METROPOLITAN - Hingga pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama berakhir Selasa (28/4) lalu, tren jumlah kasus positif Covid-19 terus meningkat. Bahkan hingga menyentuh angka 113 kasus. Bagaimana tidak, salah satu kendalanya kesadaran masyarakat yang masih rendah soal diam di rumah dan masih abai soal berkerumun. Apalagi di Ramadan ini, termasuk warga Kabupaten Bogor, terbiasa dengan kegiatan ngabuburit atau keluar rumah sore jelang berbuka puasa sembari mencari takjil. Hal itu pun menarik perhatian Bupati Bogor Ade Yasin yang mengimbau warganya untuk tidak ngabuburit pada Ramadan kali ini, dan tetap di rumah sesuai anjuran PSBB. ”Kasus Covid-19 di kita itu kurvanya terus naik lho. Sampai kemarin sudah kena seraturan kasus. Makanya saya minta dengan sangat, warga untuk tetap di rumah saja, tetap memakai masker. Termasuk kebiasaan saat Ramadan, nggak usah dilakukan dulu (Ramadan ini, red),” katanya selepas pengecekan hilir-mudik kendaraan di perbatasan Bogor-Sukabumi, Cigombong, Rabu (29/4). Ia menilai kebiasaan ngabuburit berpotensi menciptakan kerumunan masyarakat dan rawan penyebaran virus corona. Ade Yasin berharap warga mesti sadar di kala pandemi seperti ini, tetap di rumah dan menghindari kerumunan, meskipun sudah jadi kebiasaan sehari-hari. ”Bersabar dulu. Ya kita harus sadar, kurvanya kasus corona naik terus. Jadi ngabuburit nggak usah dilakukan dulu. Karena rawan penyebaran, itu bisa terjadi saat kerumunan warga atau kontak saat ngabuburit,” ungkap politisi PPP itu. Meski ngabuburit merupakan budaya yang dilaksanakan saat Ramadan, di tengah pandemi corona seperti ini, kegiatan tersebut tetap dilarang. Bahkan ada sanksi menanti jika kegiatan ngabuburit tetap dilaksanakan. ”Ngabuburit yang menimbulkan mobilisasi dan kerumunan massa sudah jelas dilarang,” kata Wakil Wali Kota Dedie Rachim kepada Metropolitan, Rabu (29/4). Selain larangan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor juga tampaknya akan serius menanggapi masalah ini. Sebab, berdasarkan perintah wali kota Bogor, bagi para pelanggar PSBB akan diberikan sanksi tegas, mulai dari sanksi fisik sampai pidana. Untuk penjelasan sanksi yang akan digunakan Pemkot Bogor, Kabag Hukum dan HAM Kota Bogor, Alma Wiranta, menerangkan, Pemkot Bogor merujuk pada Undang-Undang No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sebab, dalam undang-undang tersebut mengatur tentang tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban, kedaruratan kesehatan masyarakat dan pengawasan, serta ketentuan pidana. ”Terkait penerapan pasal yang digunakan selama PSBB, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah mengeluarkan surat Nomor B-1529/E/Ejp/04/2020 Tanggal 14 April hal penanganan perkara pada masa PSBB, yang pada pokoknya melaksanakan penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku pada masa PSBB,” terangnya. Atas dasar itu, lanjut Alma, Pemkot Bogor akan menggunakan Pasal 212, 216 dan 218 KUHP, UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Pasal 14 dan Pasal 15) dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Pasal 90, 91, 92, 93 dan 94). ”merujuk pada ketentuan perundang-undangan tersebut, penerapan sanksi bagi tindak pidana kejahatan maupun tindak pidana pelanggaran setidaknya adalah instrument terakhir dalam pemberian sanksi pidana (asas ultimum remedium). Adapun ancaman kurungan paling lama satu tahun dan denda paling besar Rp150 miliar,” jelasnya. Alma menambahkan, saat ini kegerahan Pemkot Bogor yang disuarakan Wali Kota Bogor Bima Arya terhadap pelanggar PSBB sangat beralasan. Sebab, kepatuhan masyarakat, terutama pelaku usaha yang dilarang beroperasi atau warga yang tidak berkepentingan, masih banyak ditemukan di jalanan dan adanya bukti penyebaran serta penambahan kasus Covid-19 melalui rapid test di beberapa tempat terhadap Orang Tanpa Gejala (OTG). ”Karenanya, sanksi akan dipertegas pada masa PSBB II ini melalui penguatan dari aparatur sipil Kota Bogor bersama Forkopimda. Sanksi administratif berupa pencatatan KTP dan teguran tertulis selama tiga kali akan diberlakukan. Dan jika masih ditemukan akan dilakukan tindakan penegakan hukum berupa denda,” pungkasnya. (dil/ryn/c/mam/run)