Kegiatan belajar mengajar pada pondok pesantren (ponpes) sudah mendapat restu dari Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Melalui keputusan gubernur per 11 Juni lalu, kegiatan ponpes bisa dilaksanakan asalkan para santri memiliki Surat Keterangan Sehat. Namun, syaratnya harus melalui serangkaian pemeriksaan tes Covid-19 yang dinilai membebani para orang tua santri. SEPERTI yang diungkapkan salah satu orang tua santri ponpes wilayah Tenjo, Listiani. Ia mengaku kini tengah disibukkan dengan kewajiban memenuhi Surat Keterangan Sehat dari puskesmas sesuai domisili di Kota Bogor. “Tadinya agak waswas pas anak dibolehkan belajar di ponpes. Tapi kalau ada tes, setidaknya ada kepastian ya. Cuma beban juga kalau mandiri (tes Covid, red). Harusnya ada perhatian dari pemerintah. Santri mah kan di dalam, nggak ke mana-mana. Kontrolnya lebih mudah kan,” katanya. Untuk itu, ia berharap ada rapid/swab test massal di ponpes tempat anaknya menuntut ilmu, dari bantuan pemerintah. Sebab, cukup merepotkan jika harus dibebankan kepada orang tua atau wali santri. Menanggapi hal itu, Pengurus Forum Pondok Pesantren (FPP) Kota Bogor, Hasbullah, mengaku sudah mengusulkan untuk dilakukan rapid test bagi santri yang akan mulai masuk pesantren. Namun pihaknya masih menunggu respons Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. ”Belum ada respons pasti seperti apa soal rapid test. Kami menunggu, karena tidak mungkin pesantren mengeluarkan biaya sendiri untuk rapid resr. Karena biayanya yang cukup mahal,” katanya. Ia juga berharap dengan diizinkannya ponpes kembali beroperasi, pemerintah dapat memberi perhatian kepada kalangan pesantren dengan beberapa langkah, seperti membantu menyiapkan sarana kesehatan di lingkungan pesantren dan juga membantu kalangan pesantren menghadapi New Normal. ”Karena pendidikan di pesantren tidak bisa hanya dilakukan berbasis online. Karena di pesantren ada pendidikan akhlak, serta keteladanan dari para kiai yang diberikan kepada para santri,” jelasnya. Sekadar diketahui, diizinkannya ponpes kembali beroperasi tertuang dalam surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 443/Kep.326-Hukham/2020 tentang Perubahan Kepgub Jabar No 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang protokol kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan ponpes. Dengan catatan pihak ponpes menerapkan protokol kesehatan Covid-19, termasuk warga ponpes harus mempunyai Surat Keterangan Sehat dan isolasi mandiri setelah sampai di ponpes. Hal itu dibenarkan Staf Seksi Ponpes Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bogor Ustadz Mochammad Alwi. Terkait wacana karantina santri dengan menggandeng pemerintah daerah, ia mengaku rata-rata pesantren melakukannya secara mandiri. Sesuai Kepgub Jabar, mulai dari kiai, santri, asatidz dan pihak lain yang akan beraktivitas di ponpes harus diisolasi mandiri di ponpes yang bersangkutan. ”Termasuk jika harus ada tes rapid/swab, karena pesantren sudah biasa mandiri. Memang itu mah kalau diperlukan. Yang jelas mengacu pada Kepgub Jabar, santri harus mengantongi Surat Keterangan Sehat dari puskesmas atau Dinas Kesehatan (Dinkes) kota/kabupaten asal. Termasuk kiai, asatidz. Ada dalam kepgub soal protokol kedatangan,” katanya. Ia menjelaskan kebijakan isolasi hingga tes mandiri menjadi solusi paling realistis jika kegiatan di pesantren segera dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan. ”Kalau mengandalkan bantuan (pemerintah, red), kapan mau mulainya kegiatan belajar? Kan biasanya bantuan terikat aturan, jadi nggak semudah bantuan pribadi,” ujarnya. Namun, tegas Alwi, kegiatan belajar di ponpes, khususnya ponpes di Kota Bogor yang berjumlah 140 dengan kisaran santri sekitar 7.000-an orang, itu sudah bisa dilakukan dengan protokol kesehatan di lingkungan ponpes, mulai dari aturan umum, protokol kedatangan warga ponpes, protokol kesehatan di masjid, tempat belajar, tempat penginapan santri, tempat makan dan kantin hingga protokol jika terjadi indikasi Covid-19. ”Kalau sekolah formal memang belum boleh, masih nunggu. Tapi kalau pesantren, sudah boleh. Yang penting mengikuti protokol kesehatan. Kisaran biaya untuk rapid test, tergantung kebijakan masing-masing ponpes,” beber Alwi. Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menyebut Forum Komunikasi Ponpes Kota Bogor sempat meminta Pemkot Bogor menyelenggarakan rapid test massal bagi santri yang kurang mampu. Hal itu tentu disambut baik pemkot sebagai upaya mencegah potensi penyebaran Covid-19. ”Ini mungkin bisa kita usulkan. Kami menunggu berapa banyak santri yang berstatus kurang mampu itu agar bisa segera kita fasilitasi oleh Dinkes untuk melakukan rapid test,” katanya. ”Yang penting untuk langkah awal, kita sudah ada komunikasi dulu nih dengan pengasuh ponpes. Kemudian baru kita bicarakan seperti apa langkah detailnya secara teknis nanti,” sambungnya. Sedangkan untuk pemantauan, tambah Dedie, pihaknya juga akan melakukan monitoring secara berkala terhadap ponpes yang ada di Kota Bogor. Mulai dari monitoring Gugus Tugas Covid-19 di tingkat kecamatan, kelurahan hingga menerjunkan Deteksi Aktif (Detektif) Covid-19 sebagai pencegahan. ”Kita akan terjunkan sejumlah instrumen untuk melakukan pemantauan,” tegas pria yang juga ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Bogor. Sebelumnya diberitakan, Bupati Bogor Ade Yasin mengaku masih menunggu keputusan Kementerian Agama (Kemenag) terkait diperbolehkannya kegiatan belajar mengajar di ponpes. Sebab, pesantren berada di bawah kendali Kemenag. Karena itu, setelah ada keputusan, baru akan diimplementasikan di daerah. ”Jadi ada beberapa yang memang diskresi bupati. Tapi intinya secara umum peraturan itu datangnya dari kementerian. Kalau ini bisa disepakati, sudah resmi jadi peraturan gubernur. Sudah disepakati oleh masyarakat, antara pemlik pesantren dan juga tokoh-tokoh agama seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia, red) Kemenag, ya kami tidak keberatan,” katanya. Namun, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jabar itu menegaskan santri tidak diperbolehkan keluar dari lingkungan ponpes ketika sudah diizinkan beraktivitas di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini dan tidak diperkenankan dikunjungi. ”Memang harus ada pengetatan (di pesantren, red). Kan di situ berkumpul, bersatu, banyak sekali. Bagaimana caranya agar tidak muncul (kasus, red) di situ. Jadi kalau ada santri, ya tetap di dalam saja dulu, jangan dijenguk dulu,” papar AY, sapaan karibnya. Terpisah, Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kemenag Kota Bogor H Ahyan Maemun mengatakan, untuk sementara kegiatan pesantren belum dilaksanakan dan mengikuti surat edaran pemerintah terkait penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Khusus pesantren juga sedang menunggu aturan terbaru dalam kegiatan di pesantren. ”Kemarin sempat ada rapat online dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, dan kami sedang menunggu hasilnya. Hasil rapat sementara tapi masih dalam kajian,” ujarnya. (ryn/ogi/c/rez/run)