METROPOLITAN - Kabar mengejutkan datang dari PT Pertamina. Perusahaan pelat merah itu dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk menyetop penjualan bahan bakar minyak jenis Premium dan Pertalite. Hal itu dilakukan dengan dalih untuk menjaga polusi udara. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pencemaran lingkungan menjadi salah satu faktor utama yang mendasari adanya pertimbangan tersebut. Menurutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK memiliki keputusan Nomor 20 Tahun 2017, yang membahas soal batas aman penggunaan bahan bakar berdasarkan research octane number atau RON. “Ada regulasi KLHK, yang menetapkan bahwa untuk menjaga polusi udara, ada batasan di RON berapa, di kadar emisi berapa. Jadi nanti yang kami prioritaskan adalah produk yang ramah lingkungan,” katanya. Dalam aturan yang dikeluarkan KLHK, disebutkan bahwa jenis bahan bakar minyak yang masuk klasifikasi ramah lingkungan adalah yang memiliki spesifikasi minimal RON 91, dengan kandungan sulfur maksimal 50 particle per million. Sementara untuk BBM mesin diesel, ambang batas terendahnya adalah Cetane Number 51. Dari berbagai jenis BBM yang dijual Pertamina saat ini, ada tiga produk yang klasifikasinya di bawah dari aturan tersebut. Yakni Pertalite dengan RON 90, Premium RON 88 dan Solar CN 48. Nicke mengaku saat ini pihaknya masih terus berkomunikasi dengan pemerintah pusat terkait hal tersebut. Sebab, harga jual BBM menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi masyarakat. “Kami akan terus mendorong masyarakat menggunakan BBM ramah lingkungan. Jadi, kami akan dorong ke arah produk yang lebih bagus. Feasibility BBM ramah lingkungan bakal kami tambah, untuk kebaikan anak dan cucu kita ke depannya,” ujarnya. Sementara itu, wacana bensin Premium dihapus sebetulnya bukan usulan baru. Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) mengusulkan bensin Premium 88 dihapus karena tidak sesuai teknologi otomotif sekarang. ”Masa kita menggunakan BBM yang kualitasnya zaman 50 tahun yang lalu? Mending dihapus sekalian karena kalau digunakan, kendaraan kita akan cepat rusak,” kata Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin. Lebih dari tiga tahun lalu, tepatnya pada 23 Desember 2014, Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri pernah merekomendasikan agar impor BBM jenis RON 88 atau Premium dihentikan. ”Sesuai rekomendasi Tim, intinya premium RON 88 itu dihapus, hilang, tidak lagi dijual di SPBU. Buat apa? Di market hanya ada RON 92 ke atas,” ucap Faisal. Alasannya, sudah hampir tak ada lagi negara di dunia ini yang memproduksi bensin RON 88. Selama ini, Pertamina mengimpor bensin RON 92 untuk diturunkan kualitasnya jadi RON 88. Caranya mencampur bensin RON 92 dengan naphta sehingga jadi RON 88 namun membuat harga Premium jadi tinggi. Sebelum tahun 2015, Premium termasuk BBM bersubsidi, tetapi harga tinggi membuat biaya subsidi menjadi tinggi. Maka Tim Reformasi Migas ketika itu merekomendasikan agar bensin Premium diubah jadi RON 92 alias Pertamax. Namun, Pertamina belum bisa menghapus Premium karena kilang-kilang Pertamina belum siap mengganti Premium dengan Pertamax. Premium baru bisa dihapus setelah Pertamina menyelesaikan empat proyek modifikasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan 2 kilang baru (Grass Root Refinery/GRR). (viv/tib/rez/run)