Senin, 22 Desember 2025

Rapid Test Massal Dinanti Santri

- Rabu, 24 Juni 2020 | 09:31 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Kegiatan belajar mengajar pada pondok pesantren (ponpes) sudah mendapat restu dari Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Melalui keputusan gubernur per 11 Juni lalu, kegiatan ponpes bisa dilaksanakan asalkan para santri memiliki Surat Keterangan Sehat. Namun, syaratnya harus melalui serangkaian pemeriksaan tes Covid-19 yang dinilai membebani para orang tua santri. SEPERTI yang diungkapkan salah satu orang tua santri ponpes wilayah Tenjo, Listi­ani. Ia mengaku kini tengah disibukkan dengan kewajiban memenuhi Surat Keterangan Sehat dari puskesmas sesuai domisili di Kota Bogor. “Tadinya agak waswas pas anak dibolehkan belajar di ponpes. Tapi kalau ada tes, setidaknya ada kepastian ya. Cuma beban juga kalau man­diri (tes Covid, red). Harusnya ada perhatian dari pemerin­tah. Santri mah kan di dalam, nggak ke mana-mana. Kon­trolnya lebih mudah kan,” katanya. Untuk itu, ia berharap ada rapid/swab test massal di ponpes tempat anaknya menuntut ilmu, dari bantuan pemerintah. Sebab, cukup merepotkan jika harus dibe­bankan kepada orang tua atau wali santri. Menanggapi hal itu, Pengu­rus Forum Pondok Pesantren (FPP) Kota Bogor, Hasbullah, mengaku sudah mengusulkan untuk dilakukan rapid test bagi santri yang akan mulai masuk pesantren. Namun pihaknya masih menunggu respons Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. ”Belum ada respons pasti seperti apa soal rapid test. Kami menunggu, karena tidak mungkin pesantren mengelu­arkan biaya sendiri untuk rapid resr. Karena biayanya yang cukup mahal,” katanya. Ia juga berharap dengan diizinkannya ponpes kem­bali beroperasi, pemerintah dapat memberi perhatian kepada kalangan pesantren dengan beberapa langkah, seperti membantu menyiap­kan sarana kesehatan di ling­kungan pesantren dan juga membantu kalangan pesantren menghadapi New Normal. ”Karena pendidikan di pe­santren tidak bisa hanya dila­kukan berbasis online. Ka­rena di pesantren ada pendi­dikan akhlak, serta ketelada­nan dari para kiai yang dibe­rikan kepada para santri,” jelasnya. Sekadar diketahui, diizink­annya ponpes kembali bero­perasi tertuang dalam surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 443/Kep.326-Huk­ham/2020 tentang Perubahan Kepgub Jabar No 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang pro­tokol kesehatan untuk pen­cegahan dan pengendalian Covid-19 di lingkungan pon­pes. Dengan catatan pihak ponpes menerapkan protokol kesehatan Covid-19, termasuk warga ponpes harus mempu­nyai Surat Keterangan Sehat dan isolasi mandiri setelah sampai di ponpes. Hal itu dibenarkan Staf Seksi Ponpes Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bogor Ustadz Mochammad Alwi. Terkait wacana karantina san­tri dengan menggandeng pemerintah daerah, ia menga­ku rata-rata pesantren mela­kukannya secara mandiri. Sesuai Kepgub Jabar, mulai dari kiai, santri, asatidz dan pihak lain yang akan berak­tivitas di ponpes harus diiso­lasi mandiri di ponpes yang bersangkutan. ”Termasuk jika harus ada tes rapid/swab, karena pe­santren sudah biasa mandiri. Memang itu mah kalau dip­erlukan. Yang jelas mengacu pada Kepgub Jabar, santri harus mengantongi Surat Ke­terangan Sehat dari puskesmas atau Dinas Kesehatan (Dinkes) kota/kabupaten asal. Terma­suk kiai, asatidz. Ada dalam kepgub soal protokol keda­tangan,” katanya. Ia menjelaskan kebijakan isolasi hingga tes mandiri menjadi solusi paling realis­tis jika kegiatan di pesantren segera dilaksanakan dengan penerapan protokol keseha­tan. ”Kalau mengandalkan bantuan (pemerintah, red), kapan mau mulainya kegia­tan belajar? Kan biasanya bantuan terikat aturan, jadi nggak semudah bantuan pri­badi,” ujarnya. Namun, tegas Alwi, kegiatan belajar di ponpes, khususnya ponpes di Kota Bogor yang berjumlah 140 dengan kisaran santri sekitar 7.000-an orang, itu sudah bisa dilakukan dengan protokol kesehatan di lingkungan ponpes, mulai dari aturan umum, protokol kedatangan warga ponpes, protokol kesehatan di masjid, tempat belajar, tempat peng­inapan santri, tempat makan dan kantin hingga protokol jika terjadi indikasi Covid-19. ”Kalau sekolah formal me­mang belum boleh, masih nunggu. Tapi kalau pesantren, sudah boleh. Yang penting mengikuti protokol kesehatan. Kisaran biaya untuk rapid test, tergantung kebijakan masing-masing ponpes,” beber Alwi. Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim me­nyebut Forum Komunikasi Ponpes Kota Bogor sempat meminta Pemkot Bogor me­nyelenggarakan rapid test massal bagi santri yang kurang mampu. Hal itu tentu disam­but baik pemkot sebagai upaya mencegah potensi penyeba­ran Covid-19. ”Ini mungkin bisa kita usul­kan. Kami menunggu berapa banyak santri yang berstatus kurang mampu itu agar bisa segera kita fasilitasi oleh Din­kes untuk melakukan rapid test,” katanya. ”Yang penting untuk langkah awal, kita sudah ada komu­nikasi dulu nih dengan peng­asuh ponpes. Kemudian baru kita bicarakan seperti apa langkah detailnya secara tek­nis nanti,” sambungnya. Sedangkan untuk peman­tauan, tambah Dedie, pihaknya juga akan melakukan moni­toring secara berkala terhadap ponpes yang ada di Kota Bo­gor. Mulai dari monitoring Gugus Tugas Covid-19 di tingkat kecamatan, kelurahan hingga menerjunkan Detek­si Aktif (Detektif) Covid-19 sebagai pencegahan. ”Kita akan terjunkan sejumlah in­strumen untuk melakukan pemantauan,” tegas pria yang juga ketua Gugus Tugas Per­cepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Bogor. Sebelumnya diberitakan, Bupati Bogor Ade Yasin menga­ku masih menunggu keputu­san Kementerian Agama (Kemenag) terkait diperbo­lehkannya kegiatan belajar mengajar di ponpes. Sebab, pesantren berada di bawah kendali Kemenag. Karena itu, setelah ada keputusan, baru akan diimplementasikan di daerah. ”Jadi ada beberapa yang memang diskresi bupati. Tapi intinya secara umum peraturan itu datangnya dari kementerian. Kalau ini bisa disepakati, sudah resmi jadi peraturan gubernur. Sudah disepakati oleh masyarakat, antara pemlik pesantren dan juga tokoh-tokoh agama se­perti MUI (Majelis Ulama Indonesia, red) Kemenag, ya kami tidak keberatan,” katanya. Namun, Ketua Dewan Pim­pinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jabar itu menegaskan santri tidak diperbolehkan keluar dari lingkungan ponpes ke­tika sudah diizinkan berakti­vitas di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini dan tidak diperkenankan dikunjungi. ”Memang harus ada peng­etatan (di pesantren, red). Kan di situ berkumpul, bersatu, banyak sekali. Bagaimana ca­ranya agar tidak muncul (ka­sus, red) di situ. Jadi kalau ada santri, ya tetap di dalam saja dulu, jangan dijenguk dulu,” papar AY, sapaan karibnya. Terpisah, Kepala Seksi Pen­didikan Diniyah dan Ponpes Kemenag Kota Bogor H Ahyan Maemun mengatakan, untuk sementara kegiatan pesantren belum dilaksanakan dan mengikuti surat edaran pe­merintah terkait penyeleng­garaan pendidikan di sekolah. Khusus pesantren juga se­dang menunggu aturan terbaru dalam kegiatan di pesantren. ”Kemarin sempat ada rapat online dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar, dan kami sedang menunggu ha­silnya. Hasil rapat sementara tapi masih dalam kajian,” ujarnya. (ryn/ogi/c/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X