa lainnya," ungkapnya. (dtk/mam)