Sejak merebaknya virus corona atau Covid-19, kehidupan sosial masyarakat di Indonesia mulai dibatasi. Terutama di wilayah-wilayah yang dinyatakan darurat corona atau disebut zona merah. Mulai dari bekerja, belajar sampai ibadah, disarankan dilakukan di rumah. Namun, apa jadinya jika imbauan itu diberlakukan terhadap prosesi adat istiadat masyarakat Indonesia, yaitu pernikahan. PEMERINTAH Kota dan Kabupaten (Pemkot dan Pemkab) Bogor mengeluarkan imbauan kepada masyarakat agar diam di rumah masing-masing dan tidak melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Hal itu rupanya cukup membuat sejumlah pasangan yang akan menikah kelimpungan, bahkan batal. Terlebih masyarakat pun cukup ketakutan untuk datang ke tempat-tempat ramai lantaran khawatir tertular virus corona. Meski demikian, berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama (Kemenag), prosesi akad nikah rupanya tetap diperbolehkan dilaksanakan selama mengikuti anjuran yang sudah diterbitkan. Kasi Urusan Agama Islam, Kemenag Kabupaten Bogor, Enjat Mujiat, menjelaskan pasca-merebaknya virus corona ini prosesi pernikahan hanya melangsungkan akad nikah, yang diikuti sepuluh orang saja, yakni penghulu, kedua mempelai, saksi dan orang tua kedua mempelai. ”Jadi kalau bisa untuk resepsi ditunda dulu sampai kondisi sudah membaik. Kalau hanya akad, boleh saja. Tapi ada ketentuannya,” katanya kepada Metropolitan, Senin (23/3). Selain itu, lanjutnya, ada beberapa syarat yang harus dipatuhi untuk penghulu yang memimpin prosesi akad nikah. Para penghulu dianjurkan menggunakan masker dan sarung tangan sebagai bentuk antisipasi penyebaran virus corona. Begitupun dengan mempelai dan semua orang yang hadir dalam acara akad nikah tersebut. Ketersediaan hand sanitizer, sambungnya, juga menjadi keharusan di sebuah acara akad nikah. Di samping kegiatannya harus digelar di sebuah tempat yang terbuka. Enjat menilaihal itu jadi sebuah langkah yang baik lantaran tidak mungkin menghentikan proses ibadah meski di tengah serangan wabah. Sebab, prosesi pernikahan di Indonesia sangat kental akan budaya dan adat istiadat. Di mana untuk penentuan tanggal dan waktu pernikahan sudah seperti patokan yang tidak bisa diganggu gugat. Sementara itu, ia menyebut jelang masuknya Ramadan tahun ini angka pengajuan pernikahan menurun sejak awal Maret sampai pertengahan April. ”Menurun iya, sekitar 20 sampai 30 persen, jika dibandingkan tahun lalu,” ujarnya. Hal senada diungkapkan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Cibinong Zulfakor. Menurutnya, dampak penyebaran virus corona ini cukup terasa untuk prosesi pernikahan. Tak hanya acara resepsi yang diimbau tidak dilangsungkan, pelatihan pranikah yang biasa digelar setiap Selasa dan Kamis di KUA Cibinong pun sementara diliburkan. ”Ini sesuai anjuran dari Kemenag Pusat. Karena kan berbagai kegiatan yang mengundang banyak massa dilarang. Jadi kami liburkan dulu sementara,”katanya. Namun, pria yang akrab disapa Zul itu mengaku untuk berbagai kegiatan pelayanan di KUA masih berjalan seperti biasa. Hanya saja para pengunjung diwajibkan mencuci tangan dan menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah masuk KUA. ”Ya pokoknya harus cuci tangan dan pakai hand sanitizer. Masker juga harus. Jika memang kalau kita lihat, masyarakat ini sakit,”tegasnya. Di KUA Cibinong sendiri, bulan Muharam yang menjadi bulan baik untuk melangsungkan pernikahan, biasanya setiap pekannyabisa melangsungkan 40 sampai 50 pernikahan. Namun kini tidak sampai 35 akad nikah sejak awal Maret hingga kini. Ia pun mengaku sudah menjalankan apa yang dianjurkan Dirjen Bimas Islam Kemenag Pusat. Di mana para penghulu harus mengenakan masker dan sarung tangan setiap prosesi akad. ”Jadi kepada masyarakat yang akan menikah nanti, bukan maksudnya tidak sopan ya kami mengenakan masker dan sarung tangan, tapi memang sudah kewajiban untuk menjaga agar virus ini (corona, red) tidak menyebar,” imbuhnya. Begitu juga dengan Kota Bogor. Melalui surat edaran wali kota Bogor nomor 443.1/1075-Umum, Pemkot Bogor meminta kepada seluruh lapisan masyarakat, instansi dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk tidak melaksanakan acara besar yang melibatkan banyak orang. Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, meski tidak spesifik melarang masyarakat menggelar resepsi pernikahan, imbauan tersebut secara masif sudah memuat semuanya secara gamblang. ”Surat edaran yang pertama kita keluarkan itu sifatnya sapu jagat. Jadi segala bentuk kegiatan yang dapat menimbulkan keramaian atau kerumunan banyak orang agar tidak dilaksanakan,” kata Dedie kepada Metropolitan. Sementara itu, salah seorang penghulu KUA Kecamatan Bogor Timur Suhendra Yudiansyah mengatakan, secara umum pasca-mewabahnya virus corona di Kota Hujan, sejumlah masyarakat yang hendak melakukan pernikahan terpaksa mesti mengurungkan niatnya lantaran wabah corona. Rata-rata mereka yang hendak melangsungkan akad nikah pada Maret ini menjadwalkan ulang pernikahan hingga waktu yang tidak ditentukan. Suhendra menyebut dari delapan calon pasangan suami-istri (pasutri) yang hendak menikah dan ditangani olehnya, semuanya memundurkan jadwal pernikahannya. ”Karena wabah ini (corona, red), mereka mengundurkan tanggal mereka. Ada yang bulan April sampai Juni, bahkan ada juga yang diundur sampai waktu yang tidak ditentukan,” ujarnya. Tak hanya mengundurkan jadwal pernikahannya, hampir seluruh calon pasutri juga memindahkan lokasi pernikahannya. Yang semula dilaksanakan di gedung, kini pindah tempat menjadi di rumah. ”Ada juga yang mengubah tempat akad. Awalnya di gedung, pindah ke rumah. Bahkan ada juga yang sudah bayar uang muka. Ada beberapa yang sampai segitunya,” tuturnya. Bagi pasutri yang melaksanakan pernikahan, sambungnya, pihak KUA menetapkan agar pernikahan dilangsungkan dengan jumlah saksi terbatas, tanpa embel-embel rombongan besan seperti hal layak lakukan. Hal itu bertujuan untuk meminimalisasi penyebaran virus corona, sekaligus menjalankan instruksi dari pemerintah. ”Kalaupun ada yang mau nikahan, biasanya hajatnya ditunda. Jumlah saksi yang hadir dalam akad juga kita batasi, hanya sepuluh orang. Itu pun harus menggunakan masker dan hand sanitizer,” bebernya. Disinggung soal jumlah calon pasutri yang membatalkan pernikahannya di bulan ini, Suhendra mengaku tak bisa memberi angka pastinya. Yang jelas rata-rata mereka menjadwalkan ulang pernikahannya itu. ”Kalau jumlah pastinya, saya kurang begitu hafal. Yang ditangani oleh saya saja ada delapan. Mungkin ada sekitar belasan. Kami juga belum bisa pastikan berapa persen penurunan angka pernikahan karena wabah ini (corona, red). Yang jelas pasti ada penurunan. Tapi kami tidak tahu berapa angka pastinya,” tutupnya. (ogi/dil/d/ mam/run)