Setiap ada kemauan pasti ada jalan. Perumpamaan itu memecut semangat pasangan suami-istri (pasutri) Riska Romadhona dengan Nugroho Jati. Meski sempat gagal di dunia usahanya, kini setelah kembali bangkit, kesuksesan mereka panen sebagai pengusaha oleh-oleh khas Bogor. Lapis Sangkuriang yang berbahan talas itu mencatat omzet hingga miliaran rupiah setiap bulannya. SEBELUM berhasil dengan talas lapis Sangkuriang ini, mereka ternyata mencoba berjualan bakso dengan gerobak keliling. Hal tersebut dijalaninya selama kurang lebih tiga tahun. Namun lama-lama mereka tidak bisa mengelola dengan baik karena sepinya pengunjung. Lalu di tahun terakhir, mereka harus melepaskan bisnis kulinernya itu. Di sisi lain, mereka juga harus merelakan mobil, motor serta membuat tunggakan pembayaran angsuran rumah. “Namun semuanya gagal karena tidak fokus. Waktu itu semuanya ingin saya kerjakan,” kata Riska. Tetapi mereka tidak patah semangat. Setelah itu mereka kembali memutar otak untuk bisa mendapatkan inspirasi bisnis yang baru. Tinggal di kota wisata, mereka pun memilih berbisnis camilan untuk oleh-oleh. Benar saja, inspirasinya membuat camilan bisa tercapai. Dengan mengambil bahan yang mudah ditemukan di Bogor, mereka meminang talas untuk menjadi bahan dasar. Lapis ini juga terinspirasi dari oleh-oleh yang sudah banyak ditemukan di Jawa Timur. Kebetulan pasangan itu dulunya lulusan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) yang juga bertempat di kota wisata. Riska terinspirasi dengan lapis Surabaya dan mempraktikkan resep dari sang bunda. Bermodal mixer dari mertua dan resep dari ibunda, Riska yang mengaku tidak bisa memasak itu harus memulai semuanya dari nol. Ia tetap mau berusaha untuk bisa menemukan adonan yang pas untuk bisnis kuliner lapis talas ini. Dengan modal awal Rp500 ribu, ia mencoba mengenalkan produk baru ini ke tetangga dan teman terdekat. Ia juga sempat menawarkan kuenya untuk oleh-oleh di instansi pemerintah. Ia benar-benar pemula kala itu. Ia sering mengikuti pameran dan pelatihan di hotel dan kedinasan untuk memperbaiki produknya. Kini ia memiliki gerai dan tempat produksi tersendiri. Lulusan electrical engineering itu juga mendesain pelistrikan untuk pabriknya sendiri. Ia membenahi organisasi yang dipimpinnya dan membuat SOP untuk pabriknya sendiri. Bahkan ia juga merancang software untuk para pelanggannya untuk mendapatkan testimoni dan evaluasi jika ada. Berkat kegigihannya, ia bisa menyaingi delapan kompetitor lain di bidang lapis talas ini. Tak tanggung-tanggung, ia juga memiliki karyawan yang diberdayakan dari tetangga-tetangganya sendiri. Ia membantu perekonomian orang di sekitarnya dengan merekrut 114 di awal, dengan menerapkan sistem efisiensi di setiap bagian. Kini ia berhasil mendapatkan omzet lebih dari Rp42 miliar setiap bulannya, dengan produksi 4.300 kotak per harinya. (kum/rez/run)